.

Sumur Minyak

Saat ini Indonesia memiliki 1.100 lapangan minyak (sumur minyak) yang sudah beroperasi. Sebanyak 3 ribu lapangan minyak lainnya menunggu untuk dieksplorasi.

Panas Bumi Kamojang

Usulan JB Van Dijk pada tahun 1918 untuk memanfaatkan sumber energi panas bumi di daerah kawah Kamojang, Jawa Barat, merupakan titik awal sejarah perkembangan panas bumi di Indonesia.

Bendungan Saguling

Bendungan Saguling adalah waduk buatan yang terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut. Waduk ini merupakan salah satu dari ketiga waduk yang membendung aliran sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di Jawa Barat.

Rig Pengeboran

Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah.

Senin, 31 Maret 2014

Artikel Khusus 08: Why Importing Energy Is Not A Big Issue For The Developed Countries

The challenge series

oleh: Bagus W. Wahyuntoro & Fajardhani
Impor energi dituding menjadi penyebab terganggunya perekonomian. Posisi “net importer” digadang-gadang menjadi titik lemah perekonomian. 

Namun mengapa 10 developed countries tetap menjadi importir energi terbesar di dunia dan perekonomian mereka lebih baik dari developing countries? 

Jika demikian, lalu apa salahnya menjadi “net importer”?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai sarana belajar bagi mahasiswa dan membangun awareness di bidang energi dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang terjadi untuk kemudian menarik pengetahuan yang berharga dari artikel dan diskusi yang terjadi.

PERAN ENERGI

Energi berperan dalam menyediakan daya yang diperlukan bagi kegiatan produktif untuk menghasilkan nilai tambah dan konsumsi, yang mana kombinasi keduanya akan menggerakkan roda perekonomian.
Kekurangan energi dapat mengganggu perekonomian.

NERACA PERDAGANGAN

Neraca perdagangan suatu negara menyajikan keseimbangan nilai ekspor dan impor suatu Negara pada periode tertentu. 

Gambar 1. Neraca Perdagangan Indonesia 10 Tahun Terakhir
(Sumber: BPS yang diolah oleh Kementerian Perdagangan RI)
Apabila nilai impor melebihi ekspor akan menyebabkan neraca perdagangan menjadi negatif (arus kas negatif).
Berikut ini neraca perdagangan untuk sektor Migas.

Gambar 2. Neraca Perdagangan Sektor Migas
(Sumber: BPS yang diolah oleh Kementerian Perdagangan RI)
Berikut adalah neraca perdagangan untuk sektor Non-Migas

Gambar 3. Neraca Perdagangan Sektor Non-Migas
(Sumber: BPS yang diolah oleh Kementerian Perdagangan RI)
Ekspor bahan mentah termasuk natural resources dan commodities (low value goods) menjadi handalan devisa dan penggerak perekonomian bagi negara-negara berkembang (developing countries) atau terbelakang (under developed countries). 
Apabila perkonomian tumbuh, konsumsi akan meningkat dan merubah gaya hidup masyarakat .
Jika kebutuhan tidak dapat dipenuhi oleh kegiatan produksi dalam negeri maka nilai impor pasti meningkat. Peningkatan impor dapat tumbuh dengan sangat tinggi.
Pada suatu titik akan timbul masalah, nilai ekspor tidak lagi dapat mengimbangi nilai impor akibat berbagai hal. Diantara penyebabnya adalah menurunnya harga komoditi, habisnya cadangan, terganggunya kegiatan produksi, dan tidak adanya nilai tambah bagi barang komoditi yang diekspor.
Gambar 4. Ilustrsi Pertumbuhan  Impor Melebilihi Ekspor
Pada umumnya negara-negara berkembang terlambat merespon semua ini. 
Dampaknya banyak dijelaskan dalam berbagai tulisan dengan topik the curse of natural resources
Apakah neraca perdagangan menjadi satu-satunya indikator? Coba perhatikan negara perdagangan negara Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir ini.

Gambar 5. Neraca Perdagangan AS
(Sumber: tradingeconomics.com)

KONSUMSI ENERGI

Konsumsi energi per kapita memberi gambaran tentang tingkat kemakmuran suatu bangsa (lihat Artikel Khusus #01). 

Berikut terlihat negara-negara dengan konsumsi per kapita terbesar di dunia.

