.

Selasa, 10 Desember 2013

Artikel Khusus 06: Our ENERGY Conditions - A Year Before AFTA 2015

The challenge series

oleh: Bagus W. Wahyuntoro, Samuel LB Parura, Nino T. Pamuji, Felix Rudianto



Apa itu AFTAApa keuntungan dan risiko suatu negara dengan adanya AFTA? 

Dengan kondisi ketenagalistrikan Indonesia saat ini, bagaimana menilai kesiapan Indonesia menghadapi AFTA? 

Bagaimana pula kesiapan negara-negara lain yang merupakan saingan Indonesia di AFTA?

Pendahuluan

Ini sebuah isu penting mengingat eratnya kaitan daya saing dengan energi (Price and Availability).

Serangkaian pertanyaan tersebut di atas merupakan pertanyaan seputar kesiapan Indonesia di sektor energi (listrik) untuk menghadapi AFTA yang akan diberlakukan secara menyeluruh di tahun 2015.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan sebuah kesepakatan dari negara-negara ASEAN pada tahun 1992 untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas
Tujuannya untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN sehingga dapat menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia.
Namun perdagangan berbeda dimensi dengan perindustrian.
Suatu negara dalam ASEAN dapat mengambil keuntungan dengan adanya AFTA. Dengan jumlah penduduk total lebih dari 600 juta dengan tingkat daya beli yang beragam, pasar ASEAN tentu sangat menjanjikan. 
Biaya produksi dari barang modal dan bahan baku yang diimpor dari negara ASEAN lainnya diharapkan akan semakin rendah dengan adanya AFTA. Demikian pula halnya dengan barang jadi dan jasa.
Di sisi lain, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dengan akan diberlakukannya sistem perdagangan bebas tersebut. Diantaranya adalah kesiapan infrastruktur
Industri yang belum memiliki keunggulan kompetitif akan tersingkir dari arena kompetisi. Infrastruktur yang baik merupakan prasyarat untuk daya saing guna menjaga eksistensi di sistem baru ini. Fokus penulisan ini pada kesiapan infrastruktur ketenagalistrikan.

Mari kita lihat kondisi umum Indonesia

Dari data World Bank, secara keseluruhan, Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN.
Namun GDP per Capita yang diperlihatkan statistik ASEAN, Indonesia tidak lebih baik dibandingkan Thailand dan Malaysia. Dan hal yang membanggakan adalah, meski pertumbuhannya relatif kecil, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan tersebut melewati Global Financial Crisis yang terjadi di tahun 2008.
GDP per Capita. Negara (kiri) dan Kapita (kanan)
Sumber: Statistik ASEAN 2012

Selanjutnya, bagaimana dengan ketenagalistrikan kita? 

Sejak 1994 dengan adanya Deklarasi Pemimpin APEC di Bogor, kebutuhan (demand) beban listrik meningkat pesat dan terjadi defisit akibat sisi supply tumbuh lebih lambat.
Sementara dari statistik terlihat sejak tahun 2009 hingga kini, tidak semua beban listrik tersebut dapat terlayani oleh suplai dari pembangkit yang ada. Permasalahan pembangkitan listrik saat itu dicoba diselesaikan dengan pembangunan pembangkit-pembangkit baru. Namun terlambatnya penyelesaian program 10.000 MW secara keseluruhan tidak membuat keadaan menjadi lebih baik, seperti yang diberitakan oleh Kompas dan EnergyToday
Percepatan penyelesaian proyek-proyek tersebut diharapkan mampu mengejar kebutuhan listrik menjelang AFTA 2015. 
Apabila AFTA menyebabkan peningkatan yang sama, maka hal ini harus disikapi secara serius; ini bukan hanya sekedar wacana.
Daya Mampu dan Beban Puncak Listrik Indonesia (diolah dari Statistik PLN)
Dari The Challenge #1, kita melihat adanya keterkaitan antara harga energi dan ketersediaannya dengan perekonomian suatu negara.
Dari sisi tarif listrik untuk industri, Indonesia tergolong kompetitif bila dibandingkan dengan sejumlah negara-negara ASEAN lainnya namun berada di atas Vietnam.
Tarif Listrik Untuk Industri di ASEAN (diolah dari ASEAN Electrical Tariff 2012)
Dari sudut pandang penggunaan energi primer (TPES) untuk menghasilkan produksi, IEA menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki peluang untuk efisiensi

Hal ini terlihat dari indikator TPES per GDP pada gambar di bawah ini.

TPES Negara-Negara ASEAN (diolah dari Statistik EIA 2012)

Sekilas berita

Sejumlah berita dalam dan luar negeri turut memberitakan kondisi ketenagalistrikan Indonesia.
Baru-baru ini BusinessNews memberitakan persoalan listrik saat ini yang berakibat buruk bagi Industri, hingga ancaman hengkangnya beberapa industri ke luar Indonesia. Demikian pula siaran pers oleh Kementerian ESDM beberapa waktu yang lalu, yang memberitakan hal yang serupa.
Bahkan dalam laman Indonesia Finance Today, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) skeptis dengan menyatakan Indonesia masih belum siap menyambut perdagangan bebas negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN Free Trade Area / AFTA) pada 2015.
Di lain pihak, Majalah Listrik Indonesia memberitakan kegiatan sejumlah negara ASEAN lain yang tengah mempersiapkan sektor ketenaga listrikannya untuk menghadapi AFTA pada tahun 2015.
Dari gambaran di atas, dapat dirasa risiko yang bersumber dari sektor energi dan ketenagalistrikan kelak pada saat AFTA diberlakukan menyeluruh tahun 2015. 

Deklarasi motif penulisan

Motif penulisan artikel ini adalah untuk memahami kondisi ketenagalistrikan di Indonesia sejak kini untuk kepentingan pendidikan yang sedang kami jalani.
Dengan demikian diharapkan masih cukup waktu untuk menghasilkan berbagai pemikiran akademik dalam rangka meminimalkan risiko pada tingkat yang masih dapat diterima melalui perumusan strategi yang tepat dan dukungan sejumlah kebijakan.
Diharapkan pengelolaan yang lebih tepat kelak dapat dilakukan.
Disini kami sekedar berbagi informasi bahwa pengelolaan energi yang buruk akan menurunkan daya saing suatu negara bahkan kawasan seperti halnya yang terjadi di lain Eropa.

Bahan diskusi:

  1. Apakah ada sumber-sumber atau referensi lain yang mendukung atau membantah kesiapan Indonesia menghadapi AFTA ini? 
  2. Untuk menghadapi pemberlakuan AFTA secara menyeluruh, bagaimana mengejar ketertinggalan kita di sektor ketenagalistrikan dalam satu tahun mendatang? Apakah prinsip “at the lowest possible cost” masih relevan dalam kondisi ini? 
  3. Mengapa sisi supply kita turun drastis dibandingkan dekade-dekade terdahulu? Perubahan apa yang terjadi? 
  4. Bagaimana kesiapan faktor pendukung Indonesia untuk menghadapi AFTA, seperti kesiapan SDM, perbankan, kemudahan melakukan usaha, dsb.? Apa saja risikonya dan bagaimana mitigasinya? 
  5. Apa strategi kita di bidang energi khususnya ketenagalistrikan?

Kesimpulan Diskusi (per 31 Desember 2013)

  1. Kondisi ketenagalistrikan kita pada posisi marginal dan memerlukan perhatian khusus dan serius.
  2. Dari fakta yang ditunjukkan bahwa sejak ditandatanganinya perjanjian APEC tahun 1994 di Bogor, menunjukkan bahwa konsumsi (beban) listrik sejak itu mengalami peningkatan yang pesat. Sisi suplai tumbuh lebih lambat hingga terjadi defisit di beberapa daerah akhir-akhir ini. 
Apabila AFTA yang diberlakukan secara menyeluruh pada tahun 2015 akan menyebabkan peningkatan yang sama, maka tingkat pertumbuhan sisi suplai harus dapat mengejar ketertinggalannya dari sisi konsumsi atau kita akan menghadapi keadaan yang sulit.

++

Artikel Terkait

72 komentar:

  1. 1. Apakah ada sumber-sumber atau referensi lain yang mendukung atau membantah kesiapan Indonesia menghadapi AFTA ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya belum menemukan referensi yang mendukung dan membantah kesiapa menghadapi AFTA. Tetapi dari beberapa artikel yang saya baca diantaranya dari sumber ini , pemerintah memerlukan langkah strategis untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur diantaranya:
      1. memanfaatkan pelabuhan dan bandara berstatus internasional serta PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk meningkatkan promosi investasi di bidang infrastruktur
      2. dalam upaya mendorong pengembangan industri nasional, pemerintah akan memberikan insentif fiskal.
      3. pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang berfungsi untuk akukan dan mengembangkan usaha dibidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata dan bidang lain. Pengembangan KEK juga akan diberikan fasilitas insentif berupa fiskal dan non fiskal di sektor perpajakan, kepabeanan dan cukai.
      4. kemudahan pengurusan perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan sektor ketenagakerjaan.

      Langkah 2,3 dan 4 kita bisa lajar dari vietnam dan korea selatan dengan keberhasilan menarik investor. Untuk sektor energi dapa diambil contoh pengembangan shale gas di Amerika dimana intencive tax credit yang diberikan federal menjadi salah satu faktor majunya perkembangan shale gas dengan tetap as lowest possible gas yang dapat menarik industri besar eropa untuk memindahkan fasiltasnya ke Amerika

      Hapus
    2. Menambahkan berita di atas, beberapa waktu yang lalu disiarkan di Makassar, Kemenlu RI menyatakan sejumlah permasalahan yang menghambat daya saing Indonesia dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN dalam rangka menghadapi pasar bebas yang akan diberlakukan menyeluruh di kawasan ASEAN (AFTA) pada tahun 2015; salah satunya adalah masalah kelistrikan. Turut diberitakan bahwa Pemerintah berusaha mengatasinya dengan menerbitkan kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) agar pembangunan setiap koridor lebih terintegrasi.

      Tidak jauh berbeda, beberapa hari sebelumnya, Liputan 6 juga memberitakan keraguan APINDO mengenai kesiapan Indonesia. APINDO mengungkapkan pentingnya koordinasi, baik antara pemerintah dan pengusaha maupun antar kementerian untuk menghadapi perdagangan bebas tersebut.

