.

Rabu, 18 Desember 2013

Artikel Khusus 04: ENVIRONMENTAL Issues and ENERGY Supply

The challenge series

oleh: Adam Rahmadan, Pondy Tjahjono, Tyas Kartika Sari, Willy Sukardi


Isu lingkungan harus diperhatikan untuk menghindari bumi dari efek rumah kaca. 

Apakah ini satu-satunya faktor yang berdiri di atas segalanya?

Ternyata tidak
Berikut ini pembahasannya.

PENDAHULUAN

Upaya negara-negara Eropa yang lebih agresif untuk mengurangi emisi CO2 dengan menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan mungkin menyebabkan harga energi Eropa saat ini kalah bersaing dengan AS. 
Akibatnya sejumlah industri “pindah” ke AS untuk mengambil keuntungan ekonomis dari rendahnya harga energi di negeri Paman Sam tersebut (selanjutnya lihat: Artikel Khusus 01).
Dari hal ini dapat dilihat bahwa ada keterkaitan yang erat antara isu energi, lingkungan dan ekonomi.
Mengapa energi terbarukan bisa lebih mahal? 
Bagaimana negara-negara Eropa mengatasi isu bahwa energi terbarukan lebih mahal?

INVESTASI DI RENEWABLE ENERGY

Investasi renewable energy di Eropa selama kuartal ketiga 2012 ternyata turun 29 persen menjadi $ 18.200.000.000, dibandingkan dengan periode tahun lalu, menurut ke penyedia data Bloomberg New Energy Finance. (The New Yorks Times).

Grafik Pertumbuhan Investasi Renewable Energi Dunia periode 2004-2012
(sumber : Renewable 2013 Global Status Report)
Penurunan investasi setelah beberapa tahun tumbuh lebih banyak disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan dukungan terhadap renewable energy khususnya di Eropa dan Amerika.
Mengapa ketidakpastian kebijakan ini bisa terjadi?
Tahun 2012 adalah tahun yang paling dramastis untuk pertumbuhan renewable energy dunia, dimana terjadi pergeseran, yang awalnya pertumbuhan didominasi oleh negara-negara maju, saat ini pertumbuhan dipegang oleh negara-negara berkembang. (sumber : Renewable 2013 Global Status Report)

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Investasi Renewable Energy US-ASIA-EUROPE
(sumber : Renewable 2013 Global Status Report)
 Negara-negara Uni Eropa memiliki komitmen untuk  mengurangi gas rumah kaca sebesar 20% dari level tahun 1990 (sumber : European Commission Climate Action). Disamping itu, negara-negara Uni Eropa juga memiliki target untuk menggunakan 20% renewable energy pada tahun 2020. 
Target ini juga membantu komitmen untuk pengurangan efek gas rumah kaca (sumber : European Commission Climate Action).
Gambar 3. Greenhouse Gas Emission From Annex 1 Parties, 1990, 2000, 2005, 2010 and 2011
Penurunan pertumbuhan investasi pada renewable energy secara tidak langsung disebut-sebut dapat mempengaruhi perubahan iklim yang sangat membahayakan bagi manusia. 
Di Amerika Serikat, badai Sandy memakan korban sedikitnya 125 jiwa. 
Di Filipina, 1.000 jiwa lebih jadi korban topan Bopha. 
Baru-baru ini diberitakan badai musim dingin kembali menelan korban di Amerika Serikat dan Rusia (Kompas, 28/12/2012).
Gambar 4. Pergerakan Anomali Temperatur Muka Bumi
Dari grafik di atas dapat dilihat tren kenaikan suhu bumi pada 100 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat tajam. 
Akibatnya bencana perubahan iklim diperkirakan akan terus terjadi. Sekitar 100 juta orang terancam apabila masalah perubahan iklim tidak segera diatasi (DARA dan Climate Vulnerable Forum, 2012). Mimpi buruk jika negara-negara tak mengurangi emisi gas karbondioksidanya. Diperkirakan kenaikan suhu bisa mencapai hingga 5,3 derajat celsius pada tahun 2100. (sumber : IEA, International Energy Agency)

DILEMMA

Kita dihadapkan pada suatu keadaan yang dilematis.
Bila mempertahankan  renewable energy, harga energi tidak akan kompetitif, 
Sementara bila meninggalkan renewable energy, komitmen untuk mengurangi gas rumah kaca akan terpengaruh begitu juga target untuk mereliasikan pemakaian 20% renewable energy di tahun 2020.
Gambar 5. Estimated Levelized Cost Untuk Pembangkit Baru
(sumber: EIA)

Jika harga listrik dari renewable energy dianggap terlalu mahal lalu apakah isu lingkungan bisa diabaikan begitu saja? 
Tetapi jika dipaksakan, maka harga produk akan kalah bersaing, sehingga tidak sejalan dengan prinsip “to provide energy at the lowest possible cost”.

SEBUAH PEMIKIRAN SEGAR

Selama ini jika berbicara tentang pembangunan pembangkit listrik konvensional umumnya kita berbicara tentang pembangkit pada skala besar (untuk mendapatkan biaya unit terkecil -- economies of scale).
Apakah ini masih valid untuk pembangkit dengan sumber dari renewable energy?
Ada prinsip lain yang perlu dipertimbangkan disini: change the rule change the game.
Cara mudah untuk mengubah sebuah permainan adalah dengan mengubah aturannya.
Artinya mungkin perlu ada perubahan sudut pandang.
Barangkali perubahan ini yang akan menyebabkan harga energi renewable energi lebih kompetitif bagi segmen pasar tertentu. 

BAHAN DISKUSI

Sejumlah pertanyaan kritis kemudian muncul :
  1. Mengapa negara-negara berkembang bisa mempertahankan pertumbuhan investasi pada renewable energy sementara pada Eropa dan Amerika tidak? 
  2. Bagaimana strategi negara-negara Eropa untuk bisa bersaing dengan US dalam soal ketersediaan dan harga energi dengan  tetap memegang prinsip “to provide energy at the lowest possible cost” sehingga tetap ramah lingkungan dengan harga yang kompetitif?

KESIMPULAN DISKUSI (per 31 Desember 2013)

  1. Walau menghadapi berbagai tekanan, renewable energy tetap menjadi poin penting dalam pelestarian lingkungan di bidang energi.
  2. Renewable energy saat ini adalah energi ramah lingkungan dengan biaya pokok produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya sejenis untuk fossil based energy yang telah mapan beroperasi.
Namun pada skala tertentu, renewable energy yang memiliki biaya bahan baku yang relatif rendah dan proses produksi berbeda seharusnya bisa kompetitif untuk pasar tertentu. Pasar yang berbeda dengan pasar fossil based energy.
Keduanya merupakan opsi bagi penyediaan energi untuk pasar tertentu.
++

PEMIKIRAN ANGKATAN BERIKUTNYA (ME-2014)

oleh: 
Muchlishah, Muhammad Arwin, Anandita Willy Kurniawan, Syamsyarief Baqaruzi

Membicarakan isu tentang green energy ternyata tidak sederhana

Isu ini tidak terlepas dari bangunan segitiga Ekonomi – Energi – Lingkungan. 
Disitu ada banyak pihak yang terlibat dimana kepentingan mereka bisa berseberangan. Faktanya semangat untuk membangun pembangkit dari sumber-sumber energy terbarukan di Eropa dan Amerika Serikat menurun pada 2012. 
Sejauh ini energi yang bersumber dari fossil menawarkan tingkat harga yang lebih rendah dari kompetitornya yang menggunakan energi terbarukan tetapi yang pertama dianggap tidak ramah lingkungan. 
Ketersediaan energi yang murah dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif suatu bangsa dan diperlukan untuk menggerakkan perekonomian.
Ketersediaan energi yang murah dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif suatu bangsa dan diperlukan untuk menggerakkan perekonomian.

BAHAN DISKUSI 2014

  1. Mana yang sebaiknya kita dahulukan, pertumbungan ekonomi atau kelestarian lingkungan?
  2. Apakah semua energi fossil menjadi penyumbang efek gas rumah kaca? Dalam kondisi apa mereka tidak menimbulkan efek yang negatif?
  3. Apa betul tingkat harga energi yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi dari energi fossil? Bagaimana mereka membandingkan keduanya?
  4. Siapa saja segmen pengguna energi (listrik) dan digunakan untuk apa?
  5. Apakah energi yang berasal dari fossil dan energi yang berasal dari sumber-sumber baru dan terbarukan dapat hidup berdampingan? Lalu mengapa sekarang sepertinya tidak demikian?
  6. Bila merujuk pada teori investasi di kuliah Enginnering Economy, ada dua jenis investasi yaitu pertama untuk tujuan peningkatan revenue dan kedua untuk tujuan penurunan biaya (efisiensi). Manakah dari keduanya yang paling tepat untuk menghitung kelayakan energi baru dan terbarukan?

++

Artikel Terkait

89 komentar:

  1. 1. Mengapa negara-negara berkembang bisa mempertahankan pertumbuhan investasi pada renewable energy sementara pada Eropa dan Amerika tidak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut Moslener, salah seorang penulis Global Trends in Renewable Energy Investment 2013, sebuah laporan yang disponsori oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) mengatakan bahwa :

      “Energi terbarukan Biayanya turun drastis. Energi terbarukan mewakili 6,5 persen dari seluruh listrik yang dihasilkan dan mengurangi emisi karbon hingga 1 milyar ton pada 2012

      Negara berkembang menemukan bahwa memasang energi hijau akan jauh kurang mahal dibanding hanya mengandalkan bahan bakar fosil. Kata Moslener, negara-negara yang lebih miskin ingin mendapat keuntungan dari biaya energi yang stabil, lapangan pekerjaan baru, meningkatkan kualitas udara dan mengurangi kerusakan iklim dan kesehatan.

      Sementara debat politik mengenai masa depan energi hijau mengasyikkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, negara berkembang telah meraih energi yang lebih bersih. Langkah itu terefleksikan dengan tipisnya jurang investasi. Pada 2012, negara-negara berkembang menginvestasikan 112 milyar dollar untuk energi yang bersih, bandingkan dengan negara ekonomi maju yang menginvestasikan 132 milyar dollar.

      Padahal tahun 2007, investasi negara maju adalah dua setengah kali lipat dibanding negara-negara berkembang.

      Indrawan Nugrahanto ME13

      Hapus
    2. Menurut REN21 Renewables 2013 Global Status Report hal yang mempengaruhi perkembangan renewable energy di negara- negara maju salah satunya adalah komplikasi politik. Para investor faham, bahwa energi bersih tak lagi berbiaya lebih mahal dibanding energi fosil.Dengan demikian, ada banyak ketertarikan tentang potensi proyek berskala besar di banyak negara. Namun demikian, investasi energi bersih pada 2013 seharusnya lebih tinggi jika pemerintah di Eopa dan Amerika tidak secara tiba-tiba menarik diri dari kebijakan energi hijau. "Tak ada industri yang diperlakukan seburuk sektor energi bersih, khususnya di Eropa," kata Liebreich (Kepala Eksekutif Bloomberg New Energy Finance)
      Seringnya perubahan kebijakan yang kadang-kadang terjadi atas keseluruhan paket kebijakan di bidang energi terbarukan, menciptakan ketidakpastian pasar, yang membuat para investor mundur, menunggu kejelasan dan situasi yang lebih stabil.

      Hapus
    3. Kutipan yang diberikan Ibu Tyas Kartika patut kita perhatikan.

      "Tak ada industri yang diperlakukan seburuk sektor energi bersih, khususnya di Eropa," kata Liebreich (Kepala Eksekutif Bloomberg New Energy Finance)

      Boleh kasih link nya ya...

      Hapus
    4. berikut link yang bisa dibuat referensi keyword

      Hapus
    5. energi terbarukan yang diproduksi negara berkembang sebagian besar tidak diperdagangkan melalui negara tersebut melainkan melalui perusahaan yang berasal dari negara maju.

      klik disini.

      Hapus
    6. Seperti telah diketahui, Sejak beberapa tahun silam kepala negara dan pemerintahan Eropa menetapkan perlindungan iklim sebagai agenda utama. Energi terbarukan, efisiensi energi, reduksi gas rumah kaca dan teknologi ramah lingkungan merupakan proyek raksasa yang menuntut investasi besar, tapi diiringi dengan potensi pertumbuhan yang menjanjikan.

      Akan tetapi Eropa kini sedang tenggelam dalam krisis berkepanjangan, Eropa saat ini nyaris lumpuh jika berkaitan dengan investasi besar-besaran. Menurut Kersten-Karl Barth, Direktur Teknologi Berkelanjutan Siemens, teknologi ramah lingkungan di Eropa saat ini sudah tersedia luas, cuma tinggal menunggu penggunaannya, Teknologi yang di butuhkan untuk mencapai sasaran penurunan CO2 hingga tahun 2030 saat ini sudah tersedia hingga 70 persen. tetapi terhambat pertumbuhannya karena krisis ekonomi eropa.

      lalu hambatan yang lain adalah keamanan investasi jangka panjang, masih menurut Bart, "kita berbicara soal investasi berkelanjutan, investasi infrastuktur di kota, di kereta, di jalur transportasi, di sektor energi dan industri. Ini adalah investasi yang berjangka waktu lama dan keamanannya harus dijamin melalui kerangka hukum dan regulasi yang jelas."