Gambar 6. Konsumsi energi per kapita negara-negara di dunia
(Sumber: BP Statistical Review of World Energy, 2009)
Energi yang dikonsumsi sepertinya tidak mempermasalahkan dari mana energi itu diperoleh, apakah produksi dalam negeri atau berasal dari impor.

Gambar 7. Volume impor energi negara-negara di dunia
(Sumber: Enerdata)
Mari kita bandingkan konsumsi energi per kapita Indonesia dengan konsumsi energi per kapita negara-negara pengimpor energi terbesar di dunia tersebut.
Gambar 8. Konsumsi energi per kapita Indonesia dan negara-negara importir energi terbesar di dunia
Terlihat jelas bahwa konsumsi energi per kapita Indonesia jauh di bawah negara-negara maju tersebut..

TINGKAT KESEJAHTERAAN

Mari kita lihat GDP negara-negara pengimpor energi terbesar di dunia tersebut dari tahun ke tahun.
GDP (Gross Domestic Product) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan ekonomi suatu negara.
Gambar 9. GDP (dalam trilyun dollar) negara-negara importir energi terbesar di dunia
(diolah dari data GDP tercatat di World Bank hingga tahun 2013)
Apabila ada ukuran konsumsi energi per kapita maka ada juga ukuran dengan menggunakan GDP per kapita. 
Bagaimana posisi GDP per kapita Indonesia bila dibandingkan dengan GDP per kapita negara-negara pengimpor energi terbesar di dunia?
Gambar 10. GDP per kapita Indonesia dan negara-negara importir energi terbesar di dunia
(diolah dari data GDP per kapita yang tercatat di World Bank)
Selain itu, statistik Human Development Index (HDI), yang merupakan ukuran lain yang dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara, memperlihatkan negara-negara pengimpor energi yang besar memiliki HDI yang lebih tinggi.

Gambar 11. Human Development Index (HDI) Indonesia Di Tengah Negara-Negara Importir Energi Besar Dunia
(Sumber: UNDP, 2013)

SIMPULAN SEMENTARA

Jelas bahwa ketersediaan energi sangat penting bagi kemajuan suatu negara dan bagaimana energi tersebut diperoleh terlihat indifferent disini. 
Walau termasuk dalam 10 negara pengimpor energi terbesar, negara-negara tersebut justru memiliki GDP yang tinggi (walau pertumbuhannya bisa relatif rendah saat ini).
Negara-negara tersebut terlihat berupaya mempertahankan tingkat harga energi di level tertentu untuk menjaga keunggulan yang diperlukan dalam persaingan (lihat Artikel Khusus #01).

Gambar 12. Harga energi listrik untuk industri negara-negara maju
(diolah dari 2012 Key World Energy Statistics, IEA)
Mereka mungkin menyadari bahwa ketahanan energi tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan (availability) namun juga ditentukan oleh:
  • tingkat harga (price level) yang dapat diterima oleh industri dan masyarakat (affordability). 
Volume energi yang diimpor oleh negara-negara maju berada jauh di atas Indonesia.

BAHAN DISKUSI

Pada akhirnya, kita dihadapkan pada serangkaian pertanyaan berikut.
  1. Apakah posisi sebagai "net importer" menjadi satu-satunya penyebab yang mengganggu neraca perdagangan luar negeri kita berikut dampak turunannya? Mengapa mereka tidak?
  2. Apakah membatasi penggunaan energi dalam negeri, misalnya dengan membatasi impor atau mencabut subsidi, membawa dampak baik bagi negara untuk jangka panjang?
  3. Sepertinya diperlukan suatu perbaikan untuk mengatasi hal ini. Apa usulannya? 
Mari bersama-sama kita diskusikan.

Catatan:

  1. Diskusi akademis ini dibuka hingga waktu penutupan kuliah pada bulan Juni 2014.
  2. Diskusi dapat berupa pernyataan yang mendukung atau membantah berupa uraian yang logis dengan informasi pendukung berikut sumbernya. Dapat juga berupa pertanyaan yang relevan. Sebisa mungkin opini tanpa dasar teori yang kuat dan data dihindari.
  3. Pada akhir sesi diskusi akan disusun suatu kesimpulan – yang dapat mendukung atau membantah ide utama artikel ini. 
++++