      Bagus W., ME'13

      Hapus
    3. Bila melihat catatan perdagangan dengan Negara ASEAN beberapa tahun terakhir, Indonesia layak optimis bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau AFTA merupakan peluang untuk maju lebih pesat. Hubungan dagang dengan negara-negara ASEAN telah mendongkrak peningkatan ekspor. Indonesia saat ini mengontribusikan sekitar 50 persen pertumbuhan negara-negara kawasan ASEAN. Angka ini memberikan sinyal positif bahwa MEA adalah bentuk peningkatan intensitas hubungan ekonomi dengan negara-negara ASEAN, yang akan memberi dampak yang menjanjikan bagi ekonomi Indonesia di masa depan. Indonesia bahkan diprediksi bahwa akan menjadi negara dengan tingkat ekonomi terbesar ke tujuh pada 2030. Kenyataan ini dan prediksi ke depan tersebut memberi angin segar dalam membangun optimisme Indonesia menatap masa depan khususnya menjelang berlakunya MEA pada 2015.
      Namun, di balik optimisme potensi peluang tersebut, banyak kalangan merasa skeptis dengan kesiapan Indonesia menghadapi MEA. Sebagian mengkhawatirkan MEA akan mengakibatkan terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri. Kekhawatiran lain juga muncul akibat masih lemahnya daya saing, pembangunan infrakstruktur yang masih belum maksimal, serta defisit neraca berjalan. Masalah-masalah tadi merupakan hal mendasar yang membuat sebagian kalangan pesimis tentang kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.

      Sumber: klik.

      Ilham B.
      ME '13

      Hapus
    4. Menurut Listrikindonesia.com keunggulan kompetitif di sektor tenaga listrik sangat bergantung pada kemampuan sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan manajemen. Negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura dianggap lebih siap terutama dalam hal SDM.
      Akan tetapi AFTA membawa peluang bagi kelistrikan indonesia dimana akan dilakukan interkoneksi antar negara ASEAN, sebagai contoh adalah pasokan listrik negara Thailand yang memiliki ketergantungan pada interkoneksi.
      Sumber : http://listrikindonesia.com/perlunya_kesiapan__sdm_dan_infrastruktur_441.htm

      Irham, ME'13

      Hapus
    5. Menurut depkeu, Tujuan AFTA sendiri adalah :
      -menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
      -menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
      -meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).

      sedangkan Manfaat AFTA bagi Indonesia diantaranya:
      -Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
      -Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
      -Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
      -Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.

      sumber disini

      Hapus
    6. Mas irham kira-kira peranan indonesia sendiri khususnya di kawasan ASEAN seperti apa ? pada era AFTA yang akan di berlakukan tahun 2015 posisi indonesia apa akan hanya mengandalkan interkoneksi yang kebtulan dalam tanda kutip melewati indonesia??

      Hapus
    7. Mas Indrawan, dari diskusi di artikel ini, peranan Indonesia di kawasan ASEAN pada saat AFTA diberlakukan secara menyeluruh di tahun 2015 sebaiknya dengan terus meningkatkan produk-produknya yang memiliki nilai tambah (added value). Kaitannya dengan adanya interkoneksi (ASEAN grid) tersebut, maka bisnis jual beli energi baik antar perusahaan maupun antar negara dapat dilakukan dalam bentuk energi listrik. Demikian juga apabila ada jaringan pipa gas antar negara-negara ASEAN, maka bisnis jual beli tersebut dimungkinkan dalam bentuk gas.

      Nah, terhadap interkoneksi tersebut, harus kita pertimbangkan baik-baik, apakah kita akan:
      1. Tidak akan menggunakannya dan menjual dalam bentuk energi primer?
      2. Menggunakannya untuk menjual produk berupa energi listrik? Berapa tarif yang akan dipakai?
      3. Menggunakannya untuk membeli energi listrik, kemudian produknya yang dihasilkan yang telah memiliki added value dijual ke luar?
      4. Menggunakannya hanya bila diperlukan sewaktu-waktu apabila kondisi sangat mendesak? Sebagai alternatif source of supply?
      5. dsb.

      Hapus
    8. Dari data disini
      Indonesia kemungkinan masih berperan sebagai pemasok bahan baku,dimana ketersediaan energi di Indonesia jumlahnya lebih banyak dibandinggkan negara lain
      dan kalo dari data disini maka indonesia menjadi ladang investasi untuk pembangunan pembangkit dengan catatan jalur interkoneksi dapat dinikmati oleh negara2 lainnya

      Hapus
    9. Mernurut Menko Perekonomian, Hatta Radjasa dalam kuliah umum di ITS pada bulan Mei 2013, menyebutkan bahwasanya hingga 2015 nanti, Indonesia masih kekurangan 15.500 orang engineer dimana ketersediaan dari perguruan tinggi tidak bisa mencapai angka tersebut. Kebutuhan engineer ini penting sekali karena dalam perdangan bebas ASEAN terjadi pertumbuhan ekonomi yang sangat tajam sehingga Indonesia harus memiliki daya saing. Pemerintah akan mendorong pertumbuhan perekonomian dari Sabang sampai Merauke agar terjadi pemerataan pembangunan dan tidak mengumpul di Jawa. Selain itu juga akan segera mengintregasikan kawasan-kawasan tersebut pada perdagangan global. “Dan itu adalah peluang besar, maka kita harus membangun konektifitas. Sebagai negara yang besar, Indonesia harus menjadi kawasan industri bukan menjadi pasar, maka yang menjadi kunci adalah sumber daya manusia (SDM),” tegasnya.
      Maka itu kedepan dibutuhkan banyak tenaga teknik, termasuk dalam menghadapi pertumbuhan teknologi yang sangat cepat hingga mampu mempercepat pertumbuhan peradaban. Peran insinyur untuk pembangunan konektifitas juga meningkatkan daya saing Indonesia pada pasar bebas.

      Hapus
    10. Menambahkan tulisan Mas Samsudin, untuk beberapa saat kedepan Indonesia akan tetap berperan sebagai pengeksport bahan baku. Artikel "Ore Exports Still Allowed" halaman 55 dari Tempo English Edisi 3 November 2013 menjelaskan perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia tidak siap menerapkan peraturan pertambangan mineral dan batubara No 4 tahun 2009 yang melarang eksport mineral dalam bentuk ore pada tahun 2014. Bahkan CEO PT. Freeport Indonesia Pak Rozik B. Soetjipto menyatakan siap membayar royalti tambahan karena melanggar aturan tersebut.

      Hapus
    11. Mas Nino, bukankah dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar justru akan menjadi Indonesia sebagai target pasar, dengan berlakunya AFTA akan membuat semakin banyak barang import yang masuk ke Indoensia.

      Hapus
    12. Dari sisi profesi, Indonesia juga menjadi target pasar. Persatuan Dokter Keluarga Indonesia menyatakan bahwa sedikitnya 870 dokter asing siap masuk ke Indonesia. Hal ini disebabkan dokter merupakan salah satu profesi yang dibuka luas dalam AFTA.
      Sumber :
      http://www.jpnn.com/read/2013/10/28/197889/870-Dokter-Asing-Siap-Serbu-Indonesia-
      http://www.merdeka.com/uang/dokter-dan-perawat-asing-dari-asean-siap-serbu-indonesia.html

      Hapus
    13. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran dalam Seminar Nasional Ikatan Perstatistikan Indonesia dalam rangka Hari Statistik Nasional 2014 di Swiss-Belhotel Jakarta, Jumat (19/09) mengatakan, akibat dari tata kelola energi yang belum memberikan nilai tambah ekonomi optimal membuat ekonomi Indonesia tertinggal.
      Pendapat saya adalah kesalahan dalam tata kelola energi di Indonesia. Berbicara tentang tata kelola energi di Indonesia, saya mendukung kebijakan pemerintah dalam penerapan Undang-Undang Minerba di Indonesia dimana point dalam undang undang itu adalah pelarangan ekspor material mentah sebagai hasil eksplorasi pertambangan di Indonesia.
      Selama ini, Indonesia hanya mengekspor material mentah baik yang dilakukan oleh perusahaan eksplorer dalam maupun luar negeri ke negara tujuan. Dalam hal itu, Indonesia tidak memperoleh nilai tambah dan cenderung dirugikan. Mereka bisa mengolah bongkahan tanah dari Indonesia menjadi berbagai mineral yang amat dibutuhkan atau mengolah minyak mentah menjadi berbagai jenis produk minyak yang mana celakanya semua itu diekspor kembali ke Indonesia dalam bentuk "ready to use" untuk pembangunan industri di Indonesia dengan harga yang berlipat-lipat dari bahan baku yang diekspor oleh Indonesia. Sangat Ironi sekali tapi itulah kenyataannya.
      Walaupun mendapat penentangan dari pelaku eksplorer di dalam maupun luar negeri, tetapi Indonesia harus tegas dalam pengelolaan SDA nya tersebut agar tidak dipandang sebagai bangsa yang kerdil oleh bangsa lain khususnya di lingkup ASEAN.
      Selain pengelolaan SDA, Indonesia juga perlu mengeksplorasi sumber daya yang tidak akan pernah habis dipakai. Indonesia disinari matahari sepanjang tahun, potensi angin di beberapa wilayah Indonesia juga cukup besar, potensi air juga cukup menjanjikan, belum lagi potensi energi geothermal dimana Indonesia mempunyai banyak gunung api sebagai sumber panas bumi. Laut Indonesiapun cukup luas untuk dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik semisal Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Turbin bawah laut ataupun Energi pasang Surutnya.
      Indonesia perlu belajar dari negara yang lebih maju dalam pemanfaatnya. Banyak keuntungan dari pemanfaatan Energi Terbarukan tersebut karena bisa mengurangi emisi CO2 yang mana menjadi issue pemanasan global dan SO2 dan NOx yang dihasilkan oleh pembangkit yang menggunakan energi fosil yang merupakan penyebab hujan asam.
      Sumber :
      http://www.esdm.go.id/berita/mineral/43-mineral/6863-reaksi-dunia-terhadap-kebijakan-pemerintah-indonesia-menghentikan-ekspor-bahan-mentah-.html
      http://energitoday.com/2014/09/20/indonesia-dinilai-belum-cerdas-dalam-tata-kelola-energi/
      Salam
      Heru Wijayanto
      ME 2014

      Hapus
    14. Indonesia tidak dapat memungkiri realita rencana penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara sejak 2015. Artinya, waktu untuk berbenah tidak banyak. Secara kasat mata tampak bahwa “Indonesia Tidak Siap!”. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki modal yang tangguh untuk mempersiapkan. Indonesia masih memiliki banyak “pekerjaan rumah” yang belum terselesaikan sampai dengan saat ini, yang akan menghambat dan bahkan akan menjatuhkan Indonesia dalam persaingan global yang kompetitif. Jika ditilik dari kompetensi sumber daya manusia (SDM), Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara penggagas AFTA lainnya. Hal ini dibuktikan dari indeks kompetensi yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada 2013 dimana Indonesia menempati urutan ke-50 atau lebih rendah dari Singapura (ke-2), Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30). Rendahnya kompetensi SDM Indonesia diperoleh dari faktor-faktor yang saling berkaitan meliputi tenaga kerja atau ahli profesi yang tidak memiliki kualifikasi mumpuni, minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi, kurikulum di sekolah menengah yang belum sesuai dengan dengan keahlian profesi serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah tetapi belum dapat dioptimalkan oleh Pemerintah.
      Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2013 menyatakan, pengganguran terbuka di Indonesia mencapai 6,25 persen. Angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 118,2 juta orang dan lebih dari 360 ribu orang sarjana yang menganggur di negeri kita. Penerapan AFTA 2015 akan berimplikasi terhadap mobilisasi tenaga kerja dari luar negeri yang akan menggeser dan mengisi tenaga kerja dari Indonesia. Hal ini sangat berpotensi besar dalam meningkatkan pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia dikatakan belum siap untuk menghadapi kuatnya persaingan tenaga kerja melalui AFTA 2015 mengingat sebagian besar tenaga kerja Indonesia tidak mampu memenuhi standar yang dibutuhkan. Standar tersebut akan selalu meningkat seiring dengan tingginya persaingan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, maupun kemampuan berbahasa, antar tenaga kerja negara-negara Asia Tenggara.