      Barth mengkritik, sistem regulasi di Eropa saat ini memiliki banyak celah. Ia merujuk pada perdagangan emisi di Eropa. Saat ini harga sertifikat emisi gas buangan sedemikian rendah, sehingga industri dan perusahaan swasta enggan berinvestasi di teknologi yang ramah lingkungan. Kendati begitu parlemen Uni Eropa pertengahan April lalu menolak penarikan sertifikat CO2 dari pasar. Langkah tersebut sebenarnya dapat mengembalikan harga sertifikat CO2 ke level normal.

      lalu ada Hambatan ketidakjelasan terkait subsidi. Matthias Zöllner dari Bank Investasi Eropa, EIB, mewanti-wanti, seorang investor harus bisa berpegang pada informasi terkait seberapa tinggi dan berapa lama pemerintah membantu produksi energi terbarukan. "Saat ini subsidi di banyak negara di eropa sudah dikurangi secara drastis. Di Spanyol malah dihapus sepenuhnya dan ini menghancurkan banyak proyek."
      Sebaliknya pemerintah juga tidak bisa menetapkan besaran subsidi untuk jangka panjang. "Aturannya harus sudah jelas sejak awal. Selain itu pemerintah juga harus menetapkan kapan revisi bisa dilakukan dan dalam situasi seperti apa."

      Bank Investasi Eropa saat ini menyokong serangkaian proyek di bidang ekonomi hijau. Zöllner menilai pentingnya investasi di tengah melemahnya sirkulasi uang. Tahun depan EIB berencana menyiapkan dana pinjaman sebesar 60 milyar Euro. Karena menurut regulasi yang ada, bank investasi membiayai sepertiga dana proyek, total volume investasi di bidang energi terbarukan bisa mencapai 180 milyar Euro.

      sumber


      Hapus
    7. Faktor kebijakan terus menjadi pendorong pertumbuhan energi terbarukan. Hingga awal 2011, setidaknya 119 negara sudah memiliki kebijakan yang mendukung perkembangan energi terbarukan dalam skala nasional. Jumlah ini naik dua kali lipat dari 55 negara pada awal 2005. Lebih dari separuh negara adalah negara-negara berkembang.

      Setidaknya saat ini ada 95 negara yang mendukung produksi energi terbarukan. Kebijakan yang paling populer diterapkan adalah kebijakan tarif “feed-in” yang menjamin kontrak dalam jangka panjang dan akses terhadap jaringan listrik dan harga jual energi sesuai dengan biaya produksinya.

      Tahun lalu, nilai investasi di sektor energi terbarukan mencapai rekor US$211 miliar – meningkat 30% dibanding jumlah investasi pada 2009 yang sebesar US$160 miliar, dan lima kali lipat dari investasi pada 2004.

      Dana yang diinvestasikan pada perusahaan energi terbarukan, produksi energi skala besar dan proyek biofuel naik menjadi US$143 miliar. Untuk pertama kalinya jumlah investasi di negara berkembang mengalahkan negara maju sebagaimana tercantum dalam laporan “UNEP Global Trends in Renewable Energy Investment 2011”.

      (http://www.hijauku.com/2011/07/22/energi-terbarukan-tumbuh-pesat/)

      Adam ME 2013

      Hapus

    8. Arsitek Dunia Berkomitmen Tekan Jumlah Emisi Karbon
      Para arsitek dunia berkomitmen melakukan praktik desain berkelanjutan demi mengurangi perubahan iklim.

      Rencana untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dunia semakin lantang terdengar. Salah satunya berasal dari Kongres Dunia Union internationale des Architectes (UIA) di Durban, Afrika Selatan, pekan lalu.

      Sebanyak 124 anggota organisasi yang hadir telah mendeklarasikan komitmen mereka pada arsitektur berkelanjutan. Mereka bertekad akan mengadopsi Deklarasi 2050 Imperative. Deklarasi tersebut berisi rencana mengurangi emisi karbon dioksida dari bangunan.

      Deklarasi yang diadakan pada Rabu (8/8/2014) lalu itu mengetengahkan betapa gentingnya kondisi lingkungan saat ini. Karena itu, anggota UIA dari seluruh dunia perlu berkomitmen mewujudkan masa depan yang berkelanjutan dan keadilan.

      Sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/08/arsitek-dunia-berkomitmen-tekan-jumlah-emisi-karbon

      Ini adalah salah satu bentuk usaha nyata yang bisa dilakukan, dengan berkumpulnya organisasi-organisasi serupa pada disiplin ilmu lain diharapkan dapat menggerakkan dunia dalam mengurangi emisi karbon dan mendorong kerjasama antar negara sehingga proses peralihan ke energi hijau tidak mengguncang perekonomian dunia.

      Hapus
    9. Setuju dengan pendapat di atas sebenarnya itu terjadi karena adanya komplikasi politik dimana sama dengan pendapat Bapak Indrawan bahwa Para investor faham bahwa energi bersih tak lagi berbiaya lebih mahal dibanding energi fosil. Dengan demikian, ada banyak ketertarikan tentang potensi proyek berskala besar di banyak negara.

      Namun demikian, investasi energi bersih pada 2013 seharusnya lebih tinggi jika pemerintah di Eropa dan Amerika Utara tidak secara tiba-tiba menarik diri dari kebijakan energi hijau. Karena adanya penarikan diri dari kebijakan itulah Eropa dan Amerika tidak bisa mempertahankan pertumbuhan investasi pada sektor renewable energy.

      Dimas ME2014

      Hapus
  2. 2. Bagaimana strategi negara-negara Eropa untuk bisa bersaing dengan US dalam soal ketersediaan dan harga energi dengan tetap memegang prinsip “to provide energy at the lowest possible cost” sehingga tetap ramah lingkungan dengan harga yang kompetitif?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut hemat saya perlunya di buat regulasi pemerintah khususnya di negara-negara eropa guna memancing minat investasi di negara tersebut di bidang energi primer terbarukan karena akan sangat penting posisi renewable energy sebagai ke ikut sertaan mereka dan komitmen mengurangi efek gas rumah kaca sejak tahun 1990 sesuai dengan yang termaktub dalam protokol kyoto.

      Hapus
    2. Kira-kira regulasi apa pak. Bisa usul yang lebih konkrit ....

      Ekonomi Eropa sedang dalam masa sulit. Demand untuk barang, jasa, dan energi tentunya turun. Bahkan beberapa pembangkit dikhabarkan telah ditutup.

      Hapus
    3. Artikel ini sangat menarik.

      @pak Fajar, terima kasih clue dan arahannya… ('',)

      Ada kata "strategi" di sini dan kata "ekonomi" dari pak Fajar yang membuat kami berfikir cukup keras dan tertantang untuk membuka-buka referensi.

      Dilema yang diungkapkan di atas diperlihatkan juga oleh Jim Powell, penulis dan senior di Cato Institute, dalam tulisannya "How Europe's Economy is being Devastated by Global Warming Orthodoxy
      " dimana warga Eropa mengeluhkan harga energi saat ini yang sebagian besar diakibatkan oleh energi terbarukan yang ramah lingkungan. Di sisi lain warga melalui partai politik masih menginginkan pemerintah untuk mempromosikan energi terbarukan, terutama tenaga surya dan angin. Jim menulis bahwa hal ini membunuh perekonomian Eropa. Harga listrik yang tinggi menyulitkan industri dan pelaku usaha beroperasi. Jim memperlihatkan gap yang cukup besar antara biaya energi di Amerika yang rendah dan biaya energi di Eropa yang tinggi. Selain itu, Jim juga menuliskan bahwa pajak dari warga Eropa dipakai untuk mensubsidi energi terbarukan yang relatif mahal tersebut. Lebih lanjut disebutkan di tulisannya, mengapa tenaga surya dan angin relatif mahal dan mengapa energi terbarukan menjadikan problematika yang cukup mahal untuk grid. Yang cukup mengejutkan, beberapa fakta yang diperlihatkan mengenai skeptisnya beberapa pihak di Eropa mengenai isu pemanasan global dan perubahan iklim. Lalu bagaimana ini?

      Gunther H. Oettinger, seorang European Commissioner untuk Energi yang sebelumnya merupakan minister-president untuk salah satu negara bagian Jerman, Baden-Wurttemberg thn 2005-2010 lalu, menuliskan artikel yang sangat influens, berjudul
      "A European energy strategy is required to secure EU's future energy needs"
      . Pada artikel disebutkan bahwa Eropa menghadapi sejumlah masalah untuk kesinambungan suplai energinya, mulai dari isu perubahan iklim hingga ketergantungan impor energi dari luar EU (European Union). Gunther juga mengatakan di artikel tersebut bahwa pada saat yang sama EU membutuhkan harga energi yang terjangkau, karena daya saing perekonomian EU sangat bergantung pada harga energi yang kompetitif dan kehandalan suplai.

      (....dilanjutkan lagi karena keterbatasan karakter pada comment...)

      Hapus
    4. (.... lanjutan dari comment sebelumnya...)

      Secara eksplisit, tidak spesifik bertujuan untuk bersaing dengan AS, Gunther mengatakan dalam artikel tersebut bahwa policy tiap negara saja tidak cukup untuk perbaikan ekonomi yang kuat dan sejahtera. Disebutkan bahwa diperlukan visi bersama EU agar ada tujuan dari policy-policy yang dibuat, dimana visi bersama EU untuk energi adalah daya saing (competitiveness), kebersinambungan (sustainability) dan ketahanan suplai energi (security of supply).

      Untuk mendukung hal itu, dibuatlah European Energy Roadmap 2050 yang mengindikasikan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mencapai emisi karbon yang lebih rendah pada sistem energi EU. Tujuannya tidak untuk membandingkan satu dengan yang lain, namun untuk identifikasi elemen mana yang berjangka panjang kepada investasi. Kesimpulan dari roadmap tersebut cukup sederhana: transformasi energi EU dapat dilakukan, baik secara teknis maupun ekonomis.

      Gunther menawarkan lima pilar untuk dijalankan:

      1. Fokus pada efisiensi energy (energy savings)
      Efisiensi dapat menguntungkan individu dan bisnis, namun tidak semua efisiensi itu menyenangkan. Kaitannya dengan komitmen untuk mengurangi emisi dan mencapai efisiensi energi sebesar 20 persen pada tahun 2020, hal yang paling mungkin dan potensial dilakukan adalah mereduksi kebutuhan energi yang tidak perlu dan menjaga daya saing. Ada beberapa langkah nyata EU yang perlu diambil yang dapat dibaca di artikel tersebut.

      2. Menuju perubahan teknologi
      Perubahan teknologi energi diperlukan yang bertujuan agar energi EU menjadi yang terdepan. Kuncinya adalah inovasi, dimana harus ada usaha untuk menggali sesuatu yang baru, yang belum ada sebelumnya, dan mengkomersialisasinya. Implementasi "Strategic Energy Technology Plan" dengan proyek-proyek harus bertujuan untuk memberi nilai tambah produk EU, termasuk smart grid untuk menyambungkan semua sistem grid listrik hingga ke perumahan dan memberi akses pada sumber energi terbarukan. Bila berbicara inovasi, dan itu terkait dengan hal-hal yang baru, maka mau tidak mau harus dibicarakan aspek pembelajaran. Pembelajaran organisasi yang terintegrasi harus terjadi pada level individu, tim dan sistem organisasi. Meski tidak semua inovasi berjalan mulus, efektivitasnya bisa dilihat sebagai kemampuan mengelola perubahan. Gunther mengatakan bahwa program
      Horizon 2020
      dapat memberikan pendanaan yang cukup untuk riset dan inovasi di bidang energi. Program Horizon 2020 adalah program riset dan inovasi EU terbesar dengan budget total hingga 80 milyar Euro selama 7 tahun untuk memindahkan ide-ide inovatif dari akademisi atau lab ke pasar. Program tersebut merupakan instrumen finansial yang bertujuan untuk daya saing EU secara global.

      (...dilanjutkan di comment selanjutnya karena keterbatasan karakter setiap comment...)

      Hapus
    5. (...lanjutan dari comment sebelumnya...)

