.

Rabu, 21 Desember 2016

Renewable energy. We know it but deny it.

Renewable energy. We know it but deny it.

oleh: Arief Murnandityo, Farianto, Gilang Permata Saktiaji, Hizkia Sandhi Raharjo

Availability and quality problems menyebabkan tingginya biaya energi yang merupakan komponen biaya operasional yang tinggi bagi operator telekomunikasi Indonesia saat ini dan salah satu kendala bagi pembangunan broadband saat ini.

Penurunan biaya energi menjadi penting  guna meningkatkan EBITDA di tengah lesunya bisnis. 

Berbagai teknik telah dicoba termasuk penggunaan renewable energy dengan hasil yang cukup menggembirakan untuk tahap permulaan.

Namun, mengapa dihentikan?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai sarana belajar bagi mahasiswa untuk membangun awareness di bidang energi terkait dengan bidang telekomunikasi dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang terjadi untuk kemudian menarik pengetahuan yang berharga dari artikel dan diskusi yang terjadi.

PERTUMBUHAN BISNIS TELEKOMUNIKASI DUNIA

Industri telekomunikasi dunia berubah drastis dalam 10 tahun terakhir
ditandai dengan makin banyaknya customer yang bersifat “data-hungry” dengan menggunakan berbagai smart devices sehingga meningkatkan kebutuhan akan bandwidth yang semakin besar. 
Dari total 7,5 miliar langganan yang tercatat untuk layanan mobile pada kuartal ke-3 tahun 2016 di seluruh dunia, 55%-nya adalah pengguna smartphone.
(Sumber: Ericsson Mobility Report, November 2016). 
Semakin banyaknya penggunaan smartphone tersebut mempengaruhi pertumbuhan payload data seperti yang ditunjukkan oleh grafik dan tabel berikut:

Gambar 1. Pertumbuhan Payload Data dan Trafik Voice di Seluruh Dunia Q3 2011 – Q3 2016
(sumber: Ericsson Mobility Report, November 2016)

Pengaruh transformasi digital yang terjadi pada industri telekomunikasi yang ditandai dengan semakin banyaknya mobile content, applications, services dan smart devices
terus mendorong operator telekomunikasi di seluruh dunia untuk mengambil keputusan-keputusan strategis dalam mengantisipasi pertumbuhan trafik data yang diprediksi semakin meningkat dalam beberapa tahun ke depan agar bisnis tetap memiliki sustainable growth
Tabel 1. Pertumbuhan Trafik Data Berdasarkan Regional
(sumber: WP Cisco Visual Networking Index: Forecast and Methodology, 2015-2020)

Sejauh ini hasil dari transformasi yang dilakukan para operator telekomunikasi tersebut menunjukkan hasil yang beragam,
secara global trend pendapatan operator telekomunikasi dalam kondisi stagnant seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Pertumbuhan Pendapatan Operator Wireless Worldwide
(sumber: Ericsson Mobility Report Appendix, Mobile Business Trends, November 2015)

Walaupun secara global ada trend pertumbuhan pendapatan operator seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2 di atas, trend ARPU secara global menunjukkan terjadinya penurunan.  


Gambar 3. Trend ARPU Di Berbagai Regional

Trend penurunan ARPU ini menjadi salah satu tantangan yang dihadapi para operator telekomunikasi saat ini 
termasuk bagaimana memonetisasi pertumbuhan layanan mobile data agar menjadi sumber pendapatan lain bagi operator. 
Di banyak negara, pendapatan dari mobile data terbukti tidak mencukupi untuk menggantikan layanan legacy seperti voice dan SMS yang terus mengalami penurunan;
salah satunya disebabkan oleh maraknya pengguna dan aplikasi Over The Top (OTT) seperti Whatsapp, Line, Telegram, dan sebagainya. 
Aplikasi-aplikasi OTT tersebut memiliki potensi mengurangi pendapatan operator telekomunikasi sebanyak 50% hingga 90%. (sumber: The Future Communications Service Provider, Accenture, 2015).

PERTUMBUHAN BISNIS TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Pendapatan terbesar operator telekomunikasi yang dulu berasal dari voice dan SMS kini tidak lagi terjadi.
antara lain akibat dari perubahan gaya hidup, pergeseran teknologi, dan trend pemakaian perangkat ke layanan data dan digital sebagai dampak yang kurang diperhitungkan dari digelarnya layanan data oleh operator,
hal ini menyebabkan penurunan sisi revenue yang berasal dari voice dan SMS dan  terjadi dengan sangat cepat.

Gambar 4. MoU dan ARPU Telkomsel 2006 - 2014
(sumber: laporan keuangan tahunan)
Trafik layanan voice (MoU) Telkomsel masih terus tumbuh walaupun trend ARPU (Average Revenue Per User) mengalami penurunan seperti yang terjadi pada trend ARPU global.

