.

Selasa, 09 April 2013

AGENCY Theory


oleh : Tim III
Errie Kusriadie (ME), Harun Al-Rasyid (ME), Rinaldy Resinanda (MT), Renni Ekaputri (MT) 


Penjelasan Teori

Teori keagenan merupakan bagian dari game theory (Mursalim, 2005) yang merupakan suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak). Para pihak dalam agency theory adalah:
  1. Agent 
  2. Principal 
Teori agensi berawal dengan adanya penekanan pada kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut.

Teori ini berubah menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu penghubung (nexus) kontrak (Jensen dan Macklin).



Principal:
mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, sehingga principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati.

Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama antara kedua pihak.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. 
Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. 
Agent:
memiliki informasi yang lebih banyak (full of information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information

Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utility bagi dirinya

Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.

Asimetri informasi (information asymmetry)
kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).
Menurut Scott (2000), ada dua macam asimetri informasi
  1. Adverse selection: para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
  2. Moral hazard: kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri.

Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu:
  1. Manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest). 
  2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality). 
  3. Manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). 

CONTOH:

ENRON adalah perusahaan di Amerika Serikat yang bergerak di bidang energi. Dengan cakupan bisnis di antaranya adalah listrik, gas alam, pulp, kertas, komunikasi, dan lain-lain. Enron mengumumkan kebangkrutannya pada akhir tahun 2002.

Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.

Kajian agency theory:
  1. Pihak stockholder (principal
  2. Pihak manajemen ENRON (agent
  3. Pihak independen akuntan publik, KAP Arthur Andersen (AA)
AAsebagai KAP telah mencelakai kepercayaan dari pihak stockholder atau principal untuk memberikan suatu fairness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal.

Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dihadapi oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yaitu hutang dan sebuah kehancuran.

Menurut Socrates bahwa yang dimaksud dengan tindakan etis adalah tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Benar dari sisi cara, teknik, prosedur, maupun dari sisi tujuan yang akan dicapai.

Ada dua pendekatan mengenai etika: pendekatan deontological dan pendekatan teleological.

Prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due care), tidaklah berjalan sebagaimana mestinya.

KESIMPULAN 

Asimetri informasi terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham). 

Maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga dengan adanya asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka memaksimumkan utilitynya.

Salah satu cara yang digunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance (Watts, 2003). 

Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance:

1. Transparansi (transparency)

Para manajamen memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar pengguna eksternal (Irfan, 2002). Sehingga untuk mengurangi asimetri informasi dan mencegah terjadinya konflik keagenan, sudah menjadi kewajiban bagi pihak manajemen untuk melaporkan laporan keuangan secara tepat waktu.

2. Akuntabilitas (accountability)

Informasi laporan keuangan yang disampaikan secara tepat waktu akan mengurangi asimetri informasi yang erat kaitannya dengan teori agency (Kim dan Verrechia, 1994). Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen diharapkan dalam mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan keuangan yang menguntungkan pemilik perusahaan. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan maka akan timbul masalah keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2004).

3. Keadilan (fairness)

Perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan.

4. Responsibilitas (responsibility).

Masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat mesti diberlakukan semestinya.


Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan.

Artikel Terkait

4 komentar:

  1. Suad Husnan dalam tulisannya “CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA, Pengamatan Terhadap Sektor Korporat dan Keuangan” menulis beberapa contoh masalah utama dalam corporate governance sesuai dengan karakteristik perusahaan:

    1. Perusahaan yang kepemilikannya sangat menyebar (dispersed ownership).

    Dalam tipe perusahaan seperti ini masalah keagenan yang sering yang sering timbul masalah antara agent (pihak manajemen) dengan owners (pemegang saham). Masalah ini nampaknya paling sering dijumpai di perusahaan perusahaan AS yang terdaftar di bursa NYSE. Diketemukan misalnya, bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi (Goldberg and Idson, 1995). Untuk memperkecil masalah keagenan ini antara lain dilakukan dengan membuat agar pihak manajemen juga ikut memiliki saham (insider ownership).

    2. Perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi (closely held).

    Dalam tipe perusahaan seperti ini, timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling dan minority shareholders. Karakteristik ini banyak dijumpai untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa di Indonesia (konglomerat) dan di Korea (chaebol). Masalah keagenan yang timbul terutama adalah antara controlling dan minority shareholders. Masalah keagenan menjadi semakin makin serius karena seringkali perusahaan yang terdaftar di bursa merupakan salah satu unit usaha dari grup sehingga masalah self-dealing yang dapat merugikan minority shareholders sering terjadi.