      3. Prinsip satu pasar (single market) untuk energi Eropa yang kuat dan terintegrasi
      Batas antar-negara akan mengancam satu pasar ini yang berujung pada melemahnya daya saing industri EU dan suplai kebutuhan pokok rakyat EU. Eksistensi infrastruktur yang memadai merupakan hal yang esensial. Gunther mengatakan bahwa pada tahun 2015 nanti, tidak boleh lagi ada negara yang terisolasi dari suplai energi dari pasar EU. Sehingga, diperlukan usaha bersama yang nyata untuk mencapai tujuan bersama: solidaritas, suatu pasar yang terkoneksi satu sama lain, kapasitas tenaga yang baru, "smart grid" dan energi terbarukan pada harga yang kompetitif. Satu pasar Eropa untuk energi akan meningkatkan daya saing untuk energi terbarukan, dimana kelebihan energi pada negara-negara EU di belahan selatan pada saat cerah dan hangat dapat mensuplai energi ke negara-negara EU di belahan utara pada saat berawan dan dingin, begitu pula sebaliknya.

      4. Mengutamakan rakyat
      Usaha-usaha di atas harus mengutamakan dampak kepada rakyat EU sebagai konsumen. Kebijakan energi harus lebih berpihak pada rakyat dan membutuhkan trasnparansi dan informasi. Hal ini termasuk hak konsumen pada kebutuhan dasar energi setiap waktu, termasuk suplai pada saat krisis. Kebijakan energi EU bertujuan untuk peningkatan transparansi, akses informasi, pengembangan infrastruktur yang memadai dan perlindungan terhadap konsumen.

      5. Memperkuat EU leadership di dunia
      Saat ini, EU merupakan pasar energi regional yang terbesar di dunia dengan penduduk sebesar 500 juta, dengan kebutuhan energi seperlima kebutuhan energi dunia. Setiap hari EU mengimpor energi rata-rata sebesar 3 juta TOE. Untuk itu, kepemimpinan (leadership) EU mutlak dibutuhkan. Aspek geopolitik EU harus diperhatikan. Setiap EU menyatakan satu suara terhadap suatu isu, harus terlihat hasilnya. Hubungan internasional EU harus bertujuan untuk "strategic partnership" dengan key partners.

      Pada akhirnya, Eropa harus menentukan target jangka panjangnya untuk Energi dan Lingkungan, apakah akan sama dengan taget jangka menengahnya, tahun 2020, yakni: reduksi emisi karbon, peningkatan energi terbarukan, dan peningkatan efisiensi, atau apakah hanya dua dari tiga target tersebut, atau hanya salah satu saja. Keputusan harus jeli dan cepat dibuat, sehingga semua negara-negara Eropa dapat bersiap-siap dan memberikan kepastian kepada investor dan pelaku industri. Generasi saat ini harus menjadikan peluang visi strategis ini menjadi kenyataan.

      Bagus W., ME'13

      Hapus
    6. @pak Bagus.
      Tulisan yang sangat komprehensif dan menarik.

      Saya ingin menyoroti soal pentingnya kaitan keberadaan visi bersama (bukan visi pribadi), tujuan, dan policy.

      Visi bersama EU yaitu adalah daya saing (competitiveness), kebersinambungan (sustainability) dan ketahanan suplai energi (security of supply).

      Tujuan EU adalah menjaga kesinambungan suplai energi.

      Energi Terbarukan adalah bagian dari strategi untuk mencapai tujuan tersebut.

      Policy merupakan instrumen untuk menjalankan strategi tersebut (kita akan mempelajari detail ini di kuliah yad.)

      Jadi, policy tanpa keberadaan visi bersama, tujuan, dan strategi jadi tidak bermakna ibarat orang yang jalan tanpa tujuan. Dia akan selalu benar dimanapun dia berada (karena tidak punya pembanding).

      Hapus
    7. Sedikit menambahkan tentang strategi uni eropa tentang energi ini.

      Uni Eropa (UE) sudah lama melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan efisiensi energi maupun energi terbarukan. Parlemen Eropa di Brussels memiliki wewenang hukum untuk mengeluarkan legislasi yang diberlakukan untuk seluruh wilayah UE. Pada tahun 2012 parlemen Uni Eropa telah mengeluarkan pedoman baru mengenai efisiensi energi.

      Dibandingkan banyak wilayah lain di dunia, Eropa sudah lebih dulu mempromosikan strategi energi mereka dengan nama ’20-20-20’. UE ingin menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 20% melalui kontribusi pemanfaatan energi terbarukan pada total bauran energi dan menurunkan penggunaan energi sebesar 20%, yang harus dicapai di tahun 2020.

      UE mengeluarkan pedoman baru Efisiensi Energi pada tahun 2012 lalu namun baru terlaksana awal Mei 2013 ini. Sebelum pedoman ini dikeluarkan, target UE untuk memanfaatkan energi terbarukan sudah dicapai hampir lebih dari 20%. Begitu juga dengan target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Namun untuk menurunkan konsumsi energi hingga 20% atau pada kisaran 1.474 Mtoe diperkirakan belum bisa dicapai pada tahun 2020 mendatang. Saat ini status penggunaan energi masih pada 1.678 Mtoe atau 13% kurang dari angka target pencapaian.

      Target yang disebut juga dengan istilah “4×20” ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing Eropa di pasar global, antara lain dengan menurunkan biaya energi di UE hingga 200 milyar Euro per tahunnya, menciptakan 2 juta lapangan kerja “hijau” dan mendorong Litbang untuk memposisikan UE terdepan dalam bidang teknologi rendah karbon. UE juga sekaligus akan meningkatkan ketahanan energinya dengan mengurangi ketergantungan pada energi import, menghemat investasi untuk infrastruktur energi dan meningkatkan keseimbangan dalam struktur perdagangan karbon, sehingga dapat meningkatkan upaya mengurangi tingkat emisi CO2 dan bentuk kerusakan lingkungan lainnya dalam rangka mencapai kemakmuran yang berkelanjutan.

      Berbagai Langkah Komprehensif

      Pedoman Efisiensi Energi (PEE) mencakup kebijakan dan langkah yang diperlukan untuk menghemat energi di sektor ekonomi, termasuk rumah tangga, jasa penyediaan energi, industri dan sektor umum. Pedoman ini dikeluarkan untuk mengarahkan negara-negara anggota UE dalam upaya membuat target indikatif dalam bidang efisiensi energi.

      PEE mendorong sektor publik agar mengutamakan pembelian produk-produk, jasa, dan bangunan yang memiliki kinerja efisiensi energi yang tinggi. Pedoman ini diharapkan menciptakan proyek-proyek renovasi bangunan dengan luas di atas 250 m2 untuk menjadikannya lebih hemat energi, memperkenalkan sistem manajemen energi, dan mempromosikan Kontrak Kinerja Energi yang melibatkan perusahaan-perusahaan jasa energi.

      Untuk meningkatkan partisipasi konsumen dalam melakukan gerakan hemat energi, pemerintah setiap negara anggota UE diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi konsumen dengan cara menetapkan kewajiban-kewajiban EE bagi perusahaan listrik, memperkenalkan smart meter sehingga konsumen dapat mengatur pemakaian listrik mereka, dan meningkatkan metode pengenaan biaya yang sesuai dengan biaya energi aktual dan lebih akurat.

      Pada sektor bisnis, negara-negara anggota UE dihimbau untuk mengaudit kinerja energi perusahaan-perusahaan besar dan mewajibkan mereka untuk mengaplikasikan Sistem Manajemen Energi.

      sumber

      Hapus
  3. 3. Apa yang dimaksud dengan harga energi renewable energi mungkin bisa lebih kompetitif bagi segmen pasar tertentu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena memilih segmen tertentu agar lebih fokus saya ambil permasalahan perkembangan renewable energi di indonesia,Energi solar dan energi terbarukan lainnya sulit berkembang di Indonesia selama subsidi bahan bakar minyak tetap tinggi. Tidak kompetitifnya harga energi itu juga dikarenakan belum efisiennya biaya produksi energi tersebut. Oleh karena itu, harus ada technological improvement agar energi tersebut bisa bersaing dibandingkan energi minyak bumi. Demikian diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Poernomo Yusgiantoro seusai berbicara pada "International Workshop on Solar Energy Utilization"

      harga per kilowatt hour (kwh) energi solar saat ini sekitar 9-10 sen dolar AS. Sedangkan harga energi yang berasal dari minyak bumi (BBM) saat ini sekitar 4-5 sen dolar per kwh. Mahalnya harga energi solar tersebut karena masih mahalnya peralatan pembangkit energi solar dengan produksi energi yang relatif rendah. Sebaliknya, lebih rendahnya harga energi dari minyak bumi di karenakan masih adanya subsidi BBM

      Hapus
    2. Menanggapi pak Indrawan.

      Yang sebenarnya tidak demikian. Kita hanya copy & paste pernyataan orang lain tapi tidak pernah benar-benar mencoba dan menghitung sendiri.

      Kita punya pengalaman sendiri.

      Tips (1) besar daya yang dibangkitkan. (2) fungsi bukan replacement existing tapi menjadikan existing sebagai backup. (3) masa studi yang digunakan. (4) lakukan sensitivity analysis.

      Kita diskusikan pada pertemuan berikutnya tahun depan (2014)

      Hapus
    3. Mengutip dari artikel "Selama ini jika berbicara tentang pembangunan pembangkit listrik konvensional umumnya kita berbicara tentang pembangkit pada skala besar (untuk mendapatkan biaya unit terkecil -- economies of scale).
      Apakah ini masih valid untuk pembangkit dengan sumber dari renewable energy?
      Ada prinsip lain yang perlu dipertimbangkan disini: change the rule change the game.
      Cara mudah untuk mengubah sebuah permainan adalah dengan mengubah aturannya.
      Artinya mungkin perlu ada perubahan sudut pandang.
      Barangkali perubahan ini yang akan menyebabkan harga energi renewable energi lebih kompetitif bagi segmen pasar tertentu."
      Yang dimaksud harga renewable energy lebih kompetitif bagi segmen pasar tertentu adalah mengembangkan renewable energy dimulai pada segmen yang terkecil dulu, sebagai contoh pada rumah tangga. Mungkin akan lebih kompetitif harganya jika dihitung untuk jangka panjang.

      Hapus
    4. Saya sepakat dengan mbak Tyas...

      Selama ini kita selalu berfikir untuk menggantikan pembangkit. Bahkan untuk skala rumah tangga pun, kita kadang berfikir untuk menggantikan suplai listrik dari PLN.

      Persepsi ini harus diubah sehingga menjadi cocok untuk segmen tertentu. Misalnya, dengan memisahkan beban-beban linear di rumah (lampu atau penerangan, TV panel, dsb) dengan beban-beban motor di rumah (pompa air, kulkas, AC, kompresor, dsb) untuk kemudian memasang sel surya di rumah untuk beban-beban linear yang ada. Lalu listrik dari PLN tetap ada untuk beban-beban lainnya. Untuk jangka panjang, tagihan listrik yang dirasakan makin ringan.

      Tidak cukup disini, skala rumah tangga pun dapat melakukan konservasi energi. Misalnya panas yang ditimbulkan oleh heat exchanger kulkas (karena menyala terus menerus) dan panas dari mesin AC dapat ditangkap dan dijadikan pemanas air, untuk mandi dsb.

      Lalu bagaimana maintenance-nya? Pemasangan sel surya dan instalasinya kita desain agar tidak menyulitkan maintenance kita di tahun-tahun mendatang.

      Menarik bukan? Dan teknologinya sudah tersedia.... Tinggal berpulang ke willingness kita...

      Salam,
      Bagus W., ME'13

      Hapus
    5. Untuk negara negara berkembang memang seperti itu, dan seperti di eropa (jerman) harga dari renewable energy memang lebih kompetitif pada segmen rumah tangga bahkan lebih mahal, namun apakah hal tersebut dapat diimplementasikan pada negara kita? kalo ingin mereapkan hal tersebut di Indonesia, tentunya sosialiasi ttg teknologi ini perlu didikampanyekan, rubah minset masyarakat kita dari yang mengandalkan listrik PLN menjadi suatu kebutuhan yang perlu dicari tiap tiap individu, energi menjadi suatu kebutuhan padi tiap personal sehingga tiap personal mencari energi tersebut. Regulasi pemerintah harus jelas, sehingga win win solution lah yang didapat bukan sebaliknya. budaya konsumtif kita pun menjadi kendala serta pengetahuan antar renewabe dan kondisi kekinian energi fosil yang masyarakat pada umumnya belum mengetahui sehingga bagaimana bisa menerapkan di indonesia kalo itu belum dipeuhi sehingga untuk saat ini reneable energi tidak kompetitif di ndonesia

      Hapus
    6. @Difi Nuary
      Apakah bisa share hitung-hitungan keekonomiannya untuk Indonesia? Dan asumsi yang digunakan.

      Then, let's make it happen.