SITUATION

Dengan melihat kondisi bisnis operator telekomunikasi di atas, terutama bagi operator yang mengalami stagnasi pertumbuhan bisnis,
efisiensi biaya adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk kembali meningkatkan EBITDA perusahaan. 
Komponen biaya energi dalam hal ini konsumsi biaya listrik untuk perangkat-perangkat telekomunikasi adalah salah satu komponen OPEX yang paling besar
yang dapat mencapai 50% dari komponen biaya operasional network
dan 8% dari total biaya operasional perusahaan.
(sumber: Kuliah Kapita Selekta, Telecommunication Access Network Energy Management 2016). 
Para operator terus berusaha mencari strategi untuk menurunkan OPEX
terkait energi baik untuk tujuan memotong biaya operasional guna meningkatkan profitabilitas serta mendukung program pemerintah dalam isu lingkungan hidup dan penghematan energi (go green). 
Diantara beberapa alternatif solusi untuk menurunkan biaya energi adalah opsi dengan memanfaatkan teknologi energi terbarukan (renewable energy).

Renewable energy (RE) 

Teknologi ini mengacu kepada sumber energi yang dapat digunakan tanpa menghabiskan persediaannya.
Hal ini berarti bahwa sumber energi terbarukan dapat dibangkitkan atau diperbaharui kembali dalam waktu yang relatif singkat. 
Diantara beberapa sumber energi terbarukan yang digunakan adalah sinar matahari, angin, bioenergi/biomass, energi air, energi panas bumi, gelombang air pasang serta bahan bakar alternatif seperti ethanol dan biodiesel. 
Pada aplikasi untuk telekomunikasi, 
suatu solusi yang efisien dan handal adalah dengan mengkombinasikan sumber energi terbarukan dengan sumber energi “tradisional”. 
Sistem tenaga listrik hybrid tersebut dapat saling melengkapi dan memberikan fitur terbaik dari tiap-tiap sumber energi dan dapat menyediakan sumber daya listrik sekelas energi listrik dengan “grid-quality” pada tingkat harga yang dapat diterima.
Untuk dapat mencapai kondisi power yang tidak terputus bagi perangkat telekomunikasi dengan kualitas power yang baik, sistem energi hybrid dilengkapi dengan sistem penyimpanan energi (battery) dan teknologi redundant.   

Menurut laporan GSMA Green Power for Mobile tahun 2014,
banyak perusahaan penyedia infrastruktur dan energi di dunia mencari solusi jangka panjang untuk efisiensi energi, penurunan biaya energi dan kepastian harga energi karena biaya pembangkitan dan penyediaan energi tersebut mencapai 60% dari total pengeluaran tahunan. 
Menurut Economic Times, Bharti Infratel, salah satu perusahaan penyedia infrastruktur di India,
berhasil menerapkan energi terbarukan untuk efisiensi biaya energi dengan capaian cost saving hingga sekitar 55 miliar rupiah per tahun. 
Di Indonesia sendiri,
salah satu operator telah menerapkan teknik CDC pada lebih dari 500 sitenya.


PROBLEM

Penerapan energi terbarukan yang sebagai alternatif untuk menurunkan biaya energi di industri telekomunikasi 
kurang diterapkan di Indonesia
Menurut laporan GSMA Green Power for Mobile - Greening the Network: Indonesia Market Analysis tahun 2013, 
dari 90.699 site tower di Indonesia,
aplikasi energi terbarukan/green power solution hanya diterapkan pada 5% atau 4.590 site saja.
Dari 4.590 site tersebut, 87% menggunakan solusi RE berbasis solar (sinar matahari) dan diikuti dengan solusi berbasis fuel cell sebanyak 556 site. 
Berikut adalah gambar distribusi kategori yang diterapkan di Indonesia.


Gambar 5. Penerapan RE Pada Operasi Telekomunikasi Indonesia
(sumber: laporan GSMA Green Power for Mobile - Greening the Network: Indonesia Market Analysis tahun 2013)
Dari paparan di atas, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah mengapa para operator Indonesia masih enggan untuk menerapkan teknologi renewable energy
sementara aplikasi energi terbarukan terbukti mampu menurunkan biaya energi bagi banyak operator lain di berbagai belahan dunia.