    3. Perusahaan yang merupakan BUMN.

    Tipe perusahaan ini mempunyai kekhususan dalam artian bahwa pemiliknya tidak dapat mengontrol perusahaan secara langsung karena pemilik hanya diwakili oleh pejabat yang ditunjuk. Dengan demikian maka sebenarnya deal (kesepakatan) yang terjadi adalah antara wakil pemilik (agent) dengan manajemen (yang juga agent). Kesepakatan juga dapat terjadi antara agent (entah mewakili pemilik atau sebagai pihak manajemen) dengan kreditur. Masalahnya kemudian adalah apakah para agent tersebut (pejabat yang mewakili pemilik ataupun pihak manajemen) akan terbaik bagi kepentingan pemilik perusahaan (negara)? Berbagai kasus yang terpublikasikan nampaknya menunjukkan bahwa keputusan-keputusan kadang-kadang diambil untuk kepentingan para agent. Tanpa transparansi dan sistem kontrol yang baik (termasuk enforcement) sangat besar peluang para agent mengambil keputusan yang menguntungkan diri mereka.

    BalasHapus
  2. Sedikit menambahkan...
    Secara garis besar Teori keagenan (Agency Theory) mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

    Berikut contoh hubungan keagenan di Indonesia yaitu hubungan keagenan antara eksutif dan legislatif:
    Dimana eksekutif sebagai agen dan legislatif sebagai prinsipal (Halim & Abdullah, 2006). Johnson (1994) dalam Abdullah dan Asmara (2006) kemudian menyebut hubungan eksekutif/birokrasi dengan legislatif/kongres dengan sebutan self-interest model. Legislator ingin dipilih kembali, birokrat ingin memaksimumkan anggarannya, dan konstituen ingin memaksimumkan utilitasnya. Untuk dapat terpilih kembali, legislator (orang yang menjalankan fungsi legislatif) mencari program dan projects yang membuatnya populer di mata konstituen. Birokrat (orang yang menjalankan fugsi birokrasi di pemerintahan) mengusulkan program-program baru agar agency-nya dapat berkembang dan konstituen dapat terus percaya mereka telah menerima manfaat (benefit) dari pemerintah. Menurut Elgie & Jones (2001), legislatif dapat juga berperilaku moral hazard dalam merealisasikan self-interestnya. Lalu dinyatakan oleh Colombatto (2001) bahwa adanya discretionary power (akibat pendelegasian wewenang Prinsipal ke Agen) akan menimbulkan pelanggaran atas kontrak keagenan, dan karenanya dapat diprediksi bahwa semakin besar discretionary power yang dimiliki legislatif semakin besar pula kecenderungan mereka mengutamakan kepentingan pribadinya.

    Kesimpulan
    Hubungan Keagenan timbul saat terdapat satu pihak atau lebih (Principal) yang mendelagasikan kewenangannya kepada pihak yang lain (Agen) untuk menjalankan tanggung jawab terhadap suatu entitas, termasuk untuk mengambil keputusan. Sebagaimana dijelaskan oleh Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent” . Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.

    Terkait dengan hubungan Legislatif-Eksekutif, dapat disimpulkan bahwa Setiap pihak memiliki self-interest masing-masing yang diharapkan dapat diperoleh dari pendelegasian wewenang tersebut. Namun dalam prakteknya, agen yang mempunyai informasi lebih banyak tentang kinerja aktual, motivasi, dan tujuan Entitas akan berpotensi menciptakan moral hazard dan adverse selection. Di lain pihak, Prinsipal harus mengeluarkan biaya (costs) untuk memonitor kinerja agen dan menentukan struktur insentif dan monitoring yang efisien. Implikasi dari penerapan hubungan keagenan dapat menimbulkan hal positif, yaitu dalam bentuk efisiensi entitas, tetapi dapat pula menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku opportunistik (opportunistic behaviour) agen.

    Sumber:
    1.http://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/
    2.Agency Theory dalam Sektor Publik di Indonesia, Rhumy Ghulam AJC. (http://www.slideshare.net/rhumydewa/agency-theory-dalam-sektor-publik-di-indonesia-rhumy-ghulam)

    BalasHapus
  3. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah sedangkan para agensi diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keutungan bagi dirinya sendiri.

    Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengolah perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya dari pada meningkatkan nilai perusahaan.

    Dua tokoh utama yaitu agen dan prinsipal dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayan).

    Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi yaitu:
    - Kontrol pemegang saham kepada manajer
    - Biaya yang menyertai hubungan agensi
    - Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi

    Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, beberapa rekomendasi kepada dewan direksi adalah sebagai berikut:
    - penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang
    jelas sehingga memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik
    prinsipal
    - prinsipal memberikan pilihan rencana insentif jangka panjang dan
    pendek dan agen diberikan keleluasaaan dengan batasan yang
    menguntungkan kepentingan para pemegang saham.

    Regards,
    Putu Eka Suarjaya

    BalasHapus
  4. Menambahkan
    Teori keagenan menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaa selalu ada konflik kepentingan (Brigham dan Gapenski,1996) Yaitu :
    1. Antara manajer dan pemilik perusahaan,
    2. Antara Manajer dan bawahannya,
    3. Antara Pemilik perusahaan dan kreditor.

    BalasHapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.