      Sumber : http://analisadaily.com/news/read/afta-2015-dan-ketidaksiapan-sdm-indonesia/53995/2014/08/12

      Hapus
  2. 2. Untuk menghadapi pemberlakuan AFTA secara menyeluruh, bagaimana mengejar ketertinggalan kita di sektor ketenagalistrikan dalam satu tahun mendatang? Apakah prinsip “at the lowest possible cost” masih relevan dalam kondisi ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seperti diberitakan oleh kantor berita Antara, PT PLN (Persero) menargetkan, proyek percepatan pembangunan PLTU berkapasitas 10.000 MW tahap pertama selesai seluruhnya pada bulan September 2014.

      Bagus W., ME'13

      Hapus
    2. Ada 2 strategi yaitu untuk jangka pendek dan jangka panjang.
      Untuk jangka pendek seperti yang sudah rekan-rekan sampai pada artikel sebelumnya adalah dengan retail atau impor listrik. Berdasarkan RUPTL 2012-2013 PLN dan perusahaan listrik Sarawak (Sesco) telah menandatangani PEA (power exchange agreement)
      yang berisi rencana PLN membeli listrik untuk memasok sistem Kalimantan Barat dari Serawak sebesar 50 MW fl at (sebagai baseload) dan pada beban puncak dapat membeli hingga 230 MW mulai awal tahun 2015 hingga tahun 2019.
      Langkah jangka panjangnya pengembangan EBT dan aspek-aspek terkaitnya.

      Cost pembangkitan suatu produk sebagai fungsi dari investasi awal, bahan bakar, O&M cost, inlasi dan deprisiasi & tax. Ketika salah satu variabel naik maka cost naik. Keseimbangan cost akan terjaga dengan pemberian intencive credit tax merupakan suatu strategi dalam menurunkan besarnya investasi awal dan cost selama operasi sehingga prinsip at lowest possible cost dapat terjaga.

      Hapus
    3. Saat ini yang perlu diupayakan cepat untuk mengejar ketertinggalan dengan tetap memperhatikan prinsip “at the lowest possible cost” antara lain mempercepat pembangunan PLTG, karena waktu pembangunan relatif lebih cepat. Berdasarkan berita yang diulas kompas , PLTG Arun di Aceh dengan kapasitas 200 MW direncanakan dapat selesai dalam waktu 18 bulan (rencana COD Januari 2015).

      Hapus
    4. Pak Bagus, apakah dengan percepatan PLTU 10k MW dapat menunjukan kesiapan Indonesia dalam persaingan bebas AFTA?

      Hapus
    5. Menanggapi apa yang disampaikan Pak Bagus, gambaran kondisi Proyek Percepatan Pembangkit 10.000MW pada September 2012, dari 39 unit yang direncanakan ada 6 unit yang telah selesai, yaitu Labuan (2x300 MW), Suralaya Unit 8 (625 MW), Indramayu (3x330 MW), Lontar (3x315 MW), Rembang (2x315 MW) dan Paiton Unit 9 (660 MW). Sedangkan untuk Indonesia Barat dan Timur belum ada proyek PLTU batubara yang beroperasi komersial per September 2012.
      Sumber : RUPTL 2012-2021

      Irham, ME'13

      Hapus
    6. mas bagus untuk proyek 10.000 mw ,10 pembangkit diantaranya berada di pulau jawa apakah dengan demikian dipulau jawa saja yang akan siap di sektor ketenaga listrikan untuk afta ?

      argianto ME13

      Hapus
    7. Tidak secara langsung, mas Catur. Seperti dijelaskan di artikel di atas, AFTA erat kaitannya dengan perdagangan. Sedangkan perindustrian berbeda dimensinya dengan perdagangan. Salah satu jawaban dari tantangan pasar bebas tersebut adalah kesiapan infrastruktur. Dan ketenagalistrikan merupakan salah satu infrastruktur yang harus disiapkan dengan baik, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan daya saing.

      Percepatan pembangunan PLTU tersebut diambil pemerintah, salah satunya, untuk mengejar ketertinggalan kita di sektor ketenagalistrikan, yang merupakan salah satu infrastruktur yang harus kita siapkan dengan baik tersebut.

      Tentu saja kesiapan ini harus berkesinambungan pada periode-periode dan tahun-tahun setelahnya. Sehingga daya saing itu akan terjaga. FTP II dapat menjadi salah satu faktor pendukung di sini.

      Bagus W., ME'13

      Hapus
    8. Mas Argi, mungkin ada baiknya kita lihat juga porsi beban Ja-ma-li dibandingkan dengan beban di luar jawa. Kemudian dilihat juga trend kenaikannya di masa mendatang dan suplainya. Sehingga dari proyek 10.000 MW tahap I tersebut akan banyak porsi MW yang terhubung di grid Ja-ma-li meskipun hal ini terkesan hanya memprioritaskan Ja-ma-li saja.

      Apabila porsi tersebut tidak tepat, maka akan terjadi surplus di tempat lain, sedangkan di grid ja-ma-li akan terjadi kekurangan yang lebih besar lagi.

      Hapus
    9. Dalam Regional Government Conference (RGC’13) and Indonesia International Infrastructure Conference & Exhibition (IIICE’13) di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan Kamis (14/11), diungkapkan bahwa kapasitas total pembangkit listrik saat ini mencapai 46.420 MW. 74% nya dibangun oleh PLN, IPP menyumbang 22% dan PPU membangun pembangkit sekitar 4%. Untuk mencukupi kebutuhan listrik masyarakat, total penambahan kapasitas pembangkit sampai dengan tahun 2021 adalah sekitar 57 GW atau rata-rata 5,7 GW per tahun. Bisa kita bayangkan, hanya tinggal 1 tahun lagi untuk menambah 5,7GW. Ini bisa menjadi pertanyaan kita, pembangkit jenis apa yang mampu dibangun dalam kurun waktu satu tahun unuk bisa menghasilkan daya total 5,7GW? Sementara para Investor IPP masih menghitung-hitung harga jual listrik ke PLN. Adalah langkah yang baik bilamana pada pembangunan kawasan Industri, dibebaskan para Investor untuk menyediakan pembangkit listrik tanpa ada campur tangan PLN dengan memperhitungkan ketersediaan energi primer yang ada dan memberi kemudahan borokrasi dari segi perijinan.

      Hapus
    10. Salah satu upaya Untuk mengejar ketertinggalan kita adalah melakukan pembangunan infrastruktur yang mana merupakan suatu strategi pemerintah saat ini. Infrastruktur merupakan katalis bagi pembangunan terutama di sektor ketenagalistrikan. Ketersediaan infrastruktur dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan infrastruktur berkaitan erat dengan aktifitas masyarakat dan pemerintah. Infrastruktur menjadi kebutuhan dasar suatu negara dan merupakan suatu kesatuan dengan aktivitas masyarakat dan pemerintah.

      Salam,
      William Maha Putra
      Me 14

      Hapus
    11. Pembangunan Pembnagkit-pembangkit baru dalam FTP 1 yang sudah dioperasikan dan Rencana pembangunan FTP 2 dengan total kapasitas 35rb MW merupakan salah satu contoh persiapan pemerintah dalam menangani krisis listrik. Kesiapan dalam menghadapi AFTA juga sebenarnya sejalan dengan hal tersebut. Semakin baik kondisi dalam negeri kita dalam hal Ketenagalistrikan terutama, maka semakin siap kita dalam menghadapi AFTA tersebut. Yang perlu menjadi catatan menurut saya adalah kemampuan Indonesia memberikan produk yang unggul dalam mensupply ketenagalistrikan di Indonesia dengan efisiensi dan kehandalan yang tinggi. Pembangunan pembangkit baru harus diiringi dengan peningkatan kualitas pembangkit tersebut sehingga investasi yang sudah dikeluarkan dapat memberikan nilai keekonomian yang baik. Kemudian dari sisi kesiapan jaringan transmisi yang juga harus ditingkatkan. Pembangunan pembangkit harus selaras dengan pembangunan transmisi sehingga listrik dapat tersalurkan kearea yang diinginkan. Salah satu yang menjadi tantangan kita dalam hal ketenagalistrikan nanti adalah ASEAN POWER GRID. Bagaimana pemerintah mempersiapkan hal tersebut?

      Salam,
      Toni Sukmawan

      Hapus
    12. Program jangka pendek yang realistis untuk penambahan pasokan listrik yaitu pembangkit FTP tahap I, yang saat ini progresnya telah mencapai 73 persen, dan di targetkan akan selesai pada tahun depan, sebagaimana informasi dalam beritasatu. Dengan pembangkitan berbasis PLTU batubara yang energi primernya jauh lebih murah dibanding energi fosil lainnya, tampaknya masih memungkinkan penyediaan energi at the lowest possible cost.

      Namun, itu masih belum cukup untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang meningkat. Upaya impor listrik melalui Serawak dapat digunakan sebatas untuk short term supply, sambil menunggu penyelesaian pembangkit di wilayah Kalimantan Barat. Sementara itu, program pembangunan pembangkit lainnya, seperti FTP tahap II maupun program Kerjasama Pemerintah dan Swasta, baru ditargetkan akan selesai dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, yang perlu pengawalan dari semua stakeholders agar tidak mengalami keterlambatan.