      Hapus
    7. Untuk kasus di Indonesia, kita sama-sama ketahui ada masalah di sistem kelistrikkan kita terutama yang dihadapi oleh PT. PLN seperti subsidi yang terus membengkak. Selisih antara harga produksi dan harga jual energi listrik adalah penyebab utama. Harga produksi membengkak karena sebagian besar energi listrik dibangkitkan dengan BBM yang mahal serta tidak efisiennya sistem pembangkit, transmisi, dan distribusi. Rendahnya harga jual juga menyebabkan dorongan untuk melakukan penghematan menjadi sangat rendah di kalangan konsumen. Di sisi lain, banyak konsumen yang tidak layak mendapatkan subsidi atau mampu membayar lebih mahal jika kwalitas listrik yang didapat bisa dijamin.

      lalu hal unik di Indonesia adalah kondisi geografis negara kita yang terdiri atas banyak pulau dan terletak di dekat katulistiwa. Kondisi banyak pulau merupakan kondisi unik yang tidak bisa dibandingkan dengan negara lain sehingga agak susah melakukan benchmark apakah sistem kita sudah efisien atau belum. Kondisi negara yang terletak di katulistiwa juga membawa konsekuensi tersendiri. Di pulau Jawa dan Sumatra misalnya, semua orang bangun dan tidur pada waktu yang sama, semua melakukan aktivitas pada jam yang sama. Semua merasakan temperatur yang hampir sama. Akibatnya, beban puncak di seluruh bagian pulau Jawa dan Sumatra terjadi pada waktu yang sama. Artinya, keuntungan sistem interkoneksi yang diharapkan bisa mengurangi beban puncak menjadi tidak ada. Kondisi ini berbeda dengan Eropa dan Amerika yang temperaturnya berbeda dari bagian satu ke bagian yang lain dan mempunyai beda waktu yang cukup signifikan. Dengan kata lain, pola perencanaan yang berjalan baik di Amerika dan Eropa tidak serta merta bisa kita terapkan di Indonesia.

      Kalau mau bijak, penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi bisa menjadi solusi yang diyakini paling tepat dan lebih murah untuk Indonesia. energi terbarukan justru lebih eko­nomis untuk menyediakan listrik bagi kawasan perdesaan dan terpencil yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik.

      Bahkan menurut Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Service Reforms (IESR), Mengingat negara Indo­nesia adalah negara kepulauan, energi terbarukan adalah solusi optimal bagi penyediaan listrik bagi pulau-pulau di Indonesia terutama pulau-pulau kecil, diban­dingkan pembangkit listrik dengan menggunakan BBM.

      sumber

      Hapus
    8. Sedikit tambahan untuk Indonesia sendiri, Pengembangan energi alternatif memerlukan komitmen penuh dari pemerintah dan investor. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi untuk pengembangan energi alternatif.

      Pertama, menyelesaikan permasalahan tumpang tindih lahan hutan dan pertambangan. Hal ini banyak terjadi pada pengembangan energi panas bumi. Seringkali lokasi cadangan panas bumi terdapat ditengah hutan. Hal ini terkadang menimbulkan masalah karena daerah yang awalnya merupakan kawasan tambang bisa mendadak berubah menjadi kawasan hutan lindung bahkan cagar alam. Perubahan ini terjadi karena ada perubahan RTRW, moratorium hutan, ataupun merupakan daerah indikatif konservasi ekosistem. Perubahan ini seringkali menghambat proses eksplorasi dan eksploitasi panas bumi, dan pada akhrinya menghambat pembangunan pembangkit listrik bertenaga panas bumi.

      Dalam konteks ini, koordinasi di dalam internal pemerintah harus diperkuat. Kementerian ESDM yang mengeluarkan izin usaha pertambangan dan Kementerian Kehutanan yang membuat status hutan harus berkoordinasi dengan baik. Jangan sampai, investor sudah mendapatkan WKP dan IUP Eksploitasi, akan tetapi dalam perkembangannya Kementerian Kehutanan mengganti status hutan di kawasan tersebut.

      Kedua, pengembangan R&D. Pemerintah harus berkomitmen penuh untuk menopang R&D dalam pengembangan energi alternatif. Hal ini bisa dilakukan dengan memperkuat kerjasama tripatrit antara pemerintah-swasta-universitas. Selain itu, dana R&D dalam APBN harus ditingkatkan, sehingga penelitian terkait energi alternatif dapat diperbanyak.

      Ketiga, komitmen politik. Isu seputar energi alternatif hanya berkembang apabila ada kenaikan bahan bakar minyak, setelah itu, isu tersebut lenyap. Oleh sebab itu, komitmen dan konsistensi dari seluruh stakeholders, terutama pemerintah sangat diperlukan. Jangan sampai energi alternatif hanya menjadi janji-janji politik belaka dan menjadi wacana yang segera lenyap apabila sudah tidak populis.

      Apabila langkah-langkah konkrit tersebut dapat dilakukan, berkembangnya energi alternatif di Indonesia tidak menjadi mimpi di siang bolong. Komitmen stakeholders dan kepemimpinan pemerintah yang kuat harus hadir, agar mimpi energi alternatif dapat menjadi kenyataan.

      Hapus
    9. Harga renewable energy mungkin bisa kompetitif bagi segmen pasar tertentu. Bila kita meninjau komponen biaya produksi energi listrik, kita telah pelajari adanya komponen A-B-C-D dan E (Transmisi). Untuk renewable energy, umumnya harga komponen A lebih tinggi dibanding energi fossil. Bagaimana untuk daerah terpencil (terisolasi), dimana tidak ada sumber energi primer selain Surya, tidak ada saluran transmisi yang menjangkau daerah tersebut, tidak ada transportasi yang memadai untuk pengiriman batu-bara. Di Indonesia, daerah seperti ini masih ada bahkan untuk pengiriman BBM untuk PLTD harus menggunakan pesawat udara. Bagaimana harga energi listrik untuk daerah seperti ini bila mengandalkan energi fossil yang konon relatif lebih murah? Mungkin kita harus melakukan simulasi perhitungan untuk mengambil kesimpulan dan ada kemungkinan harga listrik dari renewable energi akan lebih murah dari energi fossil untuk daerah-daerah terisolasi seperti ini.

      Hapus
    10. saya setuju dengan pendapat dari pak pondy, mengenai keterkaitan antara harga renewable energy dengan komponen - komponen biaya pembangkit yang terdiri dari komponen A-B-C-D dan E (optional).
      Namun, jika subsidi pemerintah sudah lebih banyak diberikan pada renewable energy, maka bukan tidak mungkin harga renewable energy akan jauh lebih murah daripada harga energi listrik dari fossil.

      Hapus
    11. @Mba Tyas, kenapa harus bergantung kepada subsidi pemerintah? Karena setau saya yang disubsidi oleh pemerintah adalah harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat, bukan bergantung kepada jenis pembangkitnya.
      Menurut saya ada pola fikir yang harus diperbaiki. Harga renewable energy bukanlah energy yang murah, akan tetapi harga energy yang cenderung stabil apabila dibandingkan dengan energy fosil.

      Hapus
    12. @pak Nurrahman.

      Setuju. Ada pola fikir yang salah disini.
      Kita jelas tidak bisa menyelesaikan suatu masalah menggunakan pola pikir yang sama padahal kasusnya berbeda.

      Salah satunya mengapa semua berfikir untuk menjual listrik dan mendapatkan "gain"? Mengapa tidak berfikir untuk konsumsi sendiri untuk tujuan penghematan?

      Berhenti berharap.
      There is always something you can do because we are engineer.

      Hapus
  4. Menambahkan tentang pasar kompetitif penggunaan renewable energi khusus solar sel banyak digunakan untuk saat ini diluar pulau jawa adalah untuk keperluan BTS ((Base Transceiver Station) dimana listrik sangat sulit didapat seperti diperbatasan dan pedalaman dengan daya hanya 450 sampai 900 watt per bts maka sollarcell dapat menghidupkan satu BTS untuk keperluan telekomunikasi. contoh perbatasan NTT dan timor leste dimana banyak orang diperbatasan jika ingin berkomunikasi masih harus menggunakann signal dari negara tetangga.
    Argianto ME13

    BalasHapus
  5. Berikut artikel menarik terkait pasar segmen EBT :

    Penelitian terbaru dari MIT dan Santa Fe Institute (SFI) menunjukkan inovasi energi terbarukan semakin semarak, menciptakan ribuan paten baru. Kondisi ini didukung oleh melimpahnya investasi di bidang penelitian dan pengembangan (R&D) serta pasar energi baru dan terbarukan (EBT) yang menjanjikan.

    Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS ONE ini adalah hasil kajian jangka panjang Jessika Trancik, peneliti dari MIT, Luís Bettencourt dari SFI dan Jasleen Kaur dari Indiana University. Bertiga mereka membangun pusat data paten energi bersih yang dikeluarkan oleh lebih dari 100 negara dalam periode 1970 hingga 2009. Secara keseluruhan mereka menganalisis lebih dari 73.000 paten terkait teknologi energi bersih.

    Dari data-data tersebut, tim peneliti menyimpulkan, telah terjadi peningkatan jumlah paten energi bersih secara dramatis dalam 40 tahun terakhir. Terutama paten yang berhubungan dengan energi surya dan angin. Paten bahan bakar fosil menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Sementara paten energi nuklir datar atau tidak ada sama sekali.

    Contoh, pada periode 2004 hingga 2009, jumlah paten yang dikeluarkan untuk energi surya naik 13% per tahun. Sementara paten untuk energi angin naik rata-rata 19% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini melampaui pertumbuhan paten teknologi lain seperti teknologi semikonduktor dan komunikasi digital.

    Secara keseluruhan, paten energi bersih di Amerika Serikat naik dari hanya 200 paten per tahun pada periode 1975 ke 2000, menjadi lebih dari 1.000 paten per tahun pada 2009. Sementara paten bahan bakar fosil naik menjadi 300 paten per tahun pada 2009 dari 100 paten per tahun satu dekade sebelumnya.

    Tim peneliti menyimpulkan, dampak kumulatif investasi pemerintah dan industri menjadi pemicunya. Pertumbuhan pasar energi terbarukan – memanfaatkan subsidi, keringanan pajak dan insentif dari pemerintah – menjadi faktor pendorong berikutnya. Kabar baiknya, tren ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat namun juga di negara-negara lain, tidak ketinggalan di China.

    Menurut tim peneliti pengembangan energi bersih dan terbarukan memerlukan komitmen jangka panjang. Bantuan investasi dari masyarakat diperlukan pada masa awal perkembangan EBT. Sehingga teknologi ini bisa diadopsi oleh masyarakat.

    Keberhasilan investasi di energi bersih ini tidak hanya diukur dari jumlah paten yang dihasilkan namun juga dari biaya dan harganya yang semakin kompetitif pada masa datang. Sehingga energi bersih tidak hanya menjadi solusi masalah lingkungan dan perubahan iklim, juga mampu menciptakan peluang bisnis dan ekonomi.

    Sumber : http://www.hijauku.com/2013/10/14/inovasi-energi-terbarukan-semarak/

    BalasHapus
  6. Q1.2014
    Mana yang sebaiknya kita dahulukan, pertumbungan ekonomi atau kelestarian lingkungan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini merupakan pilihan yang cukup sulit, antara kelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. di satu sisi jika kita mementingkan kelestarian lingkungan maka pertumbuhan ekonomi akan terhambat, di satu sisi jika kita terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi, maka lingkungan yang jadi dampaknya. Pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai tanpa pembangunan ekonomi. Di satu sisi pembangunan ekonomi berjalan hampir beriringan dengan menurunnya daya tahan dan fungsi lingkungan hidup, pembangunan yang terlalu berorientasi dalam mengejar pertumbuhan seringkali mengabaikan aspek pengelolaan lingkungan. Dalam hal ini indikator dari pertumbuhan ekonomi adalah bidang energi dimana dengan penyediaan energi yang murah dan mudah akan memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih, sementara dari artikel dalam topik khusus ini energi fosil masih terbilang lebih murah dibanding energi baru terbarukan. Kalau penggunaan energi fosil ini dibiarkan terus menerus, maka lingkungan yang jelas terkena dampaknya secara langsung sementara jika kita memilih kelestarian lingkungan dengan lebih memanfaatkan energi baru terbarukan mungkin pertumbuhan ekonomi akan terhambat, namun dampak yang dihasilkan masih lebih baik daripada kita memilih mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan aspek lingkungan. Dengan perbaikan di sistem, artinya penggunaan energi baru terbarukan sedikit demi sedikit menggantikan sumber energi fosil, kami yakin bahwa suatu ketika pertumbuhan ekonomi akan maju juga karena suatu negara tidak bisa selamanya menggunakan energi fosil, hanya untuk permulannya memerlukan effort yang lebih. Jadi untuk saat ini kelestarian lingkunganlah yang menurut kami lebih penting.

      Hapus
    2. Untuk menjawab pertanyaan ini saya menemukan sumber yang cukup menarik, bukan artikel yang baru tapi tidak terlalu lama untuk dibahas.
      Dalam salah satu paragraf artikel tersebut dibahas mengenai cita-cita hidup 100% tanpa pertumbuhan ekonomi. Berikut adalah kutipan artikel tersebut:

      Setelah gagalnya KTT Iklim di Kopenhagen tahun 2009, peluang menemukan kesepakatan dalam waktu dekat ini sangat kecil. Demikian menurut perkiraan pakar. Yang lebih tidak mungkin adalah bahwa negara-negara sepakat untuk mengurangi atau bahkan menghentikan pertumbuhan ekonominya. Cita-cita untuk hidup seratus persen tanpa pertumbuhan ekonomi sangat meluas di kalangan gerakan lingkungan di negeri industri barat.