PEMBAHASAN

Salah satu penyedia layanan infrastruktur (tower provider) terbesar di India, Bharti Infratel sejak tahun 2013
telah menggunakan RE seperti Solar Panel pada 1.050 site mereka dan sudah menghemat 6,9 juta liter bahan bakar dan sekitar 280 juta Rupee atau sekitar 55 miliar rupiah per tahun.
Selain itu Bharti mengimplementasikan Integrated Power Management System (IPMS) dan Variable Speed DC Generator (DCDG) pada 900 site dan menghemat sebesar 47 juta Rupee atau sekitar 9,2 miliar rupiah per tahun. 
Vodafone juga melakukan hal yang sama, sesuai dengan kampanye mereka “ReSolve”. 
Pada tahun 2010 Vodafone melakukan uji coba penggunaan Solar Power pada 4 site dan mereka meyakini dengan penggunaan Solar Power dapat mengurangi ketergantungan terhadap Diesel Generator dengan pengurangan sebesar 2,8 juta kg CO2 per tahun.
Selain itu, pada tahun 2011 Vodafone juga mengimplementasikan Hybrid Solution (Diesel Generator + Battery) pada 2200 site yang dimiliki dan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar sebesar 26 juta liter atau setara dengan 7 juta kg CO2.

Salah satu operator di Indonesia menerapkan teknik CDC di lebih dari 500 site miliknya. 
Teknik ini menggunakan dua genset dan satu baterai sebagai catu daya.
Genset diatur bekerja menyuplai beban site sekaligus sebagai catu daya charging baterai.
Berdasarkan data aktual, teknik CDC dapat menghemat pemakaian bahan bakar hingga sebesar 75%.(sumber: http://www.manajemenenergi.org/2012/11/cdc.html). 

 Sekilas CDC

Dengan menggunakan teknik CDC, setiap bulannya akan terjadi penghematan sebesar USD 1,4 juta. 

Gambar 6. Diagram CDC
(sumber: http://www.manajemenenergi.org/2012/11/cdc.html)

Dengan investasi total di awal sebesar 25,4 juta dolar AS, 
maka biaya investasi tersebut akan tergantikan dengan penghematan yang terjadi selama 18 bulan atau 1,5 tahun.
dengan usia teknis selama 4 tahun maka dengan sisa 2,5 tahun berikutnya adalah total penghematan yang bernilai sekitar USD 40 juta (sumber: http://www.manajemenenergi.org/2012/11/cdc.html). 

HIPOTESIS

Awareness dari para operator telekomunikasi di Indonesia terhadap pemanfaatan renewable energy dan solusi hybrid lainnya untuk menekan biaya energi sepertinya masih rendah.

QUESTIONS

  1. Dan walaupun sudah diimplementasikan pada sejumlah site, mengapa operator di Indonesia tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar?
  2. Apakah secara teknis masih dianggap kurang layak? Apa saja yang menjadi kendalanya?
  3. Apakah biaya investasi yang tinggi di depan menjadi penyebab dari enggannya operator untuk memanfaatkan RE walaupun sesuai data bahwa biaya operasional site akan lebih rendah hingga 30% ?
  4. Apakah pola outsourcing (manage service) energi pada operator telekomunikasi dapat diterapkan?
  5. Di sejumlah daerah yang disebut memiliki rasio elektrifikasi tinggi namun pada kenyataannya terkendala dengan availability (ketersediaan), dan kualitas, dan kehandalan (reliability). Berapa besar opportunity lost yang ditimbulkan? Apakah ini yang menjadi salah satu penyebab keengganan tersebut? 
Mari kita diskusikan ...
++

Artikel terkait:

1. Infrastructure sharing. Why?
2. Telco needs a new engine? Apa spesifikasinya??
3. Telecommunication at the crossroad?
4. What is the truth here?


Artikel Terkait

22 komentar:

  1. Q1/2016

    Walaupun sudah diimplementasikan pada sejumlah site, mengapa operator Indonesia tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar? Mohon pencerahannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mencoba menjawab pertanyaan no.1,

      Operator Indonesia tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar adalah karena implementasi RE di Indonesia memiliki tantangan tersendiri. Dari segi teknologi, tiap-tiap RE harus benar-benar disiapkan lingkungannya untuk dapat digunakan secara maksimal. Misalnya : solar panel,
      - untuk menghidupkan suatu BTS secara berkelanjutan melalui solar panel dibutuhkan semua lahan kosong pada shelter telekomunikasi
      - lalu dibutuhkan perancangan sistem backup energi listrik yang mumpuni untuk dapat membuat elektrifikasi menjadi sustainable
      - selanjutnya suhu yang dapat mendukung kerja solar panel tersebut harus dikondisikan dengan baik agar dapat bekerja secara maksimal melalui tilting panel surya
      - disamping itu harus selalu dilakukan maintenance untuk menjaga kebersihan panel
      - terakhir, perangkat solar panel dan baterai harus selalu di-monitor agar tidak dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab

      Kondisi ini pada satu sisi tentunya membuat operator sedikit kewalahan dalam mengimplementasikan RE. Selain itu, diesel memberikan kemudahan operasional dan kapasitas yang bahkan melebihi kapasitas pembangkit yang disediakan oleh beberapa pembangkit RE. Alhasil, operator lebih memilih untuk tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar karena biaya-biaya untuk RE di satu sisi melebihi biaya yang dikeluarkan untuk diesel. Terlebih lagi, sejauh ini belum ada upaya pemerintah untuk mendukung implementasi RE secara maksimal dalam bentuk pemberian insentif kepada para pelaku bisnis RE sebagai penyedia dan bantuan elektrifikasi untuk grid-grid listrik yang tersedia di Indonesia

      Kharisma Muhammad | MT 2015 |1506696685

      Hapus
    2. Menambahkan balasan dari Sdr. Kharisma M.
      Solar panel selain membutuhkan lahan yang luas, di Indonesia juga memiliki resiko keamanan pada panel serta baterai. Kemungkinan yang tinggi pencurian panel dan baterai membuat biaya tak terduga semakin meningkat.

      Sedangkan implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Angin terbatas hanya pada daerah pesisir yang memiliki debit angin cukup untuk suplai pembangkitan. Operasional pembangkitan energi ini beresiko akibat ketersediaan pasokan angin. Serta perubahan kecepatan angin tidak dapat diprediksikan oleh karena itu pembangkitan energi listrik tenaga angin kurang dapat dihandalkan untuk diimplementasikan di Indonesia.

      Terima kasih.
      Fery Andriyanto
      MT 2015

      Hapus
    3. Mencoba menjawab pertanyaan Q3/2016
      Operator Indonesia tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar adalah karena belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap. Potensi RE, seperti matahari, angin dan air secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas dan kontinuitas penyediaan energi yang rendah.
      Berdasarkan atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengimplementasikan RE dalam jumlah besar, maka perlu ditingkatkan kegiatan studi dan penelitian dalam identifikasi setiap jenis potensi RE secara lengkap di setiap daerah serta kontinuitas penyediaan RE.

      Indra Ardhanayudha Aditya - ME 2015 - 1506776401

      Hapus
    4. Mencoba menjawab pertanyaan 1

      Operator Indonesia tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar adalah kerena besarnya biaya ivestasi yang harus dikeluarkan dalam membangunya dan juga untuk maintenance peralatan-peralatan yang digunakan. seperti dalam kasus solar cell yang telah diterapkan, dijelaskan banyaknya kasus pencurian dari peralatan yang menunjang solar cell tersebut. Operator yang ada telah memberitahukan hal ini, tetapi pemerintah seakan kurang peduli ehingga hal ini masih sepenuhnya di tanggung oleh operator. Seharusnya pemerintah dapat menjadi kan semua peralatan yang menunjang dalam pembangunan telekomunikasi seperti pegggunan RE ini menjadi sebuah aset negara, sehingga jelas sekali tidak akan ada yang berani untuk mencuri peralatan tersebut.

      M.Ilman Hasya - ME 2015 - 1506966722

      Hapus
    5. walaupun RE merupakan sumber daya yang tersedia/gampang ditemukan, namun sifat RE yang intermiten saat ini masih menjadi isu yang menghambat pengimplementasian RE itu sendiri. Sehingga ditakutkan tidak mampu untuk mengcover kebutuhan daya yang diperlukan.

      Eliesa Sandra, ME 2015 - 1506776345

      Hapus
    6. Renewable Energy (RE) menyimpan potensi yang sangat besar, namun untuk implementasinya butuh effort yang besar. Beberapa faktor kendala yang mempengaruhi para operator telekomunikasi tidak mengimplementasikan RE pada banyak site antara lain:

      1. Kontinuitas Penyediaan Energi yang Rendah
      Sumber RE seperti matahari, angin, panas bumi, air, dll memang selalu tersedia dan dapat diperbaharui karena selalu tersedia oleh alam. Namun, potensi pemanfaatannya terbatas karena energi tersebut tidak bisa dimgunakan secara kontinyu / terus menerus.

      2. Kondisi Geografis dan Kondisi Lingkungan yang Kompleks
      Pada setiap daerah/wilayah memiliki potensi RE yang berbeda-beda. Sebagai ilustrasi, pada daerah A memiliki rasio pancaran matahari yang tinggi sepanjang tahun, namun pada daerah B memiliki rasio pancaran matahari yang rendah. Sama halnya dengan sumber RE yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya kegiatan studi dan penelitian (R&D) dalam identifikasi setiap jenis potensi RE secara lengkap di setiap daerah serta kontinuitas penyediaan RE. Tujuannya agar, tidak ada salah perhitungan terhadap potensi RE, dan efektivitas implementasi RE pada setiap daerah.