      Hapus
  3. 3. Mengapa sisi supply kita turun drastis dibandingkan dekade-dekade terdahulu? Perubahan apa yang terjadi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk Pak Nino dan kawan-kawan apakah hal ini ada kaitannya dengan investasi pembangkit baru?

      Hapus
    2. Betul, mas.. Fenomena tersebut tidak terjadi pada masa-masa kita dahulu menjalani beberapa Pelita. Apakah ada penjelasan yang bisa diterima, ya..?

      Hapus
    3. Sepertinya kita mengalami masalah yang sama dengan Vietnam, Apakah karena adanya pembatasan harga jual listrik? tetapi berdasarkan buku Fasilitas dan Intensive Pajak, Publikasi Direktorat Pajak Penghasilan Indonesia dimana tercantum intencive, tax holiday dsb yang dilakukan juga oleh negara-negara Asia lainnya, seharusnya cost yang dikeluarkanpembangkitan tetap "as lowest possible cost". Apakah ada faktor lain yang menyebabkan ketidak tertarikan investor?

      Hapus
    4. Seperti yang dibahas di Artikel Khusus 02. Energy Price and Economic Growth Relationship item nomor 3, mengenai hal-hal yang menarik investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan utilitas suatu negara. Selain itu, risiko investor dan apa yang menarik mereka berinvestasi di perusahaan utilitas pada suatu negara juga pernah kita bahas bersama di artikel pertama 01. Utility Organization juga pada diskusi item nomor 3.

      Selain fasilitas keringanan pajak yang bisa saja diterapkan tersebut, agar investor lebih confident untuk menanamkan modalnya, dibutuhkan kepastian politik dan kebijakan (policy ) yang merupakan ranah pemerintah seperti diungkapkan oleh Sanjaya Lall (Univ. of Oxford) dalam economic paper-nya yang berjudul "Attracting Foreign Investment: New Trends, Sources and Policies" dan juga paper oleh Joong-Wan Cho mengenai faktor-faktor foreign investments.

      Selain itu, paper yang ditulis Kwaku Wiafe juga menjelaskan peranan good governance pada tingkat nasional dan sektoral dalam membentuk iklim yang kondusif untuk investasi ketenagalistrikan oleh pihak swasta.

      Nah, namun apakah itu berarti di tahun-tahun terdahulu, politik dan kebijakan kita lebih baik, dari sudut pandang investor swasta ya?

      Hapus
    5. Apabila dibandingkan dengan masa Orde Baru, sesuai data pada Statistik PLN memang terlihat bahwa pertumbuhan laju kapasitas dan produksi energi menurun. Berbagai macam faktor dianggap sebagai penyebab kondisi ini. Salah satu yang faktor yang sering dikeluhkan para investor listrik swasta dan kebetulan sudah ketemu buktinya di internet adalah tingginya suku bunga kredit di Indonesia (klik disini. Dapat dilihat bahwa dibandingkan negara2 ASEAN, Indonesia interest rate-nya relatif tinggi yaitu 5,75% - 12,75%, sedangkan Malaysia pada kisaran 2% - 3,5%, Thailand 1,25% - 5%, Singapura -0,75% - 20% (kok bisa bunga minus ya, agak bingung), Filipina 3,5% - 56% (Filipina kondisi listriknya mirip dengan Indonesia, konsumsi per listrik kapita pada tahun 2010 599 kWh, Indonesia 620 kWh). Boleh diinfo Mas Nino, gimana caranya biar bunga bank bisa turun.

      Felix Rudianto
      ME13

      Hapus
    6. Pak catur apakah ini ada kaitannya dengan supply and demand energi primer kita?bagaimana potensi enrgi terbarukan di masa yang akan datang?

      Hapus
    7. Mas Indrawan, ada diskusi yang tidak kalah menarik juga mengenai energi terbarukan di artikel 07. Renewable Energy Power Plant Contribution in the National Electricity System.

      Salam,
      Bagus, ME'13

      Hapus
    8. Mau menanggapi paparan mas Felix. Sebenarnya untuk saat ini, kita tidak perlu tergantung darimperbankan lokal. Kita bisa gunakan pendanaan dari luar negeri yang relatif menawarkan bunga lebih rendah. Bahkan saat ini, PLN sendiri dalam melakukan pembangunan pembangkit, memanfaatkan skema ECA (Kredit Eksport) dimana Investor atau kontraktor juga bertanding membawa dana dengan interest yang rendah dan disinilah salah satu variable competitiveness. Jadi mungkin faktor interest yang tinggi di Indonesia bukan faktor menurunnya tingkat supply

      Hapus
    9. Walau suku bunga pinjaman asing lebih rendah, namun harus diwaspadai perubahan nilai tukar Rupiah yang terus melemah dalam jangka panjang.

      Pinjaman dalam Dolar sementara pendapatan dalam Rupiah adalah risiko yang harus diperhitungkan.

      Mengapa suku bunga Indonesia tergolong tinggi?

      Hapus
    10. Karena suku bunga dapat dipengaruhi oleh Inflasi yang terjadi di indonesia maka bank indonesia akan menaikan atau menurunkan BI rate sesuai inflasi tersebut kemudian bank- bank mengikuti acuan bi rate tersebut. contoh Per November 2011, rata-rata bunga deposito bank-bank di Indonesia 6,39 persen, sementara inflasi 4,15 persen. Di Malaysia, bunga deposito 1,14 persen sedangkan inflasi 3,4 persen, Thailand, dengan bunga 2,71 persen angka inflasi 4,19 persen. Sementara Filipina, deposito 2,74 persen dan inflasi 5,2 persen. Korea, bunga deposito 3,94 persen dan inflasi 4,2 persen. Keadaan seperti itu jelas memberi insentif yang lebih besar kepada penyimpan dana ketimbang para pengusaha yang ingin berbisnis. Maka dari itu tidaklah mengherankan jika bank nasional makin tidak menarik di mata para pebisnis atau debitur.
      Sumber

      Hapus
    11. Sebenarnya sisi supply tidak mengalami penurunan, bahkan sebaliknya, pasokan listrik semakin meningkat. Namun, peningkatan kapasitas pembangkitan ternyata tidak secepat pertumbuhan konsumsi listrik yang lebih tinggi. Pertumbuhan permintaan listrik kita hampir 9 persen per tahun, sesuai listrikindonesia, atau setidaknya diperlukan minimal 5.000 MW tambahan pembangkit baru.

      Apabila melihat penambahan kapasitas pembangkit berturut-turut tahun 2012 dan 2013, penambahan kapasitas baru sebesar 3.633 MW dan 1.305 MW per tahun, sesuai statistik PLN. Walaupun ada kontribusi pembelian daya listrik dari IPP, masih belum mencukupi kebutuhan konsumen dan umumnya IPP mayoritas masih berada pada sistem Jawa-Bali yang notabene relatif aman pasokannya. Sedangkan pada sistem di luar Jawa-Bali perkembangan IPP masih belum signifikan.

      Hapus
  4. 4. Bagaimana kesiapan faktor pendukung Indonesia untuk menghadapi AFTA, seperti kesiapan SDM, perbankan, kemudahan melakukan usaha, dsb.? Apa saja risikonya dan bagaimana mitigasinya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beberapa hari lalu, seminar nasional dengan tema "Problematika Kesiapan SDM Indonesia Menyongsong Implementasi ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015" diadakan di suatu universitas di Yogyakarta. Seminar yang digagas APE LPTK, dan dihadiri oleh guru-guru besar dan ekonom tersebut menyoroti tentang penguatan SDM dalam kerangka AFTA. Dalam seminar itu, dibicarakan beberapa hal dari sudut pandang perguruan tinggi dan juga penguatan SDM yang erat berkaitan dengan sistem perekonomian Indonesia.

      Salah satu hal menarik yang juga dibahas dalam seminar tersebut adalah model pembelajaran yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini, yakni pembelajaran yang diarahkan untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi; bukan lagi hanya mengandalkan pembelajaran pasif. Proses pembelajaran juga harus diarahkan untuk mampu merumuskan masalah, bukan hanya menjawab masalah. Kemudian pembelajaran juga harus ditekankan pada pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam penyelesaian masalah.

      Berita ini diulas oleh harian lokal Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat di kota tersebut.

      Bagus W., ME'13

      Hapus
    2. Kesiapan dalam menghadapi AFTA 2015 di sektor ketenagalistrikan antara lain selain mempercepat pembangunan infrastruktur penyediaan listrik juga diperlukan kemudahan dalam pelayanan berbisnis khususnya untuk mendapatkan listrik dimana berdasarkan “www.doingbusiness.org” saat ini Indonesia masih berada pada peringkat 121. Berdasarkan siaran pers yang dirilis oleh KESDM, bahwa Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bersama PLN dan para pemangku kepentingan telah melakukan pembahasan dalam upaya menyederhanakan prosedur penyambungan tenaga listrik yang semula 88 hari, dengan peraturan yang baru nantinya akan dipangkas menjadi 40 hari, direncanakan Permen ESDM tentang prosedur penerbitan SLO dan penyambungan tenaga listrik akan terbit pada bulan ini.

      Hapus
    3. Philip Kotler, Jatusripitak dan Maesincee dalam bukunya The Marketing of Nations; A Strategic Approach to Building National Wealth (1997) menyatakan, agar sebuah bangsa dapat berkembang maju di era globalisasi, diperlukan pembangunan infrastruktur fisik, infrastruktur teknologi, infrastruktur dan kekuatan human capital serta dukungan infrastruktur untuk usaha kecil.

      Bagaimana dengan Indonesia saat ini? Harus diakui, kita masih memiliki sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) untuk dituntaskan terkait keempat hal tersebut. Infrastruktur fisik seperti jalan tol baru memiliki 28 ruas, dengan panjang total 778 KM dan jalan raya baru memiliki 350 ribu KM. Sementara transportasi laut dan udara masih kurang memadai. Khusus untuk transportasi laut, biaya angkutan laut sesungguhnya hanya sepersepuluhnya jika dibandingkan dengan transportasi darat.

      Besarnya beban biaya logistik dan rumitnya birokrasi dianggap sebagai persoalan yang memberatkan investor. Tahun 2012, Asia Business Outlook the Economist Corporate Network mengatakan bahwa Indonesia masih kurang luwes terhadap para investor. Besarnya beban biaya logistik dan pelayanan birokrasi menjadi penyebab utamanya. Sebagai gambaran, pengiriman barang melalui laut ke Hamburg, Jerman, lebih murah jika dibandingkan ke Banjarmasin. Waktu proses ekspor di Indonesia rata-rata 17 hari, sementara rata-rata Asean 14 hari. Demikian halnya dengan perkara birokrasi, masih panjangnya proses perijinan, berbagai aturan di daerah yang kerap membingungkan dan bertentangan dengan aturan di pusat, membuat daftar panjang kendala investasi masih menghantui.

