.

Thesis


Silahkan post Latar Belakang Thesis teman-teman pada kolom komentar baru.
Untuk mengomentari Latar belakang, klik tulisan Balas dibawah komentar.

Gunakan Google Account untuk validasi komentar, tambahkan nama pada komentar jika Google Account tidak merepresentasikan Identitas.

Salam Sukses.

Team Manajemen Energi.

8 komentar:

  1. Latar Belakang :
    - Rendahnya rasio elektrifikasi di Kalimantan Tengah mengindikasikan bahwa telah terjadi krisis energi disana yang tidak diikuti oleh pertumbuhan produksi energi.
    - Untuk memenuhi kebutuhan energi dan krisis energi di Kalimantan Tengah tersebut, maka perlu dibangun sebuah pembangkit baru.
    - Pembangunan pembangkit baru di Kalimantan Tengah perlu melihat proyeksi kebutuhan daya disana untuk menjaga kondisi keandalan pembangkit.
    - Berdasarkan proyeksi pertumbuhan daya hingga 2020, kebutuhan akan energi tersebut akan terus meningkat.
    - Melihat karakteristik potensi CBM yang rendah emisi dan melimpah di Kalimantan Tengah (Cekung Barito) maka salah satu pembangunan pembangkit baru yang dapat dijadikan solusi adalah PLTGU.
    - Pemilihan PLTGU sebagai studi pembangkit baru didasari atas nilai efisiensi yang tinggi serta lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan pembangkit fosil lain (batan).

    Permasalahan :
    Dengan melihat proyeksi permintaan energi di Kalimantan Tengah yang terus meningkat maka perlu dibuat sebuah skenario dalam perencanaan pembangkit baru khususnya untuk Pembangkit PLTGU yang menggunakan CBM sebagai bahan bakar pembangkitan.

    Tujuan :
    Menghitung berapa jumlah unit pembangkit PLTGU-CBM yang dapat dbangun dan lama waktu pembangunannya dari unit 1 ke unit yang lain untuk memenuhi kebutuhan energi di Kalimantan Tengah dengan melihat proyeksi pertumbuhan hingga 2020.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih ada metoda lain yang lebih mudah dibuktikn selain rendahnya rasio elektrifikasi untuk membuktikan adanya krisis energi.

      Saran:
      gunakan saja teori yang telah dipelajari.