      Sumber:
      http://www.dw.de/pertumbuhan-atau-pelestarian-lingkungan/a-16887236-2

      Pada akhirnya disimpulkan hal tersebut mustahil untuk dilakukan. Egoisme negara-negara yang menjadi bagian anggota KTT iklim di Kopenhagen tahun 2009 tidak akan bisa dikendalikan.

      Namun hal besar mengancam seluruh penduduk bumi. Rekor suhu tertinggi bumi, peningkatan penyakit infeksi, bahaya polusi adalah hanya sebagian kecil dari hal yang mengancam bumi. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan cepat dari seluruh penduduk dunia.
      Sumber:
      http://www.dw.de/sakit-akibat-perubahan-iklim/a-17888962

      Jangan sampai pertumbuhan ekonomi habis untuk membiayai penuntasan penyakit-penyakit infeksi misalnya.
      Solusi terbaik adalah pengembangan Green energy di tempat yang tepat sehingga biaya bisa ditekan, kemudian ekonomi bisa berkembang dan pada akhirnya perkembangan ekonomi juga tetap berjalan.

      Salah satu contoh:
      http://bisnis.liputan6.com/read/2019341/foto-pertama-di-ri-pln-batam-operasikan-cng-marine

      Hapus
    3. Kepada Ibu Lisha, sedikit komentar saja, apakah CNG termasuk sumber energi yang ramah lingkungan/"green energy?" Bukankah CNG termasuk sumber energi dari fosil yang bisa menghasilkan emisi yang ramah lingkungan?
      Kemudian bagaimana mengatasi daerah yang memang tidak memiliki/sangat sedikit memiliki sumber energi "green energy" tersebut?

      Kenyataannya di Indonesia sebenarnya banyak memiliki sumber energi yang dimaksud "green energy" tersebut sebagaimana sumber berikut (http://www.irena.org/REmaps/countryprofiles/asia/Indonesia.pdf#zoom=75) meskipun lokasinya tersebar, namun diperlukan biaya investasi yang cukup tinggi (masih tinggi, dan letaknya tersebar) sementara kebutuhan energi meningkat dengan cepat (hampir eksponensial) sehingga dalam pemenuhan project 10.000 MW tahap 1 banyak digunakan bahan bakar batubara (realistis mengingat Indonesia kaya akan sumber tersebut) namun perlu diingat bahwa rasio antara produksi dan ekspor batubara hampir 100% artinya hampir semua yang diproduksi Indonesia di ekspor, dan suatu saat semakin menipis cadagngannya, dan mau tak mau "green energy" yang dipakai. Dan dampaknya bisa dilihat saat cadangan batubara sudah habis, menyisakan sisa-sisa dampak lingkungan yang terjadi, dan biaya untuk recovery lingkungan tidak sedikit lho.

      Secara ekonomi mungkin dengan banyak penggunaan energi fosil tersebut peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup besar terjadi, namun bisa dibayangkan jika Indonesia tidak siap menghadapi kelangkaan sumber energi fosil yang mungkin terjadi? Ditambah biaya eksternalitas yang mengikuti (kerusakan lingkungan akibat penggunaan energi fosil yang terus menerus). Bagaimana dengan nasib ekonomi di Indonesia jika kita tidak mempersiapkan diri dengan penggunaan energi terbarukan yang juga ramah lingkungan??Tentu Indonesia tidak mau bernasib seperti negara Nauru, yang tadinya ekonominya bagus, menjadi negara miskin sekarang, lingkungannya rusak, karena hanya berpatokan pada pertumbuhan ekonomi tanpa menjaga kelestarian lingkungan. Karena pertumbuhan ekonomi tidak ajeg, ada saatnya negara pertumbuhan ekonominya bagus ada kalanya agak tersendat, sementara efek lingkungan merupakan sebuah realita, sebuah kepastian yang terjadi akibat penggunaan energi fosil dan mengesampingkan "green energy". Sehingga mau tidak mau harus beralih ke energi terbarukan cepat atau lambat.

      Ada yang bisa menambahi?

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    4. Hal ini telah menjadi pertanyaan yang diperdebatkan oleh seluruh industri ketika pemimpin mereka dihadapkan oleh kedua pilihan (pertumbuhan ekonomi atau kelestarian lingkungan). Namun, menurut review literatur, pemimpin pemimpin sekarang memprioritaskan Kelestarian lingkungan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan masalah kelestarian lingkungan berkaitan dengan masyarakat sekitar, kebijakan dan regulasi pemerintah, kepercayaan investor dan lain lain. Contoh masalah kelestarian lingkungan adalah polusi, pencemaran tanah, pencemaran air yang mana menyangkut kehidupan orang banyak.

      Akibat apabila industri yang tidak memprioritaskan kelestarian lingkungan adalah biaya resiko yang dikeluarkan jauh lebih besar dibandingkan perkiraan. Biaya resikonya misalnya adalah penutupan operasi oleh pemerintah karena ketidaktaatan pada regulasi, biaya kesehatan masyarakat yang terkena dampak lingkungan, pencabutan investasi oleh investor dan masih banyak lagi. Hal inilah yang harus dipertimbangkan yakni Biaya Resiko.

      Ini menjadi tantangan bagi seluruh pimpinan untuk menyeleraskan pertumbuhan ekonomi di dalam prioritas kelestarian lingkungan.

      William Maha Putra
      Manajmen Energi 2014

      Hapus
    5. http://www.indoenergi.com/2012/07/gas-alam-dan-dampaknya-pada-lingkungan.html?m=1

      Menjawab pertanyaan pak anandita willy terkait emisi CO2 dari gas alam jika dibandingkan dengan batubara dan minyak bumi. Pada artikel tersebut disebutkann bahwa gas alam lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan energi fosil lainnya.

      Sebetulnya indonesia masih punya banyak sumber energi lain misalnya angin, surya, dll. Namun untuk mengaplikasikannya masih perlu usaha dan niat yang kuat dari pengambil kebijakan di negeri ini sehingga ketergantungan pada energi fosil bisa perlahan2 dikurangi.

      Hapus
    6. Kepada Ibu Lisha...dalam pandangan Ibu, apakah dorongan dari pemerintah dalam mengembangkan energi baru terbarukan masih dianggap kurang? Kiranya langkah apa yang masih perlu dilakukan oleh pemerintah untuk lebih mendorong penggunaan energi baru terbarukan seperti pernyataan ibu di atas?
      Berdasarkan review yang pernah kami baca, di http://pse.ugm.ac.id/wp/wp-content/uploads/Peraturan-Pemerintah-KEBIJAKAN-ENERGI-NASIONAL-RPP-KEN.pdf, terkait kebijakan energi nasional Indonesia, Pemerintah sendiri melalui Dewan Energi Nasional telah menetapkan target bauran energi nasional sebesar 23% berasal dari energi baru terbarukan di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050. Kami kira hal ini merupakan langkah yang baik yang ditunjukkan oleh Pemerintah. Meskipun pada akhirnya terpenuhi atau tidak terpenuhi target tersebut banyak faktor yang mempengaruhi namun dalam padangan saya langkah pemerintah telah cukup baik dalam mengembangkan energi baru terbarukan ini.

      Hapus
    7. Mengkuti diskusi diatas, saya memiliki pandangan lain. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, pertumbuhan ekonomi kita lebih penting. Negara maju yang wajib untuk menjaga kelestarian lingkungan, karena saat revolusi industri yang dimulai tahun 1750 saat belum ada issue kelestarian lingkungan mereka bebas menggunakan energi fosil. Sehingga negara-negara tersebut dapat mencapai pertumbuhan ekonomi seperti sekarang.
      Negara berkembang termasuk negara Non-Annex 1 pada Kyoto Protocol , dimana negara negara tersebut tidak wajib menjaga kelestarian lingkungan. Namun diperbolehkan untuk ikut berpatisipasi.

      Sumber:
      http://en.wikipedia.org/wiki/Kyoto_Protocol
      http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri

      Hapus
    8. Menyambung mengenai kebijakan yang diutarakan oleh Mas Willy, Pemerintah telah melakukan arah kebijakan-kebijakan energi nasional dimulai dari batu bara, gas bumi, energi terbarukan , nabati, dan lain-lain.

      Arah Kebijakan Energi Terbarukan

      Pengembangan energi terbarukan difokuskan pada panas bumi (geothermal), energi biomass, surya (solar) dan bahan bakar nabati.
      Penyediaan dana khusus untuk penelitian dan pengembangan energi terbarukan guna menurunkan biaya produksi.
      Pengaturan dan pemberlakuan harga khusus untuk energi terbarukan.
      Peningkatan pengembangan industri peralatan produksi energi terbarukan dalam negeri (peralatan penyulingan BBN, solar cell dan panel harus menggunakan produksi dalam negeri).
      Pengalokasian dana dengan skema khusus (smart funding) untuk pengembangan energi terbarukan diluar BBN, khususnya untuk skala kecil.
      Pemerintah melakukan pengaturan dan pengalokasian dana dari program Clean Development Mechanism (CDM), sehingga insentif karbon kredit dapat memberi manfaat pada publik.

      Kebijakan pemerintah telah ada, namun yang perlu diperhatikan adalah implementasi dari kebijakan tersebut. Kebijakan akan berasa hampa apabila tidak disertai proses kontrol implementasi yang benar. Mungkin yang harus kita lakukan dan tinjau kembali adalah bagaimana proses implementasi dari kebijakan tersebut?Apakah Harga khusus untuk energi terbarukan sudah ok? bagaimana sistem alokasi dana di energi terbarukan?

      http://www.esdm.go.id/news-archives/56-artikel/3342-pokok-pokok-kebijakan-energi-nasional.html

      Salam,
      William

      Hapus
    9. Terima kasih Pak Mario atas pernyataannya, namun kita jangan lupa bahwa Indonesia telah masuk untuk ratifikasi Protokol Kyoto, di mana Indonesia telah mengikuti program proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM). CDM ini di mana negara Annex I berinvestasi di negara non-Annex I untuk proyek- proyek yang menghasilkan Pengurangan Emisi yang Tersertifikasi (Certified Emission Reduction/CER). Oleh sebab itu, Indonesia selaku negara berkembang (non-Annex 1) seringkali dijadikan lokasi proyek untuk mengurangi GRK.
      Contohnya : " Proyek Bantuan Teknis ADB tentang Proyek Penyerapan KArbon CDM untuk Indonesia"
      http://www.menlh.go.id/proyek-bantuan-teknis-adb-tentang-proyek-penyerapan-karbon-cdm-untuk-indonesia/

      Hal ini perlu diperhatikan, apabila kita tidak menjaga kelestarian lingkungan, kita mungkin akan ditinggal oleh investor-investor asing.

      Salam,
      William

      Hapus
    10. Menanggapi diskusi diatas menurut saya kebijakan regulasi pemerintah tentang pemanfaatan energi baru terbarukan sudah cukup bagus namun realisasinya pemanfaatan sumber energi terbarukan di Indonesia masih sangat rendah (lihat artikel topik nomor 7).
      Hal ini dikarenakan harga sumber energi fosil masih mendapatkan subsidi dari pemerintah. Untuk menarik investor dalam melakukan pembangunan pembangkit listrik dengan menggunakan sumber energi terbarukan, ada baiknya pemerintah dapat melakukan subsidi atau pembebasan pajak barang-barang impor untuk keperluan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan sumber energi terbarukan atau melakukan regulasi dengan sistem "feed in tariff" salah satunya seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT. PLN (Persero) Dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota

      Salam,
      Ari D Putra
      ME 2014

      Hapus
    11. Pembangunan berkelanjutan (sustainability development) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pada hekekatnya, sustainability development ditujukan untuk memperoleh pemerataan pembangunan untuk generasi masa kini dan masa mendatang. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (1990), pembangunan (umum sangat berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi) dapat terukur keberlanjutannya atas tiga kriteria meliputi ketiadaan pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources, ketiadaan polusi dan dampak lingkungan lainnya serta kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.
      Ditinjau dari sisi ekonomi, ada beberapa aspek yang mendasari pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan, yaitu :
      a. Aspek moral. Generasi saat ini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang perlu diperhatikan secara moral. Kewajiban moral tersebut dapat dilakukan melalui tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat merusak lingkungan.
      b. Aspek ekologi. Keanekaragaman hayati memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi seyogyanya tidak diarahkan kepada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi.

      Hapus
  7. Q2.2014
    Apakah semua energi fossil menjadi penyumbang efek gas rumah kaca? Dalam kondisi apa mereka tidak menimbulkan efek yang negatif?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merujuk kepada dokumen "CO2 emissions from fuel combustion highlight 2013 edition" , yang dikeluarkan IEA , diketahui bahwa energi fossil menjadi penyumbang utama emisi co2
      diudara saat ini dengan proporsi sebagai beikut : minyak = 35%, batubara =44% dan gas = 20% (p.9).