      Peringkat Indonesia pada Global Competitiveness Report 2011-2012 masih berada di bawah negara-negara ekonomi utama di ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura. Indonesia di peringkat ke 44, bandingkan dengan Thailand yang ada diperingkat 38, Malaysia 26 dan Singapura ke 3.

      sumber

      Hapus
    4. Sedikit tambahan yang saya kutip dari Depkeu

      terdapat Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA), dimana skema tersebut merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

      Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception.

      Beberapa Protocol/Article yang dapat dipakai untuk mengamankan produk Indonesia :

      - Article 6 (1) dari CEPT Agreement
      Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk yang telah dimaukkan ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena adanya lonjakan impor dari negara anggota ASEAN lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri.

      -Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products.
      Dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang diklasifikasikan ke dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia).

      sumber

      Hapus
    5. Saya kutip dari kuliah umum Menko Perekonomian di ITS awal tahun 2013, dimana walaupun kendala kekurangan engineer dihadapi Indonesia pada tahun 2015, tetapi ada langkah konkret yang sudah dilakukan pemerintah diantaranya adalah memangkas biaya logistik menjadi 10% dari dari 14,08% sebelumnya. Lankah konkret ini dilakukan dengan pembangunan pelabuhan-pelabuhan baik di Jawa maupun di Luar Jawa yang sedang gerlangsung saat ini.

      Hapus
    6. Negara-negara akan memasuki perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara yakni AFTA yang akan mulai berlaku tahun 2015. Indonesia memang bisa mendapatkan keuntungan dengan adanya perdagangan bebas ini seperti kemudahan masyarakat Indonesia untuk bekerja di negara-negara ASEAN. Namun, apakah SDM Indonesia sudah siap sebagai tenaga kerja profesional dengan tingkat keahlian yang memadai? Akan tetapi, mau tidak mau, Indonesia harus siap menghadapi perdagangan bebas ASEAN ini.
      Indonesia harus segera berbenah diri untuk menghadapi persaingan global yang lebih kompetitif dibanding sebelumnya. Jika memang kita membandingkan dengan negara lain, SDM profesional di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini dapat terlihat dari daftar uji kompetensi yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada tahun 2013, bahwa Indonesia menempati urutan ke-50 atau lebih rendah dari Singapura (ke-2), Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30).

      SDM Indonesia kemungkinan akan menjadi salah satu masalah utama di AFTA ini. Indonesia harus lebih siap mempersiapkan SDM SDM sebelum diberlakukannya AFTA 2015.

      Salam,
      William Maha Putra
      ME 14

      Hapus
    7. Resiko terberat di AFTA adalah apabila pemangku kebijakan perdagangan tidak dapat memenuhi target kebijakan tersebut di mana sudah termasuk target kerjasama negara ASEAN. Apabila pemangku kebijakan gagal, maka Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing perusahaan dalam negeri. Hal yang dikhawatirkan adalah negara-negara ASEAN yang lain akan memenuhi pasar Indonesia dikarenakan Indonesia kalah bersaing (produk dalam negeri tidak dapat bersaing dengan luar negeri). Jika hal ini terjadi maka akan banyak perusahaan yang akan goyang dan peningkatan pengangguran akibat kalah daya saing ini. Ditambah lagi selain produk negara ASEAN lebih baik, pembebasan biaya impor secara otomatis harga produk dijual akan menjadi lebih murah dibandingkan produk dalam negeri.

      Indonesia harus benar-benar membenah diri terutama di sektor SDM sehingga dapat bersaing dengan yang lain.

      Salam,
      William Maha Putra
      ME 14

      Hapus
    8. World Economic Forum merilis indeks kompetensi pada 2013 dimana Indonesia menempati urutan ke-50 atau lebih rendah dari Singapura (ke-2), Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30). Rendahnya kompetensi SDM Indonesia diperoleh dari faktor-faktor yang saling berkaitan meliputi tenaga kerja atau ahli profesi yang tidak memiliki kualifikasi mumpuni, minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi, kurikulum di sekolah menengah yang belum sesuai dengan dengan keahlian profesi serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah tetapi belum dapat dioptimalkan oleh Pemerintah. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2013 menyatakan, pengganguran terbuka di Indonesia mencapai 6,25 persen. Angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 118,2 juta orang dan lebih dari 360 ribu orang sarjana yang menganggur di negeri kita. Penerapan AFTA 2015 akan berimplikasi terhadap mobilisasi tenaga kerja dari luar negeri yang akan menggeser dan mengisi tenaga kerja dari Indonesia. Hal ini sangat berpotensi besar dalam meningkatkan pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia dikatakan belum siap untuk menghadapi kuatnya persaingan tenaga kerja melalui AFTA 2015 mengingat sebagian besar tenaga kerja Indonesia tidak mampu memenuhi standar yang dibutuhkan. Standar tersebut akan selalu meningkat seiring dengan tingginya persaingan kemampuan, keterampilan, pengetahuan ataupun kemampuan berbahasa, antar tenaga kerja negara-negara di Asia Tenggara.

      Banyak hal penting yang dapat membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa memanfaatkan AFTA 2015 demi kemajuan bangsa. Tentunya dengan harapan Pemerintah memahami prioritas masalah yang harus diselesaikan dan kekurangan yang perlu ditingkatkan. Prioritas pemerintah tertuju kepada pembenahan SDM melalui perbaikan pendidikan di Indonesia yang harus mendukung daya saing dan daya guna sehingga lulusan yang dihasilkan mampu bekerja dan bersaing di perusahaan atau industri di Indonesia dan juga negara lain. Pola pikir tenaga kerja maupun calon tenaga kerja harus mulai disesuaikan dengan tren abad ke-21 dimana pembelajaran yang mendorong manusia untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi, mampu merumuskan masalah yang tidak hanya menjawab permasalahan, melatih berfikir analitis dan bukan berfikir mekanistis serta menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Hal ini seharusnya telah terbentuk sejak dunia pendidikan tingkat tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi).

      Hapus
  5. 5. Apa strategi kita di bidang energi khususnya ketenagalistrikan di tingkat Negara?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa yang dikemukakan mas Catur mengenai energi baru dan terbarukan (EBT) untuk tenaga listrik sesuai dengan yang direncanakan oleh DEN, merujuk pada laman UGM yang memberitakan hal ini pada seminar Green Energy Technology beberapa hari yang lalu.

      Selain itu, dikemukakan juga bahwa saat ini DEN sedang menyusun Kebijakan Energi Nasional sebagai acuan pemanfaatan sumberdaya energi di daerah-daerah. Dengan kata lain, dalam kerangka kemandirian dan ketahanan energi, pemanfaatan sumber energi di daerah harus diselaraskan dengan perencanaan nasional.

      Bagus W., ME'13

      Hapus
    2. Berdasarkan DEN, Pada tahun 2025 energi angin dan energi surya masuk dalam kategori other renewables dengan total 5%. Pemanfaatannya masih bisa dioptimalkan sesuai dengan Target IEA, 5% energi surya dan 2% wind turbin. Berdasarkan IEA cost yang dikeluarkan untuk pembangkitan akan semakin murah.
      Peran aktif dan kerjasama di negara-negara maju seperti Jerman yang paling dominan dalam pengembangan pemanfaatan kedua jenis EBT tersebut. Disamping kemudahan dalam pembangunan manufaktur yang berhubungan dengan kedua jenis EBT tersebut akan diharapkan costnya akan lebih murah rata-rata 20%. Sebagai contoh manufaktur surya terbesar di Indonesia hanya mempunya kapasitas untuk pemsangan 1500 pelanggan per bulan dengan total Wp rata-rata 20 Mwp. Tidak sebanding dengan keseluruhan pelanggan PLN pada tahun 2012 dan pertambahannya di tahun-tahun mendatang.Selama masa transisi tersebut, dampak terburuk pertumbuhan ekonomi kita akan stagnan dan perubahan strategi untuk sektor lainnya karena memang membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan dapat menyerap APBN yang besar, Keuntungannya di masa mendatang kita bisa mengembangkan energi yang mandiri yang tidak tergantung harga dunia, menyerap tenaga kerja yang banyak.


      Begitupun dengan EBT yang lainnya seperti shale gas, geothermal, biofuel, biomass memerlukan perhatian khusus.

      Kebijakan FIT dan Traiff memerlukan penyesuaian dan harus dianliasa berdarkan daya beli, perekonomian dan semua faktor terkait. Sebagai contoh FIT tarif rata-rata untuk EBT Rp. 1500/kWh apa yang terjadi kalo sebagian listrik disuplai dari FIT sedangakan pada tahun 2012 biaa pembangkitan Rp. 1200/kWh? apakah kita harus menaikan sampai Rp. 1500/kWh untuk menghindari kerugian PLN? tentu kita tidak bisa secara langsung menaikan, memerlukan studi perbandingan dnegan negara lainnya, sebagai contoh Jerman lagi, setelah 10 tahun traiff listtrik kini diatas FIT tariff energi surya, setelah harga intalasi energi surya lebih murah dan teerjangkau oleh daya beli masyarakat.

      Hapus
    3. Sebetulnya, mana yang lebih kompleks ya, menurunkan tarif listrik (baik yang berasal dari bahan bakar fosil maupun terbarukan) hingga terjangkau ke daya beli semua lapisan masyarakat atau menaikkan daya beli masyarakat ke tarif listrik yang disediakan..?

      Hapus
    4. kalo menurut saya, untuk jangka panjang menurunkan tarif listrik bisa berdampak buruk untuk masyarakat kita, bisa dilihat pada artikel grup 6 (why economic growt become important) menunjukan pola konsumsi terhadap energi terus meningkat, kebutuhan akan energi terus meningkat namun energi yang masih diandalkan hanya energi fosil, dapat dilihat di energi mix indonesia. saya lebih setuju dengan menaikan daya beli masyarakat akan tarif listrik, sehingga masyarakat juga dapat berhemat dan tidak semena mena menghamburkan listrik

      Hapus
    5. Lebih mudah mengutak-atik tarif atau menurunkan biaya produksi?

      Industri ini berkiprah sebagai public utility. Masih ingat mengapa? (baca kembali: Utility Organization.

      Lihat ke margin keuntungan bukan semata pendapatan.

      Hapus
    6. Dalam bidang energi listrik dalam AFTA, ada sebuah rencana besar yang bernama "ASEAN Power Grid". Bagaimana efeknya terhadap Indonesia jika ASEAN Power Grid sudah selesai?