      3. Security
      Penerapan RE pada Indonesia mayoritas dilakukan pada daerah rural, dimana keamanan infrastruktur yang digunakan untuk implementasi RE sangat rawan pencurian. Hal ini akan sangat merugikan para operator yang telah melakukan usaha implementasi. Belum lagi tidak ada upaya dari pemerintah untuk mendorong implementasi RE dan upaya menjadikan RE sebagai aset negara.

      Beberapa poin inilah yang menyebabkan operator Indonesia tidak mengimplementasikan RE dalam jumlah besar.

      -1506696716-

      Hapus
    7. Operator telekomunikasi Indonesia sebenarnya sudah mengimplementasikan BTS dengan Renewable Energy pada beberapa site nya, namun menurut pendapat saya concern operator-operator indonesia pada Renewable Energy ini cukup terlambat, sehingga pada saat ini para operator tersebut masih dalam fase “mencari model dan perhitungan terbaik” untuk implementasi Renewable Energy di BTS BTS nya. Hal ini yang menahan operator untuk menerapkan Renewable Energy pada kesemua BTS nya.

      Belum lagi beberapa vendor yang mengerjakan BTS Renewable Energy ini memberi pemahaman kepada operator bahwa Renewable Energy untuk BTS tetap tidak bisa berdiri sendiri, harus tetap dengan back-up atau suplai dari genset. Secara perhitungan ekonomis ini tidak menguntungkan atau mejanjikan bagi operator dibandingkan dengan tetap mempertahankan penggunaan genset di BTS nya.

      Lagipula walaupun secara teknis dan operasional sudah dianggap layak, pemasangan Renewable Energy tetap tidak dapat diimplementasikan pada BTS BTS yang ada di perkotaan, karena suplai listrik di perkotaan lebih stabil dan ketersediaannya tinggi, sehingga secara ekonomis tidak dapat di compete langsung dengan biaya pemasangan Renewable Energy untuk BTS tersebut. Padahal ide dari pemasangan Renewable Energy pada BTS adalah untuk mengurangi biaya Operation & Maintenance yang tinggi pada BTS BTS di daerah terpencil dan juga untuk mengurangi biaya energi (bahan bakar) yang sangat mahal dan berubah-ubah di daerah-daerah tepencil tersebut untuk mengoperasikan genset.

      Salam
      Andres Pramana Edward (1506696382)

      Hapus
  2. Q2/2016

    Apakah secara teknis atau operasional masih dianggap kurang layak? Apa saja yang menjadi kendalanya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Secara operasional teori perhitungan biaya total investasi awal tinggi dan menunjukkan hasil yang berbeda dengan dengan implementasi di lapangan.

      Secara teknis untuk menghasilkan power dan storage yang besar, diperlukan kombinasi antar RE sehingga secara keseluruhan tidak ada RE yang berdiri sendiri yang bisa memenuhi kebutuhan energi.

      Kendala bagi energy terbarukan (RE), diantaranya :
      - Tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua
      - Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait : load, karakteristik grid, lokasi dan lingkungan serta kesesuaian pemilihan teknologi
      - Perlu mencari alternatif teknologi storage (high energy density) dan perangkat dengan efisiensi yang tinggi.

      Hapus
    2. Mencoba menjawab pertanyaan Q2/2016.

      Kendala teknis yang masih dihadapi operator seluler dalam penerapan reneweble energi adalah:
      1. Pada implementasi BTS tenaga sel surya, kendala yang ditemui umumnya adalah investasi awal solar panel yang cukup tinggi, serta dibutuhkan luas area yang besar untuk perangkat.
      2. Pada BTS mikrohidro kendala yang dihadapi pada umumnya dikarenankan jarak antara sumber air dan site yang cukup jauh sehingga diperlukan akuisisi lahan yang cukup luas untuk dilewati jaringan listrik.
      3. Selain itu, implementasi RE pada perangkat telekomunikasi (BTS) memang dapat menurunkan pemakaian listrik, namun dengan pemberlakuan daya minimum, besarnya tagihan minimal harus sama dengan biaya abonemen yang telah ditetapkan.
      Selain kendala-kendala teknis tersebut, implementasi RE juga menghadapi kendala sosial, misalnya saja hingga saat ini masih ditemui kasus pencurian terhadap baterai, solar panel, kabel, dll di lokasi-lokasi BTS remote.