      Hapus
  2. STRATEGI PENCAPAIAN PEMANFAATAN CBM UTK PEMBANGKIT PD THN 2025

    Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bulan Agustus 2012, total kapasitas pembangkit tenaga listrik nasional mencapai sekitar 43,5 GW dimana 13% diantaranya terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Sementara itu realisasi produksi listrik Nasional yang mencapai 132 TWh, sekitar 16% energy mix-nya terdiri dari Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan volume sekitar 5.675.430 Kilo Liter.
    Tingginya konsumsi BBM untuk pembangkit disebabkan antara lain karena beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) di sistem kelistrikan Jawa-Bali sebagian besar masih menggunakan BBM dalam operasinya karena ketiadaan atau kekurangan pasokan gas. Pembangkit di luar sistem Jawa-Bali masih didominasi oleh pembangkit-pembangkit berbahan bakar minyak, 45% pembangkit terdiri dari PLTD, 15% PLTG, 10% PLTGU dan 2% Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG). Beberapa pembangkit yang seharusnya berbahan bakar gas ternyata juga dioperasikan menggunakan BBM.
    Pola operasi pembangkit yang kurang tepat juga menjadi penyebab tingginya konsumsi BBM untuk pembangkit terutama di luar Jawa-Bali, dimana PLTD dan PLTG maupun PLTMG yang idealnya dioperasikan pada saat beban puncak saja, namun dalam prakteknya dioperasikan juga baik pada beban dasar maupun pada beban menengah.
    Suatu perusahaan listrik (utility company) beroperasi untuk menyediakan tenaga listrik yang berkualitas tinggi pada suatu wilayah usaha. Dalam operasinya ini tujuannya adalah untuk menyediakan tenaga listrik dengan biaya serendah mungkin kepada konsumen namun tetap menjaga profitabilitas untuk menjaga kontinuitas operasi, pemeliharaan, dan pertumbuhan.
    Biaya bahan bakar atau yang dikenal dengan komponen C merupakan komponen biaya yang paling besar (>50%) dalam struktur Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Masih besarnya share BBM dalam energy mix pembangkitan tenaga listrik mengakibatkan sensitivitas BPP cukup tinggi, dimana apabila terjadi lonjakan harga minyak dunia maka secara signifikan akan mengakibatkan naiknya BPP yang pada akhirnya menambah beban subsidi listrik, karena menaikkan tarif di industri yang diregulasi seperti industri ketenagalistrikan bukanlah pilihan yang mutlak untuk dilaksanakan. Dari itu perlu segera dilakukan upaya untuk menggantikan peran BBM dalam pembangkitan tenaga listrik.
    Indonesia memiliki berbagai potensi sumber energi primer yang sangat besar yang dapat menggantikan peran BBM dalam pembangkitan tenaga listrik. Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011, Indonesia memiliki potensi batubara yang mencapai 189,51 Milyar Ton yang terdiri dari sumber daya sekitar 161,34 Milyar Ton (termasuk 41 Milyar Ton sumber daya tambang dalam) dan cadangan sekitar 28,17 Milyar Ton. Di dalam cekungan-cekungan batubara ternyata tersimpan pula sumber energi ikutan yaitu gas non-konvensional yang dikenal dengan Coal Bed Methane (CBM) yang total potensinya diperkirakan mencapai 453 TSCF, melebihi potensi gas konvensional yang total potensinya sekitar 153 TSCF. CBM ini dikategorikan ke dalam sumber energi baru, sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi.
    Terdapatnya dua jenis sumber energi dalam satu cekungan yakni batubara dan CBM harus dikelola sebaik-baiknya sehingga keduanya dapat dimanfaatkan secara optimal. Di sini dituntut peran aktif semua pihak untuk mengatur strategi pemanfaatan keduanya, khususnya untuk penurunan BPP tenaga listrik.
    Pemanfaatan CBM telah diisyaratkan dalam Rancangan Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2011 – 2050 yang telah dirumuskan oleh Dewan Energi Nasional (DEN), dimana pada tahun 2025 ditargetkan pangsa energi baru paling sedikit 3,2% (sekitar 12 MTOE) dan menjadi paling sedikit 10,2% (sekitar 100 MTOE) pada tahun 2050. Dalam Rancangan KEN disebutkan bahwa pemanfaatan sumber energi baru berbentuk padat dan gas diarahkan untuk ketenagalistrikan, sehingga dapat diartikan bahwa pemanfaatan CBM diarahkan untuk ketenagalistrikan.