      Hapus
    7. saya berpendapat akan lebih mudah mengutak-atik tarif karena biaya produksi listrik susah untuk diturunkan karena haraga bahan bakar yang digunakan naik. Kemudian biaya produksi sebagai bahan perhitungan berapa harga yang akan dijual lalu memberikan subsidi sesuai dengan jenis pelanggan

      Hapus
    8. Di bidang ketenagalistrikan, meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di sektor ketenagalistrikan dengan mengandalkan kemampuan sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan manajemen sudah merupakan suatu keharusan. Salah satu yang wajib dilakukan adalah penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), untuk menjamin mutu maupun daya saing produk bidang ketenagalistrikan, serta sebagai filter bagi masuknya produk-produk asing yang tidak memenuhi standar ke Indonesia. Sebut saja pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan pada setiap instalasi ketenagalistrikan seperti yang telah di amanahkan dalam UU 30 Tahun 2009.

      Memang kebutuhan listrik kedepan di negara-negara ASEAN akan didukung oleh kerjasama interkoneksi sesama negara-negara ASEAN. Thailand sendiri misalnya saat ini juga sudah sangat tergantung pada interkoneksi. Salah satunya kerjasama dengan Myanmar. Pasokan listrik dari Myanmar sekitar 1 miliar kaki kubik gas yang diantaranya mengoperasikan enam pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Thailand Barat dengan kapasitas 6.000 MW. AFTA menimbulkan permintaan listrik baru bagi negara-negara ASEAN. Apalagi diperkirakan peran ekonomi dan sektor industri akan besar. Sehingga percepatan dan kebutuhan listrik bagi Negara-negara ASEAN dipastikan meningkat.

      Menurut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasioanl (RUKN) 2010-2030, dalam kurun 20 tahun ke depan Indonesia memerlukan tambahan tenaga listrik kumulatif sebesar 172 GW. Dari jumlah itu, 82% (sekitar 142 GW) diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Tambahan kapasitas PLTU Batubara mencapai pangsa sekitar 79% atau mendominasi dengan total penambahan kapasitas sebesar 116,4 GW. Tambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) selama kurun waktu tersebut adalah sebesar 3,8 GW. Sumber klik disini

      Sehingga dapat saya simpulkan bahwa strategi-strategi yang harus kita tetapkan demi mewujudkan kemajuan negara khususnya di bidang ketenagalistrikan adalah:

      1. Tingkatkan Kemampuan Sumber Daya Manusia.

      Pemerintah sudah harus memulai langkah sosialisasi yang lebih giat lagi dalam rangka memberikan pengetahuan perihal pentinganya mencapai kualitas energi yang maksimal dengan kemungkinan harga terendah. Sehingga masyarakat khususnya akademisi yang berkecimpung di bidang energi dapat menciptakan ide-ide baru yang solutif.

      2. Teknologi.
      Keberadaan teknologi canggih di bidang energi merupakan suatu keharusan. Indonesia sudah jauh ketinggalan dari negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, Cina atau salah satu negara tetangga Thailand. Di negara-negara maju, pembangkit energi seperti PLTG, PLTA, PLTP, maupun PLTN sudah gencar-gencarnya untuk dikembangkan.

      3. Manajemen
      Manajemen juga harus diikutsertakan. Kemampuan manajemen yang baik di bidang energi akan sangat bermanfaat untuk mengelola proyek pembangkitan energi tersebut, contoh: menganalisa laporan keuangan proyek, membuat estimasi harga, menetapkan kebijakan dll.

      Demikian pendapat dari saya.

      Thanks & regards,

      Lendy Prabowo
      Manajemen Ketenagalistrikan dan Energi - 2014

      Sumber:
      http://indone5ia.wordpress.com/2012/01/04/kondisi-dan-permasalahan-energi-di-indonesia/
      http://kelasbungamatahari.wordpress.com/2014/07/29/defending-indonesia-on-afta-2015/
      http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Hasil%20Kajian/ESDM%20IEO.pdf

      Hapus
    9. Melihat pengalaman pembangunan pembangkit FTP, maka pembangunan ketenagalistrikan tidak bisa direncanakan dan diimplementasikan secara sektoral saja. Mesti ada kolaborasi dan dukungan penuh dari semua pihak bahwa penyediaan listrik merupakan kebutuhan bersama sehingga muncul tanggung jawab bersama.

      Sehingga perlunya integrasi pengembangan industri dengan mempertimbangkan pemilihan wilayah yang kaya sumber energi, agar mendapatkan mendapatkan kemudahan pasokan energi (listrik) sekaligus harga jual listrik yang lebih murah, karena biaya transmisi/distribusi energi yang murah. Dan ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional dalam Peraturan Pemerintah 79 tahun 2014 yang baru saja terbit.

      Selain itu, pembangunan transmisi listrik semestinya menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah, seperti halnya jalan tol sebagai fasilitas publik. Sehingga cost of energy exchange dapat diminimalisir dan energi dapat disediakan at the lowest possible cost

      Perlunya mewujudkan electricity market yang lebih menarik, salah satunya yang utama adalah pendekatan harga energi yang lebih affordable sehingga dapat mengencourage partisipasi swasta. Skema Feed in Tariff serta memperhitungkan eskalasi biaya secara wajar, dapat menjadi daya tarik pengembangan energi baru terbarukan yang potensinya sangat besar namun belum optimal pengembangannya.

      Hapus
  6. Untuk jangka pendek, pemenuhan kebutuhan listrik didapatkan dari import. Tetapi perlu ditinjau kapasitas peralatan yang sudah terpasang untuk retail yang menggunakan saluran transmisi dna distribusi yang ada, Sehingga tidak menimbulkan resiko yang baru,

    Untuk jangka panjangnya mengalihkan subsidi listrik kedalam bentuk-bentuk yang lebih menunjang perekonomian seperti pemberian intencive credit tax.
    Pengembangan EBT dengan pemberlakuan intensif kredit pajak bagi pengembangan teknologi dan aplikasinya, sistem pelayanan satu pintu terpadu yang memberikan kemudahan dalam ijin usaha dan private leasing land, termasuk juga industri-industri yang mendukung pengembangan EBT tersebut seperti manufaktur mesin-mesin, kabel termasuk perusahaan yang bergerak dibidang perbaikan alat-alat pembangkitan. Penerapan hal tersebut yang telah dilakukan negara-negara Asia lainnya seperti Korea Selatan dan Vietnam mampu menarik investor dalam menanamkan modal di negaranya.


    EBT yang sangat praktis secara aplikasi seperti Solar cell dan wind turbin sangat menarik untuk dikembangkan terutama untuk memenuhi kebutuhan beban di daeerah yang susah dijangkau, selain hal tersebut dapat menciptakan efisiensi pemakaian fuel padai pembangkit-pembangkit base load.

    BalasHapus
    Balasan
    1. menanggapi pernyataan pak catur mengenai EBT dan intensive credit tax, klo menurut saya untuk dalam waktu dekat. karena budaya masyarakat dan regulasi yang belum jelas. untuk budaya masyarakat yang masih sangat tergantung akan listrik PLN, jadi mereka berfikir untuk apa memiliki pembangkit sendiri di rumah, disamping itu rata rata penduduk yang memiliki penghasilan rendah, yang tidak memikirkan untuk hal tersebut. sebagai contoh suatu solar field di NTT tidak berkembang karena budaya dan pendidikan masyarakat yang kurang, solar sell yang di tmpuki batu, dan maintenance yang tdak ada.

      Hapus
  7. Baru-baru ini (di penghujung pemerintahan) dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2014 yang berkaitan erat dengan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2014. Maksud yang terkandung di dalamnya adalah untuk peningkatan daya saing nasional dan kesiapannya untuk menghadapi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan segera diberlakukan tahun depan (2015).

    Presiden menginstruksikan para Menteri dan pejabat-pejabat negara setingkat Menteri serta para kepala pemerintah daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) seluruh Indonesia untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi dengan tujuan peningkatan daya saing nasional tersebut.

    Ada sepuluh sektor pengembangan sebagai pedoman strategi, diantaranya salah satu yang berkaitan dengan topik ini adalah pengembangan energi, yang mana fokusnya ada pada:
    a) Pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak);
    b) Sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi;
    c) Peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.

    Instruksi Presiden ini sekaligus memberikan penugasan kepada Menko Perekonomian untuk melakukan koordinasi pelaksanaan strategi tersebut dan melaporkan secara berkala kepada Presiden.

    Hal ini menimbulkan serangkaian pertanyaan sekaligus tantangan berikut.

    Mampukah pemerintahan yang ada saat ini, yang tinggal hitungan hari menyelesaikan tugasnya, melaksanakan instruksi tersebut? Hal konkret apa yang harus segera dilakukan?

    Kalaupun bisa dan ada, seberapa efektifkah? Mengingat permasalahan kepemimpinan yang ada di bidang energi saat ini tentu saja menyita waktu dan tenaga Menko Perekonomian. Belum lagi koordinasi yang harus dilakukan Menko Perekonomian untuk hal ini pun cukup kompleks.

    Yang jelas, ini bukan merupakan suatu tindakan yang bersifat sesaat seperti penanggulangan bencana lingkungan. Kebersinambungan mutlak diperlukan.

    Sumber: Laman Setkab RI

    BalasHapus
  8. Berbicara tentang Our Energy Condition, a year before AFTA 2015

    Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran dalam Seminar Nasional Ikatan Perstatistikan Indonesia dalam rangka Hari Statistik Nasional 2014 di Swiss-Belhotel Jakarta, Jumat (19/09) mengatakan, akibat dari tata kelola energi yang belum memberikan nilai tambah ekonomi optimal membuat ekonomi Indonesia tertinggal.

    Pendapat saya adalah kesalahan dalam tata kelola energi di Indonesia. Berbicara tentang tata kelola energi di Indonesia, saya mendukung kebijakan pemerintah dalam penerapan Undang-Undang Minerba di Indonesia dimana point dalam undang undang itu adalah pelarangan ekspor material mentah sebagai hasil eksplorasi pertambangan di Indonesia.

    Selama ini, Indonesia hanya mengekspor material mentah baik yang dilakukan oleh perusahaan eksplorer dalam maupun luar negeri ke negara tujuan. Dalam hal itu, Indonesia tidak memperoleh nilai tambah dan cenderung dirugikan. Mereka bisa mengolah bongkahan tanah dari Indonesia menjadi berbagai mineral yang amat dibutuhkan atau mengolah minyak mentah menjadi berbagai jenis produk minyak yang mana celakanya semua itu diekspor kembali ke Indonesia dalam bentuk "ready to use" untuk pembangunan industri di Indonesia dengan harga yang berlipat-lipat dari bahan baku yang diekspor oleh Indonesia. Sangat Ironi sekali tapi itulah kenyataannya.