      Ria Soraya | MT 2015 | 1506776540

      Hapus
  3. Q3/2016

    Apakah biaya investasi yang tinggi di depan menjadi penyebab dari enggannya operator untuk memanfaatkan RE walaupun sesuai data bahwa biaya operasional site akan lebih rendah hingga 30% ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. BTS merupakan salah satu peralatan telekomunikasi yang berfungsi untuk menerima sinyal dan sekaligus memancarkan sinyal ke segala penjuru agar sinyal dapat diterima dengan baik oleh peralatan telekomunikasi yang lain. Peralatan ini memerlukan pasokan energi untuk menjalankan fungsinya tersebut. Dalam rangka mendukung penciptaan green telco di industri telekomunikasi, penggunaan energi pada BTS dapat bersumber dari energi terbarukan, yang memiliki biaya operasional yang rendah karena bahan bakar berasal dari alam. Teknologi yang bisa digunakan antara lain: Solar Power Solution (Tenaga Surya) merupakan pilihan favorit untuk beban rendah BTS, Wind Power Solution, Pico-Hydro Solution dan lain-lain tergantung sumber daya tersedia di sekitar BTS.

      Beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk menggunakan PLTS sebagai sumber pasokan daya BTS, antara lain:
      1. Intensitas cahaya matahari di sekitar BTS;
      2. Luas wilayah yang diperlukan untuk penempatan sejumlah sel surya;
      3. Lama waktu pemakaian dan perawatan BTS;
      4. Kondisi lingkungan sekitar yang terbuka dan akses jalan untuk logistik peralatan PLTS;
      5. Nilai daya, tegangan dan arus yang diperlukan serta jenis tegangan.

      Apabila dibandingkan antara PLTS VS Diesel Generator, investasi pada PLTS masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Diesel Generator. Apalagi jika ditambah dengan biaya bahan bakar.

      Dengan fakta-fakta tersebut di atas, menurut saya yang menjadi keengganan operator telekomunikasi untuk memanfaatkan energi terbarukan antara lain:
      1. Ketersediaan secara terus menurus pasokan energi (kehandalan energi), di mana ketersediaan sumber energi terbarukan sangat tergantung oleh alam; dan
      2. PLTS yang rentan terhadap pencurian.

      Salam,
      Fitria Yuliani-ME 1506696602

      Hapus
    2. Ya, menurut saya biaya investasi awal yang tinggi menjadi kendala utama bagi penerapan RE di operator telekomunikasi. Sebagaimana kita ketahui, biaya investasi ini menjadi beban CAPEX bagi operator, dan mana kala terdapat perhitungan CAPEX yang signifikan lebih besar antara implementasi RE dibanding dengan non RE, maka solusi ini akan terpinggirkan. Memang dalam jangka panjang biaya OPEX akan turun, yang mana total biaya akan jauh lebih murah dengan solusi RE, akan tetapi untuk beberapa operator, biaya OPEX ini menjadi tanggungan partner yang melakukan pemeliharaan jaringan (managed services/outsources). Jika solusi RE ini akan diterapkan, sebaiknya dilakukan negosiasi ulang dengan partner (managed services/outsources), dengan turunnya biaya OPEX maka nilai kontrak dapat disesuaikan/diturunkan, yang pada akhirnya biaya tersebut dapat dialihkan untuk biaya CAPEX dalam menerapkan solusi RE.

      Hapus
  4. Q4/2016

    Apakah pola outsourcing (manage service) energi pada operator telekomunikasi dapat diterapkan? Bagaimana penjelasannya ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mencoba menjawab pertanyaan Q4/2016.

      Managed Services merupakan sebuah proses transferring kegiatan operasional setiap harin yang masih berkaitan dengan tanggung jawab dalam mengatur strategi perusahaan agar bisa lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan kegiatan operasional perusahaan tersebut. Secara garis besar Managed Services hampir sama dengan outsourcing, namun prosesnya yang lebih komprehensif karena menggunakan bahasa ‘managed’ yang dapat diartikan lebih luas dalam hal pekerjaan nya.

      Pentingnya managed service yang dilakukan oleh perusahaan outsource adalah agar perusahaan dalam hal ini operator telekomunikasi dapat tetap fokus pada bisnis utamanya untuk dapat berinovasi dalam hal menyediakan layanan jasa telekomunikasi bergerak (mobile telecomunication).