      Batubara sendiri sebenarnya bisa direduksi emisi co2-nya dengan cara pengolahan awal, salah satunya dengan teknologi gasifikasi batubara .

      Hasil dari gasifikasi adalah syn gas yang dapat diumpankan kepada gas turbin atau mesin gas untuk produksi listrik, dengan hasil sampingan lainnya dapat dimanfaatkan dalam proses chemical lanjutan dalam sebuah
      komplek industri terpadu yang diberi nama integrated gasification combined cycle power plant (IGCC).

      Selain itu, batubara juga dapat diolah dengan dengan teknologi coal bed methane . Teknologi ini dapat mengurangi emisi methane ke udara, sehingga secara tidak langsung juga dapat mengurangi gas rumah kaca yang dihasilkan jika dibandingkan dengan penggunaan batubara secara konvensional.


      -muhammad syofuan karnadi-





      Hapus
    2. Setuju dengan Pak Syofuan,
      dari artikel terlampir tersebut memang energi fossil menjadi penyumbang CO2 yang mana merupakan penyebab efek rumah kaca (source: http://id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca). Dengan adanya teknologi seperti yang disebutkan Pak Syofuan, dalam bentuk Syn Gas, maupun CBM dengan meningkatkan efisiensi batubara tersebut diharapkan dapat mengurangi efek emisi yang ditimbulkan. Selain itu dapat juga efisiensi tersebut dari sisi Power Plants-nya.
      Berdasarkan artikel yang pernah kami temui dalam http://www.worldcoal.org/coal-the-environment/coal-use-the-environment/improving-efficiencies/, teknologi untuk efisiensi PLT batubara ada 3 yang disebutkan yaitu Fluidised Bed Combustion, Supercritical & Ultrasupercritical Boilers, dan Integrated Gasification Combined Cycle.
      Jadi dengan kemampuan teknologi efek emisi yang ditimbulkan dapat ditekan meskipun tidak bisa benar-benar bersih dari emisi.
      Sebagai tambahan, dengan teknologi yang ada (Clean Coal Technology) (source: http://www.nma.org/pdf/fact_sheets/cct.pdf) tentunya emisi bisa benar-benar ditekan dengan demikian efek negatif yang ditimbulkan akan jauh lebih kecil, ditambah lagi sekarang sedang dikembangkan teknologi dengan memanfaatkan area penyimpanan karbon bawah tanah yaitu Carbon Capture and Storage, (source: http://www.ccsassociation.org/what-is-ccs/) yang memungkinkan karbon hasil emisi bisa disimpan dalam jangka waktu lama sehingga tidak merusak lingkungan.

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    3. Carbon storage menawarkan keunggulan selain menyimpan karbon dalam tanah. Dengan menyimpan karbon pada lapangan minyak yang memiliki kapasitas lifting menurun, dapat mendorong cadangan-cadangan minyak yang tersembunyi dalam capsrock dengan teknologi enhanced oil recovery (eor). di Texas Barat, yang telah menggunakan teknologi EOR dengan menginjeksikan carbon ke dalam field telah meningkatkan produksi minyak sebanyak 20%. Sumber: http://www.opec.org/opec_web/en/905.htm

      Hapus
    4. Clean Coal Technology bisa menjadi solusi mengurangi emisi CO2 namun teknologi ini masih dinilai mahal untuk di aplikasikan di Indonesia, oleh karena itu perlu campur tangan pemerintah sehingga bisa segera direalisasikan.
      http://www.tambang.co.id/detail_berita.php?category=18&newsnr=10004

      Lalu muncul pertanyaan lain, apakah kita wajib menggunakan teknologi batubara bersih ini?Mengingat kita adalah negara dengan banyak hutan tropis sehingga dalam kondisi ideal emisi karbon pembakaran dari batubara maupun energi fosil lainnya bisa terkompensasi dengan baik melalui proses fotosintesis. Dengan begitu diharapkan sektor energi kita dapat berkembang dengan biaya yang lebih murah sehingga perkembangan ekonomi dapat lebih cepat dicapai.

      Bagaimana pendapat rekan-rekan sekalian?

      Hapus
    5. Saya setuju dengan Pak Herry, carbin Capture storage merupakan salah satu teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi CO2 ke atmosfer. Namun, penerapan ini sangat sulit dilakukan di Indonesia karena keekonomisan dan faktor politik (pemegang kebijakan), selain itu Capture Carbon Storage ini memerlukan tempat penyimpanan yang hati-hati. Penyimpanan Co2 ini harus dilakukan secara berhati-hati karena apabila terjadi kebocoran CO2 dari storage, hal ini akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

      Apakah ada pandangan lain mengenai penerapan CCS ini?

      Salam,
      William Maha Putra

      Hapus
    6. Pada dasarnya kami setuju dengan pendapat ibu lisha, pak william serta pak heri terkait ccs tersebut, sebagai salah satu teknologi mengurangi CO2 di alam, namun memang masih perlu banyak pertimbangan bagi indonesia untuk menerapkan teknologi ini mengingat Indonesia memiliki banyak sumber penyerap CO2 di alam, sebut saja hutan tropis, dan lautan Indonesia yang luasnya lebih daripada luas daratan. Dalam penerapan CCS di Indonesia, setidaknya terdapat tiga hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu keberadaan sumber CO2 yang signifikan, tempat penyimpanan yang sesuai, dan dapat memenuhi kriteria ekonomi dan politis. Lebih lanjut dalam hal ini kami berpandangan memang penerapan CCS ini bisa berdampak baik bagi Indonesia, namun menurut konvensi Protokol Kyoto Indonesia termasuk ke dalam kelompok anggota yang tidak berkewajiban untuk menurunkan emisi (non-Annex-1), sehingga penerapan CCS sebagai pengurang emisi CO2 untuk keperluan mitigasi perubahan iklim tidak merupakan keharusan, sehingga memang perlu dipertimbangkan secara bijak mengingat teknologi ini memerlukan biaya yang tidak sedikit dan Indonesia masih memerlukan banyak biaya dalam pembangunan. Masih dalam konteks yang sama dengan mekanisme lain semacam Carbon Emission Trading dan Clean Development Mechanism dapat berdampak baik bagi Indonesia jika Indonesia mampu mengelola dan berperan dalam kegiatan tersebut.

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    7. penelitian tentang carbon storage di Indonesia telah dilakukan oleh Lemigas, penelitian tersebut mengidentifikasikan 60 tempat yang dapat dijadikan CO2 Storage, namun yang memberikan skor terbaik dalam hal pertimbangan alternatif adalah Kutai, Tarakan dan Sumatera Selatan. memang teknologi ini mahal namun perlu diperhitungkan keekonomiannya dalam meningkatkan oil recovery, jika tidak dan alasannya hanya untuk mengurangi karbondioksida yang ada di udara pemanfaatan hutan dan penggunaan energi baru terbarukan menurut saya sudah cukup.

      Hapus
    8. Pada dasarnya membuat batubara bersih/clean akan sangat mahal. Di negeri ini, sebagian besar penelitian berfokus pada gasifikasi batubara, yang bertujuan untuk menghilangkan CO2 dan polutan lain sebelum pembakaran. Tapi hanya dua pembangkit listrik yang menggunakan teknologi benar-benar telah dibangun di Amerika Serikat, di Indiana dan Florida, dan tujuan kedua adalah untuk menangkap sulfur dan polutan lainnya. Baik mengambil langkah berikutnya menangkap dan menyimpan CO2. Mereka juga berhasil online hanya 60 atau 70 persen dari waktu, versus 90-95 persen uptime yang dibutuhkan oleh industri listrik. Di Eropa, para peneliti lebih memilih pasca-pembakaran menangkap karbon. Tapi uap yang dibutuhkan untuk memulihkan CO2 dari cerobong membunuh efisiensi pembangkit listrik.
      Karena teknologi tidak dapat digabungkan, keduanya membutuhkan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara baru. Jadi, bukannya mengurangi emisi, mereka menambah masalah dalam waktu dekat. Dan pertanyaannya tetap apa yang harus dilakukan dengan karbon dioksida setelah Anda merebutnya. Industri telah memiliki banyak pengalaman dengan penyimpanan bawah tanah sementara gas - dan peneliti mengatakan mereka yakin tentang kemampuan mereka untuk menyerap karbon dioksida secara permanen di akuifer garam dalam. Tetapi utilitas tidak ingin mendapatkan penyimpanan monitoring terjebak lamanya, atau bertanggung jawab jika kebocoran CO2 kembali ke atmosfer. Dalam kasus apapun, data dari proyek percontohan penyimpanan tidak akan tersedia untuk setidaknya lima tahun, yang berarti itu akan menjadi 2.020 sebelum tanaman pertama yang menggunakan "penangkapan dan penyimpanan karbon" bisa dibangun.
      Strategi yang lebih baik, pendapat Bruce Nilles, direktur Kampanye Batubara Nasional Sierra Club, konservasi, dengan sistem cap-and-trade mengemudi emisi keseluruhan turun dua persen per tahun selama 40 tahun ke depan. Pada saat yang sama, katanya, utilitas perlu meningkatkan ketergantungan mereka pada angin dan tenaga surya, dilengkapi dengan gas alam. Niles berpikir ini mungkin sudah terjadi. Di Colorado, Xcel Energy, yang menghasilkan 59 persen listrik dari batubara, baru-baru ini disimpan diusulkan 600-megawatt "batubara bersih" pembangkit listrik; itu sekarang berusaha untuk mengembangkan 800 megawatt tenaga angin baru pada tahun 2015.

      Hapus
    9. Jika CCS diterapkan seberapa besarkah peningkatan biaya produksi yang timbul dari penerapan teknologi tersebut ?? Apakah tetap dapat memenuhi kriteria at the lowest possible cost??

      Hapus
    10. saya juga setuju dengan pendapat bu Lisa mengenai untuk pengurangan emisi CO2 dapat dilakukan dengan hutan tropis dan juga untuk pelaksanaan dari konvensi Kyoto Protocol untuk pengurangan emisi karbon juga dapat dilakukan dengan LULUCF (Land Use, Land Used change Forestry) bagi lahan-lahan yang tidak terpakai dan juga dengan melakukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi setiap wilayah perkotaan di Indonesia.

      Salam,
      Ari D Putra
      ME 2014

      Hapus
  8. Q3.2014
    Apa betul tingkat harga energi yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi dari energi fossil? Bagaimana mereka membandingkan keduanya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari artikel yang kami baca dari http://www.renewable-energysources.com/ bahwa tidak selalu harga energi terbarukan lebih mahal, walaupun secara umum bahwa harga energi fosil/konvensional masih lebih murah untuk saat ini. Jika suatu saat nanti biaya untuk emisi CO2 diberlakukan, bisa jadi harga untuk energi fosil jadi lebih mahal dari harga renewable energy (misal: angin, sel surya). Untuk komparasi harga biasanya memakai tingkat $/Kw-hr, dimana untuk harga Coal masih berkisar antara $0.10-0.14 / Kw-hr, Natural Gas $0.07-0.13/ Kw-hr, Nuclear $0.10/Kw-hr, Wind $0.08-0.20/Kw-hr, Solar PV $0.13/Kw-hr, Solar Thermal $0.24/Kw-hr, Geothermal $0.05/Kw-hr, Biomass $0.10/Kw-hr, dan Hydro $0.08/Kw-hr (sumber US DOE annual energy outlook 2014, http://www.eia.gov/forecasts/aeo/pdf/electricity_generation.pdf).
      Jadi dengan kata lain faktor pembanding harga hanya pada biaya yang dikeluarkan per satuan energi yang dibangkitkan, dan belum begitu menyentuh biaya externalitas (mohon dikoreksi jika ada kesalahan), sehingga harga untuk renewable energy masih lebih mahal daripada biaya sumber energi fosil.

      Hapus
    2. Data yang diberikan Mas Willy cukup menarik untuk diperhatikan lebih lanjut, dimana ternyata biaya listrik (cost of electricity) dari Geothermal, yang merupakan energi terbarukan, adalah yang paling murah, yaitu 0,05 $/kwh. Jauh lebih murah dari pada Pusat Listrik Batubara yang CoE-nya berkisar pada angka 0,1-0,14 $/kwh.

      Selain itu, jika PLT Bayu bisa dioptimalkan pada biaya produksi minimalnya diangka 0,08 $/kwh, tentunya juga masih bisa bersaing dengan pusat listrik dari batubara, gas alam dan nuklir, terlebih lagi jika dibandingkan dengan pusat listrik dengan bahan bakar minyak semisal PLTD.

      Dari data tersebut, sebenarnya saat ini biaya listrik (CoE) dari pusat listrik energi baru-terbarukan sudah semakin baik dan mulai bisa bersaing dengan energi lainnya.