    Walaupun mendapat penentangan dari pelaku eksplorer di dalam maupun luar negeri, tetapi Indonesia harus tegas dalam pengelolaan SDA nya tersebut agar tidak dipandang sebagai bangsa yang kerdil oleh bangsa lain khususnya di lingkup ASEAN.

    Selain pengelolaan SDA, Indonesia juga perlu mengeksplorasi sumber daya yang tidak akan pernah habis dipakai. Indonesia disinari matahari sepanjang tahun, potensi angin di beberapa wilayah Indonesia juga cukup besar, potensi air juga cukup menjanjikan, belum lagi potensi energi geothermal dimana Indonesia mempunyai banyak gunung api sebagai sumber panas bumi. Laut Indonesiapun cukup luas untuk dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik semisal Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Turbin bawah laut ataupun Energi pasang Surutnya.

    Indonesia perlu belajar dari negara yang lebih maju dalam pemanfaatnya. Banyak keuntungan dari pemanfaatan Energi Terbarukan tersebut karena bisa mengurangi emisi CO2 yang mana menjadi issue pemanasan global dan SO2 dan NOx yang dihasilkan oleh pembangkit yang menggunakan energi fosil yang merupakan penyebab hujan asam.

    Sumber :
    http://www.esdm.go.id/berita/mineral/43-mineral/6863-reaksi-dunia-terhadap-kebijakan-pemerintah-indonesia-menghentikan-ekspor-bahan-mentah-.html
    http://energitoday.com/2014/09/20/indonesia-dinilai-belum-cerdas-dalam-tata-kelola-energi/

    Salam
    Heru Wijayanto
    ME 2014

    BalasHapus
  9. Menilai bahwa AFTA merupakan wujud dan pendapat bersama dari negara-negara peserta ASEAN untuk membuka kesempatan perdagangan Global yang sebesar-besarnya, khususnya di negara ASEAN, bila ditinjau dari segi perdagangan, merupakan hal yang baik bagi Indonesia, karena semua sektor perdagangan kita dapatk menjangkau berbagai negara, dengan berbagai kemudahan.

    Namun pendapat saya bila ditinjau dari sudut pandang Industri, Industri dan Produk-produk Indonesia harus siap bersaing dalam AFTA 2015, selain menerima industri-industri dan produk-produk yang akan lalu-lalang di pasar bebas kita. Produk Indonesia harus "Merajai" dan menetapkan benchmark yang tinggi untuk produk-produk sejenis dari negara-negara yang masuk, khususnya negara ASEAN, agar produk kita tidak kalah bersaing, oleh karena itu, standarisasi yang sudah ada, yaitu STANDAR NASIONAL INDONESIA atau (SNI) harus kita eksploitasi lebih jauh, dengan eksploitasi berarti :

    1. Meningkatkan mutu
    2. Menurunkan harga
    3. Menetapkannya dalam peraturan tertulis, bahwa produk asing yang memiliki kualitas atau standar dibawah standar nasional tidak diperbolehkan masuk.

    selain untuk melindungi costumer, cara diatas juga berimbas baik terhadap nilai produk Indonesia dibandingkan produk lainnya.

    Selain kesiapan secara SDM dan Industri, bila kita bicara mengenai AFTA 2015, kita membicarakan tentang berbagai Industri yang akan masuk ke negara kita secara sporadis, dimana tidak hanya memasukan produk, bisa dipastikan dan diramalkan akan banyak pabrik-pabrik atau industri baru yang akan masuk ke Indonesia, dan pastinya bila dikaitkan secara Energi, ini merupakan lahan bisnis yang baik bagi usaha pembangkitan energi di Indonesia, dikarenakan jumlah pemakai listrik dan potensial pelanggan yang akan bertambah, karena WNA yang akan masuk ke Indonesia juga dipastikan akan bertambah.

    Peluang besar seperti ini, bila dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Industri Energi kita, bisa menjadi titik tolak yang baik, dari segi bisnis maupun dari segi citra Industri Energi, baik didalam maupun diluar negeri. Dipastikan bila AFTA 2015 itu benar-benar terjadi, dan Industri Energi kita sudah siap untuk itu, Indonesia dapat melebarkan Industri Energinya ke ranah internasional, karena nanti diramalkan akan terjadi Integrasi energi, khususnya listrik antar negara, dan itu merupakan peluang yang sangat bagus, bagi industri energi Indonesia, yang nantinya imbasnya akan berpengaruh positif pada pelayanannya, yang mau atau tidak harus bertaraf internasional agar tidak kalah bersaing.

    Augtiaji Awang Baskoro
    Sumber :
    http://m.kompasiana.com/post/read/634576/1/peningkatan-daya-saing-produk-dan-infrastruktur-indonesia-sebagai-persiapan-menghadapi-afta-2015.html
    http://denichaalviana.wordpress.com/2013/11/22/139/
    http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt519453ed07ecd/negara-asean-harus-kerjasama-tingkatkan-sdm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sependapat dengan mas Augtiaji Awang Baskoro, bahwa standarisasi Nasional sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan daya saing kita dalam AFTA 2015 nanti. Ini seperti yang dikemukakan oleh Pak Bagus Wicaksena di goliveindonesia.com bahwa Standar nasional Indonesia ( SNI) merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk memenuhi harmonisasi standar Negara anggota MEA. Beliau menuturkan bahwa untuk meningkatkan daya saing Indonesia, Kementerian Perdagangan Indonesia didesak untuk mendukung percepatan kesiapan industri dalam kerangka integrasi, oleh karena itu semua produk industri harus berstandart regional dibawah skema Mutual Recognition Agreement (MRA). Sektor-sektor prioritas yang dibahas meliputi produk berbasis kayu, otomotif, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis agro, perikanan, peralatan listrik dan elektronik (EEE), e-ASEAN, kesehatan, perjalanan udara, pariwisata dan jasa logistik.
      Selain hal tersebut diatas, menurut saya faktor yang perlu diperhatikan adalah mengenai awareness generasi muda Indonesia terhadap AFTA 2015 ini, hal ini seperti yang dilansir oleh bapak Bening Tirta Muhammad di globalindonesianvoices.com dimana menurut beliau tingkat kepedulian generasi muda Indonesia terhadap AFTA ini dirasa kurang dibandingkan dengan negara negara lain, padahal kesiapan tenaga kerja dengan kualifikasi yang lebih tinggi baik dari kemampuan Bahasa Inggris maupun Regional serta pengalaman kerja merupakan suatu keharusan yang diperlukan dalam persaingan pasar tunggal ASEAN. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang media yang lebih luas jangkauannya terhadap generasi muda Indonesia sehingga meningkatkan daya saing SDM kita di tahun 2015 nanti.
      Di bidang energy, untuk mendukung adanya AFTA 2015 memang diperlukan infrastruktur yang cukup, khususnya di bidang energi kelistrikan. Indonesia sebenarnya sudah turut serta aktif /on track mengikuti kerangka strategi Kerjasama Energi ASEAN baik dalam AEC (ASEAN Economic Community) Blueprint maupun APAEC 2010-2015. Klik link ASEAN.ORG . Kebijakan energy AEC adalah untuk memastikan ketahanan dan keberlangsungan suplai energi termasuk pengembangan APG ( ASEAN Power Grid) dan TAGP ( Trans ASEAN Gas Pipeline) yang diiringi dengan dibuatnya suatu forum kelistrikan ASEAN, HAPUA yang didirikan dengan target electricity interconnection.
      Dilanjutkan comment dibawah karena keterbatasan character.
      Salam,
      Sinung Dwi Anggraeni (ME 2014)

      Hapus
    2. Lanjutan Comment diatas…
      Meneruskan comment saya diatas, perlu diketahui bahwa The ASEAN Power Grid (APG) merupakan program unggulan yang diamanatkan pada tahun 1997 oleh para pemimpin Negara / Pemerintahan ASEAN di bawah Visi ASEAN 2020 menuju keterjaminan keamanan energi regional dengan mempromosikan pemanfaatan energi yang efisien dan berbagi sumberdaya energi. Untuk mengejar program tersebut, ASEAN mengadopsi STRATEGI yang mendorong interkoneksi dari 15 proyek yang diidentifikasi, pertama pada lintas batas /bilateral, kemudian secara bertahap memperluas ke dasar sub-regional dan akhirnya benar-benar terintegrasi ke sistem jaringan listrik Asia Tenggara. Berdasarkan Program interconnection yang dirancang oleh APGCC, saat ini progress ASEAN POWER GRID Projects berdasarkan AIMS II(ASEAN Interconnection Master Plan Study 2) terdapat total 16 projects yang akan mencakup cross border transfer 19.5 GW dan 3000 MW energy exchange. Dalam status APG tersebut, Indonesia mempunya 4 titik interkoneksi yaitu :
      Malaysia-Sumatera(Melaka-Pekan Baru); Serawak-Kalimantan Barat; Batam Singapore; dan Singapore-Sumatera. Berdasarkan meeting terakhir oleh HAPUA Council Members hapuasecretariat.org yang menjadi prioritas sampai dengan tahun 2020 adalah project Sumatera-Malaka, dan West Kalimantan-Sarawak.
      Meskipun saat ini Indonesia masih on track dalam strategi APG tersebut, namun dengan adanya peluang yang sangat besar dan sumber energy yang melimpah, diharapkan akan ada strategi strategi baru yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengambil peluang yang ada di era AFTA 2015 nanti, sehingga menarik investor di sector energy , khususnya renewable energy. strategi tersebut bisa saja dari kebijakan & peraturan energy, kemudahan peraturan, meminimalisir ketidakpastian kontrak bagi hasil, prosedur cost recovery dan pajak , dll dimana diungkapkan oleh beberapa ahli di economistinsight

      Salam,
      Sinung Dwi Anggraeni
      ME 2014

      Hapus
    3. Pembahasan mengenai The ASEAN POWER GRID (APG) yang dibawakan oleh Bu Sinung, sangat menarik, karena memang merunut ke kesiapan Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 dan dihubungkan dengan proyek APG, Indonesia sangat berpotensi sekali untuk melakukan ekspansi bisnis ke ranah ASEAN.

      Indonesia yang diwakili oleh PT PLN (Persero) dalam HAPUA (Head of ASEAN Public Utilities and Agency), mempunyai konsumen terbesar ditingkat ASEAN. Disebutkan juga, terdapat 16 Proyek di masa depan, bila APG ini terlaksana untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga listrik selama 13 Tahun terhitung sejak dimulainya AFTA 2015, karena diprediksi berdasarkan hasil studi, pada tahun 2025, mencapai 189 ribu MW
      studi dari AIMS-2 Menunjukan daya beli 19.576 MW, dengan 3 Ribu MW Interkoneksi, serta potensi 788 MUSD net saving dengan kapasitas terpasang 2.013 MW. Jelas ini membuka peluang investasi yang sangat baik.