      Secara mendasar jika operator melakukan kerja sama dengan perusahaan managed service untuk sektor energinya, maka operator memiliki beberapa keuntungan yang diantaranya:
      1). Operator telekomunikasi dapat berfokus pada core business-nya.
      Berfokus pada core business tentu akan meningkatkan layanan yang lebih baik lagi ke pelanggan karena operator akan berfokus pada inovasi layanan ke pelanggan. Hal ini juga akan membantu operator dalam merampingkan organisasi pada perusahaan karena ruang lingkup kerjaan operator tidak terlalu banyak.
      2. Penghematan CAPEX dan optimalisasi OPEX.
      Sebagai dampak dari nomor 1, operator tentu memperoleh keuntungan dari sisi keuangan jika ruang lingkup kerjaan dan organisasi perusahaan telah dirampingkan. Perusahaan penyedia jasa layanan managed service tersebut tentu akan menawarkan harga yang kompetitif dengan berbagai pilihan paket harga. Hal ini tentu akan membantu operator dalam melakukan penghematan dari sisi CAPEX dan OPEX.
      3. Mengurangi resiko dari perubahan teknologi.
      Perusahaan managed service akan membantu operator untuk memilih teknologi yang tepat sesuai dengan perkembangannya tentu dengan pertimbangan biaya yang serendah mungkin dengan kualitas energi yang bagus.

      Karena diawal operator terlalu fokus dengan core business maka operator akan kekurangan tenaga ahli pada sektor energi jika pada suatu ketika perusahaan yg di outsource untuk mengurusi energi pada operator mengalami masalah di kemudian hari. Hal ini tentu akan mempengaruhi kegiatan bisnis operator. Untuk menimalisir hal tersebut dan risiko - risiko lain yang berpeluang terjadi di kemudian hari antara operator dan perusahaan managed service maka perjanjian di awal kerjasama antara kedua belah pihak tersebut harus dibuat dengan sebaik - baiknya.


      Referensi:
      https://aliefworkshop.wordpress.com/tag/telco/
      https://belajartelekomunikasi.wordpress.com/2010/05/31/managed-services-apa-bagaimana-dan-kenapa/
      http://www.mobnasesemka.com/arti-managed-services/

      Asril Irsadi | ME 2015 | 1506696426

      Hapus
    2. menurut pendapat saya, dengan kondisi industri telekomunikasi saat ini belum bisa diterapkan pola outsourcing energi. Hal ini disebabkan dengan investasi yang dibutuhkan sangat tinggi dan kondisi geografis dari negara Indonesia yang memiliki banyak pulau membuat beberapa perusahaan enggan untuk melakukannya. kendala-kendala yang di hadapi dalam manage service energi yaitu :
      1. Investasi RE yang sangat tinggi dengan melihat kondisi geografis di Indonesia
      2. Maintenace perangkat RE Energy
      3. menetapakan QoS yang harus diberikan kepada operator
      4. Persoalan akan pencurian perangkat RE
      5. memerlukan waktu yang cukup lama untuk implementasi RE energy dari perencanaan hingga operasional

      Jhony Mangiring | MT 2015 | 1506696672

      Hapus
    3. Pola outsourcing energi pada operator telekomunikasi tepat dan layak secara ekonomi bila diterapkan :
      - pada area yang belum terjangkau jaringan listrik.
      - dilaksanakan oleh perusahaan tower
      - menerapkan infrastructure sharing.

      Pada skema ini, perusahaan outsourcing energi akan menyediakan energi listrik dengan harga khusus yang disepakati antara dua pihak.
      Bila menggunakan Diesel generator dan sistem Charge discharge, maka komponen harga ini sudah memperhitungkan biaya bahan bakar, baterai, rectifier, controller, harga sewa dan sebagainya.
      Bila menggunakan renewable energy maka komponen harganya adalah solar panel, battery, charger, operator, sewa, spare part dan garansi.
      Secara umum, harga per kWh yang dibayarkan oleh operator telekomunikasi berada di atas harga listrik dari jaringan PLN dan sedikit di bawah biaya produksi listrik menggunakan diesel generator.

      Keuntungan bagi operator telekomunikasi:
      - Operator tidak memikirkan maintenance, spare part, operation dan lebih fokus ke pengembangan bisnis.
      - Operator mendapatkan tenaga ahli di bidang energi tanpa perlu menambah struktur organisasi.
      - Mengurangi risiko kegagalan service.
      - Bila infrastructure sharing diterapkan, biaya outsourcing energi akan lebih rendah.

      Dwi Laksmana ME2015 1506696546

      Hapus
  5. Q5/2016

    Di sejumlah daerah yang disebut memiliki rasio elektrifikasi tinggi namun pada kenyataannya terkendala dengan availability (ketersediaan), dan kualitas, dan kehandalan (reliability). Berapa besar opportunity lost yang ditimbulkan dari masalah energi ini? Mungkin tidak besar, dan apakah hal ini yang menjadi salah satu penyebab keengganan tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. mencoba menjawab pertanyaan nomor Q5/2016
      Pada dasarnya rasio elektrifikasi tidak dapat dijadikan parameter teknis untuk menjelaskan kondisi kelistrikan suatu daerah karena rasio elektrifikasi hanya menggambarkan banyaknya jumlah keluarga berlistrik dalam suatu daerah dibagi dengan jumlah total keluarga yang ada di daerah tersebut. Rasio elektrifikasi tidak bisa menjelaskan terkait kualitas daya, tegangan, kehandalan dan ketersediaan listrik pada suatu daerah dimana umumnya dijelaskan lewat parameter lainnya seperti tegangan jatuh (drop voltage), SAIDI, SAIFI, Kapasitas Terpasang, Daya Mampu, reserve margin, dll.