      Hal tersebut belum lagi jika ditambah dengan perhitungan biaya eksternalitas dan acuan harga pembelian tenaga listrik oleh pemerintah, semisal untuk geothermal yang cukup baik.

      Hapus
    3. Apabila faktor lingkungan menjadi pertimbangan terhadap kontinuitas supply energi, maka Renewable energi merupakan pilihan utama. Ini sesuai dengan kajian APERC (Asia Pacific Energy Reserch Center) tentang Energy Security, yang memasukkan renewable energy sebagai indikator utama untuk ketahanan energi.

      Adapun belum masifnya supply renewable energy karena dihadapkan pada cost competitiveness sebagai tantangan utama pengembangannya. Secara umum, memang harga energi ini relatif lebih mahal dari fossil energy , seperti data yang disampaikan mas Willy sebelumnya. Namun, apakah realitas di atas sudah membandingkan harga fossil energy dan renewable energy secara setara?

      Seperti yang kita ketahui, harga merupakan titik temu antara agregat supply and agregat demand, di mana harga cenderung naik apabila trend permintaan meningkat. Namun kondisi di atas tidak akan alamiah, jika terjadi pada pasar energi yang monopoli atau oligopoli.

      Selain itu, sebelum membandingkan harga energi, perlu pemahaman yang sama tentang struktur harga energi itu sendiri. Menurut Purnomo Y., idealnya faktor penyusun harga energi yaitu cost of supply, depletion allowance dan external cost, yang berlaku pada lokasi yang sama. Sedangkan apabila titik permintaan dan penawaran berbeda, maka akan muncul distribution cost.

      Bagaimana dengan harga energi di negara kita, apakah sudah memasukkan semua unsur di atas?

      Budi Cahyono, ME 2014

      Hapus
    4. Sungguh suatu hal yang sangat menarik ketika kita membandingkan antara sumber energi fosil dan sumber energi non fosil/terbarukan, banyak parameter-parameter dan acuan yang diperdebatkan diantara para ahli termasuk isu lingkungan yang mendasarinya, hingga biaya externatilas, tentunya penggunaan keduanya memiliki sisi positif dan negatif masing-masing.
      Lebih lanjut menanggapi Bapak Budi sebelumnya bahwa apakah harga tersebut telah memandingkan ketiga unsur biaya tersebut yaitu cost of supply, depletion allowance dan external cost, kami kira negara sebesar Amerika dalam merilis data tersebut tidak akan asal rilis tentunya memakai dasar-dasar yang relevan, yang penting kita acu adalah nilai komparasi dan perbandingan diantara COE masing-masing sumber energi tersebut, bahwa energi yang berasal dari bahan bakar fosil tidak selamanya akan lebih mahal daripada dari sumber energi baru terbarukan.

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    5. Terkait diskusi dari Pak Syoufan dan Pak Budi, saya jadi bertanya, apakah biaya eksternalitas sudah diperhitungkan pada pembangkit pembangkit listrik di Indonesia?
      Dari Paper Agus Sugiyono peneliti BPPT biaya eksternal pembangkit listrik Suralaya dihitung berkisar antara 0,18 – 2,34 cents$/kWh
      Saat ini yang sudah menerapkan biaya eksternalitas yaitu PT. Semen Indonesia.
      Sumber

      Hapus
    6. Menambahkan apa yg telah di samapaikan mas Mario berikut ini beberapa perusahaan yang telah memperhitungkan biaya eksternalitas diantaranya yaitu PLTU suralaya biaya eksternalitas 0.65 USD/kwh, PLTG Gresik 0.087, Muara karang oil 2.202 USD/kwh dan PLTU Paiton 0.318 USD/kwh

      Hapus
    7. Berdasarkan data dari pak Willy dan juga dari pemaparan pak Syofuan ada hal yang menarik, yaitu CoE Geothermal ternyata cukup murah...bahkan lebih murah daripada CoE Pusat listrik Batubara. Dan Indonesia mempunyai potensi panas bumi sebesar 28,1 GW dan merupakan negara yang mempunyai 40% potensi panas bumi di Dunia....namun pemanfaatan panas bumi baru mencapai 4,2% (1.189 MW). Jadi ini menarik untuk dikembangkan di Indonesia

      Salam,
      Ari D Putra
      ME 2014

      sumber :
      http://www.esdm.go.id/berita/45-panasbumi/3281-potensi-geothermal-dunia-setara-40000-gw.html?tmpl=component&print=1&page=
      http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2103882/potensi-panas-bumi-ri-terbesar-ketiga-di-dunia

      Hapus
  9. Q4.2014
    Siapa saja segmen pengguna energi (listrik) dan digunakan untuk apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari artikel http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1101089425&9 pada tabel 1
      pengguna listrik dibagi menjadi 4 yaitu: industri, rumah tangga, fasilitas umum, komersial.

      Sedikit berbeda menurut sumber: http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Hasil%20Kajian/ESDM%20IEO.pdf
      Pada halaman 34 gambar 6, sektor pengguna energi secara umum (bukan hanya listrik) dibagi 6 yaitu: industri, transportasi, rumah tangga, komersial, sektor lain, pengguna non energi.

      Hapus
    2. Setuju dengan ibu Muchlishah, secara garis besar memang seperti itu (dan masing-masing segmen membutuhkan pelayanan dan tingkat keandalan yang berbeda-beda) namun jika ditinjau dari penggolongan tarif yang diberlakukan (berdasarkan segmen penggunanya), berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 9 Tahun 2014

      (http://www.djlpe.esdm.go.id/modules/_website/files/37/File/Permen%20ESDM%2009%202014(1).pdf)
      dapat dilihat masing-masing segmen pengguna energi listrik mengacu pada peraturan tersebut, diantaranya:

      a) Segmen Sosial (untuk keperluan sosial, misalnya tempat ibadah ), hal ini dibedakan dalam 3 kelas, yakni sangat kecil, pemakaian hingga 220 VA (dinotasikan dengan S-1/TR, TR berarti Tegangan Menengah), kecil-menengah (450-200kVA, S-2/TR), dan besar(>200kVA, S-3/TM).
      b) Segmen Rumah Tangga, dibedakan menjadi rumah tangga kecil (maksimal 2200 VA, R-1/TR), menengah (sampai 5500 VA, R-2/TR), dan rumah tangga besar (hingga 6600 VA, R-3/TR)
      c) Segmen Bisnis, dibedakan menjadi bisnis kecil(450-5500 VA), menengah (600 VA-200kVA), dan besar (diatas 200kVA)
      d) Segmen Industri, terdiri dari industri kecil(hingga 14kVA), sedang (sampai 200kVA), menengah (200kVA), dan besar (diatas 30.000kVA),
      e) Segmen Pemerintahan dan umum, yaitu meliputi kantor-kantor pemerintahan dan jalan umum.
      f) Segmen perusahaan dengan tujuan khusus, yakni PT KAI membeli listrik dari PLN untuk traksi tegangan menengah (daya diatas 200kVA)
      g) Segmen perusahaan penyedia tenaga listrik (pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik), dengan daya diatas 200kVA dengan sistem curah
      h) Segmen Khusus, yakni suatu konsumen energi(listrik) yang menginginkan pelayanan khusus (biasanya bersifat temporari karena suatu hal).

      Tentunya masing-masing segmen memerlukan tingkat keandalan yang berbeda-beda, misalnya untuk poin a), segmen sosial, untuk keandalan bukanlah yang utama namun ketersediaan energi untuk operasional pelayanan sosial yang lebih diutamakan.

      Berbeda halnya dengan segmen pada poin c, d, f, dan g, keandalan bisa jadi yang utama, oleh karenanya di Bekasi untuk keperluan industri didirikanlah Cikarang Listrindo untuk memenuhi kebutuhan khusus akan keandalan listrik bagi para konsumen pada segmen tersebut.

      Hapus
    3. Berdasarkan Indonesia Efficiency Report di Indonesia, segmen pengguna listrik dibagi menjadi 3 segmen utama yakni

      1. segmen Rumah Tangga

      2. Segmen Transportasi

      3. Segmen Industri

      Sektor yang paling berpengaruh dalam penggunaan energi (listrik) di Indonesia adalah sektor industry. Peningkatan pengguna listrik (energi) di segmen Industri ini meningkat dan mencapai 40 persen dari total energi yang digunakan di Indonesia.



      Sumber : Enerdata
      http://www.enerdata.net .

      William Maha Putra- ME 2014

      Hapus
    4. Seperti yang dijelaskan pak Willy Anandita, bahwa klasifikasi pelanggan menjadi 8 golongan, dan masing-masing golongan tersebut juga ada sub klasifikasinya. hal tersebut untuk penggolongan tarif sehingga dapat diseleksi golongan mana saja yang dapat dikenakan subsidi dan untuk memudahkan dalam pengaturan jaringan, pembinaan dan pengawasan terhadap badan usaha penunjang yang bergerak di dalamnya, keselamatan dan kelaikan teknik serta perizinan.

      Hapus
    5. Segmen pengguna tenaga listrik saat ini, mengacu pada RUPTL 2013 yang diterbitkan oleh PT PLN Persero

      adalah

      1. Rumah Tangga : dengan jumlah Pengguna Tahun 2013 sebesar 48.608 Ribu Unit
      2. Komersial : 2.257 ribu Unit
      3. Publik (FASOS/FASUM) : 1.365 Ribu Unit
      4. Industri : 51 Ribu Unit

      Dengan pertumbuhan rata-rata <1% per-tahunnya.

      Augtiaji Awang Baskoro
      ME 2014

      Sumber : RUPTL 2013-2022

      Hapus
    6. Menurut teman-teman apakah guna penggolongan tarif listrik berdasarkan masing-masing segmen tersebut?? Dan apakah penggolongan tarif berdasarkan segmen pasar yang dikeluarkan pemerintah tersebut sudah adil bagi semua??

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    7. Untuk penggolongan tarif listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero) lebih jelasnya dapat dilihat di Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.31 Tahun 2014

      Hapus
    8. Memang di satu sisi penggolongan tarif saat ini dianggap tidak adil dan PT PLN telah berupaya untuk mengubah menjadi sistem pra-bayar (memukul rata tarif). Sistem prabayar ini memang cukup bagus untuk mengurangi kebiasaan masyarakat untuk tidak menunggak pembayaran listrik dan "terlihat" adil. Namun dengan sistem prabayar yang tidak melakukan pengelompokan tarif, justru dirasa sangat memberatkan konsumen kelas menengah ke bawah. Tarif yang dipukul rata justru sangat memberatkan.

      Mungkin ini pertanyaan bagi kita semua, apakah apabila harga sistem prabayar ini (dengan memukul rata tarif listrik) telah memenuhi kondisi pasar atau belum? Apakah Pemerintah telah memperhitungkan kebutuhan dan kemampuan konsumen apabila melakuakn sistem prabayar yang dipukul rata tarifnya?

      Salam,
      William

      Hapus
    9. Renewables di sektor listrik tidak diragukan lagi semakin murah. Tapi persis bagaimana murah dibandingkan dengan bahan bakar konvensional?

      Jika menggunakan biaya levelized umum energi (LCOE) metrik, energi terbarukan sebenarnya mulai bahan bakar fosil saingan dan nuklir secara disubsidi, menurut perhitungan terbaru dari perusahaan penasehat keuangan Lazard.

      Dalam versi terbaru dari analisis LCOE komprehensif teknologi energi, Lazard menemukan bahwa berbagai energi terbarukan, dalam beberapa kasus, kompetitif langsung dengan batubara, gas dan nuklir tanpa dukungan pajak federal.

      LCOE adalah biaya megawatt-jam teknologi tertentu dalam dolar nyata. Perhitungan, yang faktor belanja modal, dispatchability, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan, dan biaya pendanaan, adalah metrik banyak digunakan untuk membandingkan sumber energi yang berbeda.

      Penelitian Lazard menunjukkan bahwa biaya rata-rata biomassa, panas bumi, angin darat dan utilitas skala surya semua bersaing dengan - atau bahkan mengalahkan - tanaman memuncak gas alam, tanaman siklus gas alam gabungan, tanaman batubara dan pembangkit listrik tenaga nuklir. Efisiensi energi, jauh sumber daya biaya terendah, mengalahkan segalanya dengan mudah.

      "Selama lima tahun terakhir, angin dan surya PV telah menjadi semakin biaya kompetitif dengan teknologi generasi konvensional, secara disubsidi," menyimpulkan Lazard.
      Ada banyak variabel untuk menentukan nilai lokal energi terbarukan dibandingkan bahan bakar fosil atau nuklir. LCOE atau LACE analisis tidak selalu menawarkan akuntansi penuh kinerja proyek. Tapi mereka memberikan panduan membantu di mana menentukan biaya energi terbarukan.

      Hapus
    10. Departemen energi nasional di empat sektor yang luas: industri, transportasi, perumahan, dan komersial. Sektor industri telah lama negara pengguna energi terbesar, saat ini mewakili sekitar 33% dari total. Selanjutnya dalam pentingnya adalah sektor transportasi, diikuti oleh sektor perumahan dan komersial.