      Selain itu, potensi sumber daya alam kita yang berupa LPG, Batu Bara, sangat dibutuhkan selain utk penggunaan dalam Negeri, negara-negara di ASEAN pastinya akan bergantung pada Indonesia untuk supply, dimana secara tidak langsung akan menaikkan status kita di sektor Geo-Politik, dan impactnya, bargaining point dari Indonesia akan sangat besar yang kedepannya akan dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal.

      Karena bila ditinjau, AFTA sendiri mempunyai beberapa manfaat untuk Indonesia, seperti

      1. Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia

      2. Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran

      3. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.

      sehingga, apabila tujuan itu dimanfaatkan dengan baik, terutama dari sektor energi di Indonesia. Dengan kata lain, bila kita siap, dan dapat bersaing di ASEAN, tidak menutup kemungkinan untuk persaingan secara global, serta terbuka lebar kesempatan investasi dari luar (Foreign Direct Investment). Tidak menutup kemungkinan pula, semua pihak yang terkait di bidang proyek ketenagalistrikan, dapat menjangkau ranah ASEAN dan meluaskan pasar.

      Kesimpulannya, bahwa bila kita bisa mengambil kesempatan yang baik dengan adanya AFTA ini, maka tidak menutup kemungkinan, kondisi energi di negara kita akan membaik.

      Salam,
      Augtiaji Awang Baskoro
      Manajemen Energi 2014

      Info terkini klik Source 1.

      Info terkini klik Source 2



      Hapus
    4. Berbicara mengenai kesiapan Indonesia menghadapi AFTA yang sudah di depan mata, menurut saya harus dilihat secara total. Memang dari diskusi diatas, terlihat banyak pendapat ataupun ide mengemuka bagaimana Indonesia seharusnya mempersiapkan kelistrikan dan energi dalam menghadapi AFTA 2015. Dalam buku buku Bappenas RI I, 2011:7, dijelaskan bahwa upaya pemerintah untuk mendukung kemandirian energi dan memenuhi pasokan listrik nasional termasuk membangun jaringan transmisi tenaga listrik dengan total panjang 38.825 kms selama tahun 2010. penambahan kapasitas panas bumi sebesar 127 MW, sehingga secara total, kapasitas terpasang pembangkit energi panas bumi menjadi 1.189 MW, dan kapasitas pembangkit dapat ditingkatkan menjadi 32.864 MW.Upaya tersebut menambah peningkatan rasio elektrifikasi menjadi sebesar 67,20% dan rasio listrik perdesaan menjadi 92,5%. Namun apakah cukup hanya melihat kesiapan Indonesian bidang energi saja,kita bisa mengatakan Indonesia siap menghadapi AFTA 2015?. Perlu kita kaji lebih lanjut kesiapan Indonesia di langkah strategis berikut sesuai dengan apa yang direkomendasikan AEC Blueprint 2015:
      1. Peningkatan Daya Saing Ekonomi
      2. Peningkatan Laju Ekspor
      3. Reformasi Regulasi
      4. Perbaikan Infrastruktur
      5. Reformasi Iklim Investasi
      6. Reformasi Kelembagaan dan Pemerintah
      7. Pemberdayaan UMKM
      8. Pengembangan Pusat UMKM Berbasis Website
      9. Penguatan Ketahanan Ekonomi
      10. Peningkatan Partisipasi Semua Unsur Negara

      Atas Siregar (ME 2014)

      Source: Journal "PERSIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC
      (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY) 2015" SHOLEH

      Hapus
  10. Mbak Sinung dan mas Augtiaji yang saya hormati,

    Ulasan yang cukup bagus mengenai APG.

    Akan tetapi pada diskusi-diskusi sebelumnya, terlihat bahwa sisi suplai ketenagalistrikan kita terengah-engah untuk memenuhi demand yang ada. Dengan adanya APG ini, apakah berarti kita harus memberikan (sebagian) suplai ke negara lain? Seandainya ada pilihan, apakah sebaiknya kita prioritaskan ketenagalistrikan kita untuk suplai (dijual dengan harga tertentu) ke negara lain atau untuk memenuhi demand kita ya? Atau yang dimaksud adalah APG membawa peluang kepada kita untuk impor listrik dari luar?

    Kemudian, bagaimana kira-kira cara sektor ketenagalistrikan memicu pertumbuhan yang bersifat produktif dan bukan konsumtif? Atau keduanya saling berkaitan dan tidak dapat terelakkan?

    Terima kasih dan salam hangat,

    Bagus W. Wahyuntoro

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menjawab pertanyaan Mas bagus Wahyuntoro tentang apakah Indonesia harus memberikan (sebagian) supplai listrik ke negara tetangga untuk program Asean Power Grid maka saya coba menganalisis dari beberapa hal:
      1. Ketersediaan tenaga listrik yang mampu disupplai PLN terhadap demand di Indonesia.
      2. Perbandingan supplai dan demand terhadap negara tetangga ASEAN lainnya.
      Untuk analisis pertama tentang supplai dan demand listrik di Indonesia. Bahwa untuk saat ini supplai listrik belum bisa mengimbangi demand akan kebutuhan listrik di Indonesia. Walaupun pemerintah telah mencanangkan fast track program tahap 1 (10.000 MW) dan fast track program tahap 2 (10.000 MW) namun belum bisa memenuhi harapan dengan berbagai macam kendala yang dihadapi seperti reliability pembangkit yang diragukan, terlambatnya penyelesaian oleh kendala biaya, infrastruktur juga kendala di pihak kontraktornya.

      Untuk informasi yang didapat dari RUPTL PLN 2013-2022, pada tahun 2015 kebutuhan akan energi listrik sebesar 226,8 TWh sedangkan total supplai pembangkit sebesar 38,128 MW atau setara dengan energi 137,26 TWh. Artinya masih minus supplai sebesar 89,34 TWh/tahun sedangkan untuk proyeksi tahun 2022, total kebutuhan energi listrik sebesar 386,6 TWh dengan kemampuan pembangkit menghasilkan daya sebesar 64,299 MW atau setara dengan 231,47 TWh yang artinya minus 155,13 TWh/tahun.

      Ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih defisit energi listrik hingga tahun 2022. Pertanyaannya: apakah Indonesia bisa memberikan supplainya ke negara tetangga ASEAN dengan kondisi defisit energi listrik?

      Apabila kita melihat kondisi riil demand dan supplai negara-negara ASEAN, Singapura adalah negara yang dengan konsumsi listrik/kapita paling besar sekitar 7,7 MWh. Merekapun harus mengimpor kebutuhan yang besar tersebut dari negara tetangga. Walaupun mereka minim akan sumber daya alam namun mereka banyak melakukan inovasi dalam penyediaan kebutuhan akan listrik. Usaha yang mereka lakukan antara lain: pengolahan sampah menjadi listrik, pengolahan kotoran manusia dan memproses sampah makanan dan sampah organik hotel, dapur dan pabrik makanan dengan proses bio-metanisasi dengan menghasilkan gas metan sebagai bahan bakar mesin bertenaga gas. Selain itu mereka juga membangun Zero Energy Building (ZEB) yang sehari-hari menggunakan panel surya atau pilot project mereka yaitu rencana membangun PLTS terapung pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas 2 MW.

      Yang pasti, semua negara ASEAN masih berkutat pada penyediaan energi listrik masing-masing untuk memenuhi kekurangannya. Dengan adanya AFTA 2015, Indonesia berperan menyediakan energi untuk ASEAN khususnya energi listrik namun secara tidak langsung yaitu dengan cara mengekspor sumberdaya alamnya yang berfungsi sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik di negara ASEAN berupa supplai gas melalui program TAGP (Trans ASEAN Gas Pipeline) yang mana sebagian besar jalur pipanya bersumber dari East & West natuna dan South Sumatera ke Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

      Salam
      Heru Wijayanto (ME-2014)

      Sumber:
      RUPTL PLN 2013-2022
      Asean Plan Of Action For Energy Cooperation 2010-2015 (APAEC 2010-2015)

      Hapus
    2. Saya mau menambahkan pendapat dari pak heru wijayanto....bila kita mengacu dari data-data diatas, Indonesia sebenarnya masih kekurangan suplai listrik dalam arti demand energi listrik lebih besar daripada suplai listrik kita....dan mulai di tahun 2015 ini Indonesia akan menghadapi pasar bebas ekonomi ASEAN....melihat kondisi kelistrikan kita saat ini ada kemungkinan kita nanti akan mengimpor energi listrik dari negara-negara tetangga kita seperti yang direncanakan di Kalimantan Barat. Hal ini dilakukan karena di Kalimantan Barat masih terjadi krisis listrik......apalagi dari sisi regulasi hal tersebut juga sudah dimungkinkan.

      Salam,


      Ari D Putra
      ME 2014

      sumber :
      http://www.jpnn.com/read/2014/09/14/257689/Krisis-Listrik-Kalbar-Dituntaskan-dengan-Cara-Paling-Manjur-
      http://economy.okezone.com/read/2014/09/14/19/1038824/atasi-krisis-listrik-pembangunan-jaringan-listrik-dikebut

      Hapus
  11. Menanggapai diskusi diatas, dari daftar proyek APG (2009-2025), terlihat bahwa akan ada kesempatan bagi Indonesia untuk impor maupun ekspor energi listrik ke sub regional maupun regional ASEAN, namun melihat kondisi kelistrikan negara negara ASEAN saat ini dan kondisi kelistrikan internal Indonesia sendiri, dimana rasio elektrifikasi Indonesia masih dibawah rata rata ASEAN, Indonesia masih berkutat dalam pemenuhan energi nasional, ini terbukti dengan adanya proyek percepatan diversifikasi energi 35000 MW yang dicanangkan oleh pemerintah. Terlepas dari itu, dari MOU bilateral antara Indonesia-Malaysia, melalui beberapa proyek kerjasama seperti peninsular Malaysia- Sumatera dan Malakka- Sumatera maka Indonesia masih mempunyai potensi untuk menjual energi listriknya ke negara tetangga. Harapannya adalah, bila kebutuhan energi nasional Indonesia sudah tercukupi, maka Indonesia dapat memanfaatkan jalur transmisi negara tetangga seperti Malaysia untuk ekspor ke negara daratan ASEAN yang masih kekurangan energi listrik.
    yang menjadi pertanyaan saya adalah, apakah Indonesia sudah memiliki strategi ke depan seperti itu? mungkin itu menjadi PR bagi kita semua.

    Salam,
    SINUNG ( ME 2014)

    BalasHapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.