    BalasHapus
  3. Latar Belakang
    -Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan energi akan ikut meningkat. Karena kebutuhan meningkat, maka hukum pasar berlaku antara lain jumlah barang yang tersedia terbatas akan tetapi kebutuhan terus meningkat. Maka harga Energi Primer di dunia akan menunjukkan gejala kenaikan didorong oleh tingkat kebutuhan energi yang terus naik dan terbatasnya suplai energi yang tersedia khususnya energi primer konventional.
    Beyond Petroleum (BP) mengeluarkan data statistik yang bernama BP Statistical 2011 yang menunjukkan total konsumsi energi dunia dari tahun 2001 hingga 2011. Untuk tahun 2011 sebesar 12274.6 mtoe, atau kenaikan 2.5% dari tahun 2010.
    Maka Kenaikan Harga enegi primer akan tidak terelakkan khususnya minyak bumi. Maka diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan ini.
    Salah satunya adalah menggunakan energi baru & terbarukan. Dimana sudah mulai penelitian mengenai energi baru & terbarukan, yang mana memperlihatkan keunggulan masing-masing. Tapi yang mana yang paling cocok adalah permasalahannya. Salah satu energi baru adalah gas Coalbed Methane yang berasal dari susunan batubara. Dimana potensi di Indonesia mencapai 453.30 TCF seperti yang diutarakan dalam Outlook Energi Indonesia 2011 yang dikeluarkan ESDM
    Pemakaian Energi Terbarukan terkendala dengan regulasi dan effisiensi. Energi baru tapi tidak terbarukan merupakan solusi yang paling minim penyesaiannya baik dari segi regulasi maupun effisiensi. Pembangkit listrik yang paling besar menerima dampak kenaikan harga dikarenakan bisnis utamanya adalah konversi energi primer ke listrik.
    -permasalahan
    Perlu adanya kajian untuk pembangkit dalam memakai energi alternatif dalam pembangkitan dalam hal ini gas CBM.
    Tujuan
    Membuat kajian pemakaian energi baru khususnya CBM dengan pendekatan pemodelan biaya yang diperlukan sebelum pembangkitan. kajian ini perlu memperlihatkan penyesuaian apa yang perlu dilakukan apabila harga bahan bakar tetap

    BalasHapus
  4. Pak Yugo, idenya bagus. Tetapi boleh saya bertanya ya...
    Di permasalahan disebutkan bahwa perlu adanya kajian untuk pembangkit dalam memakai energi alternatif dalam pembangkitan dalam hal ini gas CBM. Kajian seperti apa ya....
    Di tujuan disebutkan perlu memperlihatkan penyesuaian apa yang perlu dilakukan apabila harga bahan bakar tetap. Boleh dijelaskan maksudnya ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kajian nilai ekonomis bagi pembangkit dari segi investasi maupun revenue dengan menngunakan metode time value of money

      Penyesuaian yang diperlukan untuk menghasilkan nilai jual yg kompetitif dengan mempertahankan nilai bahan bakar.

      Hapus
  5. Bung Yugo, secara umum tidak terlihat keterkaitan yang kuat antara Latar Belakang vs Permasalahan/Tujuan. Kalau hanya krisis energi, banyak sumber EBT lain yg bisa jadi alternatif, tidak mesti CBM..

    Selain itu saya agak bingung dengan kalimat berikut :
    "Pemakaian Energi Terbarukan terkendala dengan regulasi dan effisiensi. Energi baru tapi tidak terbarukan merupakan solusi yang paling minim penyesaiannya baik dari segi regulasi maupun effisiensi. Pembangkit listrik yang paling besar menerima dampak kenaikan harga dikarenakan bisnis utamanya adalah konversi energi primer ke listrik"
    Selain itu setahu saya, Energi Baru dan Terbarukan berada dalam satu koridor kebijakan yang sama..yaitu kebijakan EBT.

    Untuk Tujuan mgkn perlu didefinisikan lebih spesifik agar hasil yang ingin dicapai jelas.

    Overal, topik ini menarik apalagi CBM mulai berkembang di Indonesia.
    Sukses selalu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Latar Belakang :
      - Harga minyak naik
      - Potensi gas Cbm Indonesia sebesar 453 Tcf

      Permasalahan :
      - Penambangan gas cbm sudah berjalan di sejumlah daerah, akan tetapi belum dimanfaatkan untuk mengisi energi primer di tempat tersebut
      - Belum ada pembangkit yang menggunakan gas Cbm
      - Belum ada patokan harga pembelian gas Cbm untuk pembangkit listrik di Indonesia

      Tujuan :
      Mengkaji harga wajar pembelian gas Cbm untuk pembangkit dengan 3 jenis beban menggunakan pendekatan ekonomi teknik dengan melakukan penyesuaian pada komponen Capital cost, Fixed O&M cost, Fuel cost, Variable O&M cost (A,B,C,D). Sehingga menurunkan tingkat sensitifitasnya.
      Hasil akhir penelitian ini berupa kurva harga pembelian CBM

      Hapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.