      Hapus
    11. Menyanggah pernyataan pak Wiliam tentang sistem prabayar yang tidak melakukan pengelompokan tarif,menurut saya tidak benar. Bila kita membaca Lampiran - lampiran dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan PT. Perusahaan Listrik Negara disitu jelas disebutkan harga tarif per masing-masing golongan untuk pelanggan pasca bayar dan pelanggan pra-bayar. Dari lampiran Peraturan Menteri ESDM tersebut dapat dilihat untuk pelanggan dengan golongan yang sama, mempunyai jumlah tarif yang sama antara pelanggan pasca bayar dengan pelanggan pra bayar.
      Dengan melakukan sistem pra-bayar sebenarnya masyarakat diajarkan untuk bisa melakukan penghematan pemakaian listrik dan juga untuk menggunakan listrik secara bijak dengan melakukan penganggarannya dalam pemakaian listrik. Selain itu dengan sistem pra-bayar dapat mencegah kesalahan pencatatan atau pembacaan meteran oleh petugas pencatat meteran PLN.

      Salam,
      Ari D Putra
      ME 2014

      Hapus
  10. Q5.2014
    Apakah energi yang berasal dari fossil dan energi yang berasal dari sumber-sumber baru dan terbarukan dapat hidup berdampingan? Lalu mengapa sekarang sepertinya tidak demikian?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya bisa hidup berdampingan, sebagai contoh beberapa daerah mulai digalakkan PLT hybrid (contohnya pulau Miangas), dimana dalam suatu pulau tersebut terdapat beberapa pembangkit listrik baik fossil maupun non fossil, dan dioperasikan dengan tingkat harga yang paling murah terlebih dahulu mengikuti perkembangan (merit order). (sumber http://www.pln.co.id/blog/operasikan-pembangkit-hybrid-dan-menjadikan-100-pelanggan-gunakan-listrik-pintar-di-pulau-miangas-pln-bangun-kelistrikan-pulau-terdepan-indonesia/)
      Pertanyaannya adalah mengapa sekarang seolah tidak demikian?
      Jika kita pandang dari sisi bisnis..karena jika bicara energi tidak bisa kita lepaskan dengan ekonomi. Bagi kita yang tidak berkutat pada bisnis sumber energi fossil mungkin dengan adanya teknologi energi baru terbarukan yang siap menggantikan sumber energi fossil merupakan harapan baru, harapan baru bagi pengelolaan energi kedepan dan harapan dari ancaman krisis energi yang sudah didepan mata. Namun dari sisi pebisnis yang usahanya dibidang sumber energi fosil, merupakan ancaman tersendiri bagi pertumbuhan bisnisnya saat energi baru terbarukan telah marak dan siap menggantikan sumber energi fossil.
      Di sisi lain, sumber energi baru terbarukan lebih ramah terhadap lingkungan, namun saat ini nilai investasi dan ketidakpastiannya masih tergolong tinggi, berbeda dengan energi fossil, dan seorang investor tentu berfikir lebih untuk berinvestasi di sektor ini. Tentunya perbedaan-perbedaan diantara keduanya yang seolah membuat dikotomi bahwa energi baru dan energi fossil susah berdampingan walau tidak selalu demikian.

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    2. Sepakat dengan yang disampaikan Mas Willy. Menurut kami, energi baik itu berasal dari energi fosil ataupun dari sumber baru terbarukan, tetap dapat berjalan beriringan, saling melengkapi dan saling menunjang.

      Energi fosil adalah jenis yang sudah cukup diketahui secara umum, telah diaplikasikan dengan baik dan dalam waktu yang lama sehingga memiliki rekam jejak yang panjang, tentunya dengan beberapa kelebihan dan kekurangannya. Energi baru terbarukan membawa solusi alternatif yang lebih ramah lingkungan dan keberlangsungan hidup yang lebih panjang karena menggunakan sumber terbarukan.

      Hal yang sangat bijaksana jika melihat keduanya dari kacamata yang lebih luas, yaitu dengan mengkombinasikan kelebihan dan kekurangan keduanya dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi listrik yang handal dan dengan biaya produksi terendah yang masih memungkinkan. Atau dengan kata lain adalah agar keduanya berjalan bersinergi.

      Contoh yang diberikan Mas Willy diatas sudah cukup mewakili, dimana ada unsur saling melengkapi antara pusat listrik energi fosil (PLTD) dengan energi baru terbarukan (PLT Biomassa dan PLT Surya). Contoh lain kombinasi hybrid adalah pada aplikasi PLT Bayu, PLT Surya dan PLTD di Baron-Yogyakarta, Nusa Penida-Bali dan Bantul-Yogyakarta.

      Kedua jenis energi ini sering terlihat "tidak rukun" lebih disebabkan publikasi yang sering membawa kedua jenis energi ini pada posisi saling berlawanan dan dengan kecenderungan untuk mengidolakan salah satu dan menyudutkan yang lainnya. Akibatnya, perspektif kita mengisyaratkan seolah-olah keduanya tidak mungkin hidup bersama dengan baik, padahal kondisi aktualnya tidaklah demikian.

      Jika sudut pandang kita lebih fokus kepada bagaimana menghasilkan kehandalan sistem terbaik dan dengan memperhatikan ketersediaan/potensi energi primer setempat, kombinasi antara aplikasi energi fosil dan energi baru terbarukan dapat memberikan solusi yang lebih baik dari pada hanya dengan memaksakan penggunaan salah satu jenis energi saja.

      Hapus
    3. Setuju sekali dengan paparan Bapak Syofuan, bahwa publikasi yang cenderung membawa kedua jenis energi ini pada posisi saling berlawanan dan dengan kecenderungan untuk mengidolakan salah satu dan menyudutkan yang lainnya akan membawa persepsi yang cenderung seolah olah kedua jenis sumber energi ini adalah dua hal yang berlawanan, padahal sebenarnya tidak. Seperti contoh sederhana adalah mobil hybrid antara listrik dan diesel, satu mobil dengan dua sumber energi yang berbeda. Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana cara atau langkah yang diperlukan untuk dapat terus mengembangkan sumber energi terbarukan ditengah dikotomi kedua hal tersebut dan menghilangkan mind set di masyarakat bahwa sebenarnya kedua jenis energi tersebut bukan tidak dapat bersatu? Tentunya menjadi tugas bersama agar pengembangan energi dapat terus berjalan dan tidak membeda-bedakan kedua jenis sumber energi tersebut, karena kedua jenis sumber energi tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

      Salam

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
  11. Q6.2014
    Bila merujuk pada teori investasi di kuliah Enginnering Economy, ada dua jenis investasi yaitu pertama untuk tujuan peningkatan revenue dan kedua untuk tujuan penurunan biaya (efisiensi). Manakah dari keduanya yang paling tepat untuk menghitung kelayakan energi baru dan terbarukan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam pandangan kami, dari keduanya yang lebih tepat adalah untuk menurunkan biaya (efisiensi).
      Pada saat yang akan datang seiring dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, demand akan energi semakin tinggi. Pada saat itu pemerintah dituntut untuk dapat menyediakan kebutuhan energi tersebut. Cadangan sumber energi fosil yang semakin menipis membuat harga keekonomian semakin tinggi. Untuk itu peran energi baru terbarukan utamanya yang native source di daerah tersebut menjadi pilihan untuk dikembangkan.
      Tentunya apakah kelayakan investasi tersebut berorientasi pada efisiensi atau peningkatan revenue?
      Tentunya jika kita menilik bauran energi Indonesia dan arah kebijakan dan rencana kedepan terlihat bahwasanya prosentase penggunaan energi fossil dimasa yang akan datang akan menurun dan energi baru terbarukan dituntut untuk lebih berperan dalam pemenuhan kebutuhan energi tersebut. (http://forgi-ftui.blogspot.com/2013/04/the-energy-outlook-indonesia.html).

      Mungkin pada saat sekarang jika untuk peningkatan revenue masih lebih menguntungkan berinvestasi pada sektor fosil, namun pemenuhan akan kebutuhan energi di masa datang jika dikaitkan dengan kenaikan harga bahan bakar fosil, energi baru bisa menjadi solusinya, sehingga pengeluaran negara dari impor bahan bakar tersebut akan bisa diefisiensikan.
      Dengan demikian bisa dipandang bahwa energi baru terbarukan lebih kepada efisiensi, sebagai kompensasi dari pemenuhan kebutuhan energi di masa datang, dimana diperkirakan harga sumber energi fosil akan semakin tinggi.

      Mungkin ada yang bisa menambahkan??

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    2. Sejauh yang saya baca selama ini sektor pembangkitan energi listrik selalu berorientasi pada efisiensi bukan revenue karena revenue sudah dipatok diawal. Apakah ada contoh yang mudah dipahami untuk sektor pembangkitan energi listrik yang berusaha memperoleh margin lewat revenue diluar margin yang sudah dijanjikan diawal investasi?

      Hapus
    3. Menanggapi pernyataan Ibu Lisha diatas, menurut kami, saat ini sudah cukup banyak IPP (Independent Power Producer) yang beroperasi di Indonesia. Nah karena IPP bergerak murni pada fungsi bisnis bukan seperti PT PLN (Persero) yang mengemban fungsi pelayanan kepada masyarakat (public share obligation --> public utility company), maka investasi mereka (IPP) berorientasi kepada peningkatan revenue dan profit.

      Sebagai contoh, IPP yang bergerak melistriki sebuah kawasan industri, diluar skope pekerjaan utamanya mensuplai listrik dikawasan industri tersebut, juga bisa menjual kelebihan produksi mereka ke PT PLN (Persero), atau dengan kata lain mereka meningkatkan pendapatan (revenue) mereka dengan cara menjual kelebihan produksi listriknya.

      Hapus
    4. Sedikit menanggapi pernyataan Bapak Syofuan mengenai IPP, Memang jika kita pandang dalam satu sistem terpisah, tentunya perusahaan IPP orientasi pada profit, meskipun IPP tersebut bergerak dibidang pengembangan sumber energi baru terbarukan sekalipun, karena berapapun harga yang dijual telah memperhitungkan margin. Namun berbeda halnya jika kita pandang dari satu sistem kelistrikan keseluruhan. Dalam sistem yang terdiri dari banyak pembangkit thermal dengan biaya pokok produksi listriknya yang cenderung tinggi (misal sistem kelistrikan kalimantan barat) penambahan pembangkit listrik energi baru terbarukan akan dihitung berdasarkan efisiensi yang dapat dilakukan jika mengganti pembangkit tersebut dengan sumber energi baru terbarukan yang berada di lokasi tersebut.
      Adakah pendapat teman-teman yang lain?

      Anandita Willy Kurniawan, ME'14

      Hapus
    5. Saya sependapat dengan Pak Syofua, tergantung dari sudut pandang apakah proyek tersebut milik Pemerintah/ atau IPP? Pemerintah menilai pembangunan pembangkit listrik renewable energy adalah suatu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang berpengaruh terhadap subsidi yang berbanding lurus terhadap cashflow Pemerintah (APBN). namun untuk IPP (private sector), berorientasi terhadap revenue.

      Hapus
    6. Menurut saya untuk menghitung kelayakan energi baru dan terbarukan dapat bertujuan peningkatan revenue. Sebagai contoh untuk pembangkit listrik tenaga surya diawal investasi mungkin biaya nya lebih besar tetapi untuk selanjutnya tidak memerlukan lagi biaya bahan bakar dan juga biaya operasional dan maintenance nya kecil. Hal ini dibeberapa tahun yang akan datang dapat meningkatkan revenue dari investasi tersebut.

      Salam,
      Ari D Putra
      ME 2014

      Hapus
  12. jika kita berbicara kelayakan energy baru terbarukan yang ditujukan sebagai peningkatan revenue atau sebagai tujuan penurunan biaya (Efisiensi) keduanya sebaiknya sudah dilakukan oleh PLN. Penggunaan EBT seperti PLTA yang memiliki nilai keekonomian pembangkit diatas 50 tahun tentunya dapat dimanfaatkan sebagai tujuan efisiensi dan tujuan penambahan revenue. Tujuan efisiensi dapat terjadi apabila tujuan PLTA tersebut sebagai pengisi beban puncak atau PLTA peaker. Penggunaan PLTA tersebut lebih efisien dibanding menggunakan PLTG peaker untuk beban puncak. Tujuan penambahan revenue juga bisa dilakukan jika terdapat permintaan beban disuatu daeran dengan penggunaan EBT didaerah tersebut, tentunya dipertumbangkan juga EBT dengan harga murah dan tingkat keekonomian yang lama.

    Salam
    toni sukmawan

    BalasHapus
  13. Jadi apakah bisa disimpulkan bahwa revenue dari pembangkitan energi listrik hanya diperoleh oleh IPP (Independent Power Producer), sedangkan pada pembangkit listrik sebagai public utility company seperti PLN hanya bisa melakukan efisiensi untuk meningkatkan margin?

    BalasHapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.