      Kesulitan terbesar Pembangkit RE terutama Angin dan Matahari yang sumber dayanya besar di Indonesia adalah sifatnya yang intermittent dimana keberlangsungan pasokan daya yang dihasilkan sangat bergantung kondisi sumber energi saat itu dan tidak dapat berlangsung secara terus menerus. sifat intermittent ini menyebabkan pembangkit akan kehilangan daya ketika angin dan matahari tidak cukup untuk menghasilkan energi sedangkan disisi lain, infrastruktur pasif milik operator telekomunikasi memiliki kebutuhan listrik dengan spesifikasi yang harus dapat menyuplai beban secara terus menerus dengan kualitas yang baik. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan keberadaan baterai sebagai sebuah wadah untuk penyimpanan energi sehingga saat energi yang dihasilkan oleh pembangkit intermittent berlebih akan dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengisian baterai namun kondisi ini menyebabkan pembangkit RE intermittent akan mengeluarkan biaya investasi yang lebih besar untuk penyediaan baterai agar listrik yang dihasilkan dapat berlangsung secara terus menerus. baterai juga merupakan komponen dengan umur ekonomis yang dapat berubah menjadi lebih pendek apabila kita tidak mampu mengatur kondisi discharging dan charging baterai.

      salah satu alternatif solusi untuk daerah daerah dengan rasio elektrifikasi tinggi yang sudah memiliki jaringan eksisting milik PLN adalah operator telekomunikasi dapat mengajukan kerjasama atau permohonan penambahan komponen seperti trafo distribusi atau penguatan jaringan distribusi khusus untuk titik penyambungan infrastruktur pasif milik operator telekomunikasi sehingga kualitas listrik yang dimiliki akan lebih baik walaupun mungkin tarif listrik yang dikenakan akan lebih tinggi.

      Hapus
    2. Mencoba membahas masalah kehandalan supply listrik.
      Secara umum listrik padam dibagi menjadi dua kategori yaitu power failure (gangguan listrik) dan load shedding (pemutusan beban).
      Gangguan listrik bersifat mendadak tanpa peringatan, sedangkan pemutusan beban telah direncanakan dan diumumkan sebelumnya.

      1. Opportunity cost pada kasus padamnya listrik terbagi dua.
      2. Explicit cost: biaya listrik yang tidak diterima oleh produsen akibat pemadaman.
      Implicit cost: biaya yang tidak muncul secara langsung tetapi bisa dihitung dari potensi kerugian akibat berhentinya proses produksi.
      Pada plant produksi, implicit cost meliputi jumlah produk yang berhenti diproduksi dalam satu hari, material yang terbuang akibat stop produksi dsb.
      Pada bisnis telekomunikasi, implicit cost bisa berupa traffic yang tidak terlayani dan kerusakan peralatan elektronik akibat power failure.
      Keengganan menerapkan Renewable energy antara lain disebabkan biaya modal yang tinggi, padahal infrastruktur jaringan listrik telah tersedia.
      Infrastruktur jaringan ini tidak diimbangi oleh kualitas dan kehandalan listrik sehingga kebutuhan renewable energi lebih mahal dari seharusnya.

      Dwi Laksmana ME2015 1506696546

      Hapus
  6. Mencoba menjawab pertanyaan Q2/2016,
    Kendala penerapan RE dari aspek teknologi yaitu adanya ketidaksesuaian antara teknologi RE dengan kondisi sosial, geografi dan ekonomi masyarakat, dalam hal ini belum adanya pemetaan dan penelitian mengenai data potensi sumber daya yang lengkap potensi RE di seluruh Indonesia seperti tingkat radiasi matahari di Indonesia yang yang dipengaruhi banyaknya awan berbeda dengan penelitian RE di Negara asalnya; Harga teknologi RE yang kurang kompetitif dibandingkan energi konvensional juga menjadi faktor penghambat laju perkembangan pemanfaatan RE; Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai teknologi RE yang memicu pencurian dan pengrusakan komponen RE; Kurangnya tenaga teknis di lapangan sehingga menyulitkan perawatan setelah pemasangan.

    Terima Kasih,
    Eko Hin Ari P (MT2015)

    BalasHapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.