.

Selasa, 15 Oktober 2013

06. System Reliability: RESERVES

Seri Ekonomi Pembangkitan


oleh: Kelompok 4:
Catur Janhari, Chairy Wahyu Winanti, Irwan Wakhidiyanto

Sistem ketenagalistrikan memiliki fungsi dasar melayani pelanggan dengan listrik, baik besar ataupun kecil, dengan  seekonomis dan sehandal mungkin. Kehandalan dalam sistem ketenagalistrikan adalah kemampuan untuk menyediakan pasokan listrik dalam jangka waktu tertentu dalam masa operasional yang dijalani. 

Power System Reliability

Secara sederhana kehandalan sistem ketenagalistrikan dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu:
  1. Kecukupan 
    Hal ini keterkaitannya dengan ketersediaan fasilitas yang memadai dalam sistem untuk memenuhi kebutuhan (load) pelanggan. Termasuk fasilitas untuk pembangkitan, transmisi dan sistem distribusi yang dibutuhkan untuk menghantarkan listrik yang dihasilkan hingga titik beban.
  2. Keamanan 
    Hal ini keterkaitannya dengan respon sistem terhadap gangguan, termasuk gangguan yang bersifat lokal dan gangguan dengan cakupan lebih luas, serta kehilangan pembangkitan ataupun transmisi utama.

Gambar 1. Pembagian Zona Sistem Ketenagalistrikan
(sumber: Power System Reliability - Concept & Techniques, IEEE PES Distinguished Lecturer Program, by Dr. Lalit Goel, Nanyang Technological University)

Tipikal dari aspek probabilitas zona-zona tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Level Pembangkitan
    Tingkat forced outage dari sebuah pembangkit diketahui sebagai fungsi dari ukuran unit tersebut, sehingga presentase cadangan yang tetap (fixed percentage reserve) tidak dapat memastikan risiko secara konsisten.
  2. Level Transmisi
    Tingkat kegagalan dari saluran udara merupakan fungsi dari panjangnya saluran, aspek desain, lokasi, lingkungan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, risiko yang konsisten terhadap gangguan pasokan tidak dapat dipastikan dengan membangun jumlah minimum jaringan.
  3. Level Distribusi
    Semua keputusan perencanaan dan operasi berdasarkan pada bagaimana teknik/pendekatan memperkirakan(forecasting) beban masa depan yang tidak dapat diperkirakan secara tepat, ketidakpastian akan selalu ada dalam perkiraan. Hal ini menyebabkan faktor yang bersifat statistik dinilai dengan cara probabilitas.

KEHANDALAN PEMBANGKIT

Kehandalan kapasitas pembangkitan didefinisikan dalam hal cukupnya kapasitas terpasang pembangkit untuk memenuhi beban sistem

Dalam sistem interkoneksi yang terdiri dari banyak unit pembangkit, maka kehandalan unit-unit pembangkit yang beroperasi dibandingkan dengan beban yang harus dilayani menggambarkan kehandalan sistem tersebut.

Loss-of-Load Probability (LOLP)

Loss of Load merupakan kondisi dimana pembangkit tidak dapat memenuhi kebutuhan beban

Sedangkan probabilitas kehilangan beban (LOLP) 
adalah metode yang dipergunakan untuk mengukur tingkat kehandalan dari suatu sistem pembangkit dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh.

Istilah probabilitas dalam LOLP kurang tepat karena kuantitas yang dihitung dalam LOLP dihitung secara matematis, nilai yang dapat diperkirakan bukanlah probabilitas.


Gambar 2
Perpotongan Kapasitas Daya dengan Kurva Lama Beban Untuk Perhitungan LOLP

"Semakin kecil nilai LOLP, semakin tinggi kehandalan sistem. Sebaliknya, makin besar nilai LOLP, makin rendah kehandalan sistem, karena hal ini berarti probabilitas sistem tidak dapat melayani beban yang makin besar."
Nilai LOLP dapat diperkecil 
dengan menambah daya terpasang atau menurunkan nilai Forced Outage Rate (FOR) unit pembangkit, karena dua langkah ini dapat memperkecil probabilitas daya tersedia.

Penentuan besarnya nilai LOLP dari suatu sistem harus mempertimbangkan besarnya peran penyediaan tenaga listrik pada sistem tersebut atau dengan kata lain berapa besar kerugian yang dialami pemakai energi listrik (konsumen) apabila terjadi interupsi atau gangguan penyediaan pasokan energi listrik.

FORCED OUTAGE RATE

Nilai kinerja pada unit pembangkit: 
diambil dari jumlah durasi gangguan unit per satuan waktu, biasanya dalam satu tahun, disebut dengan forced outage rate (FOR) yaitu kemungkinan terjadinya gangguan pada unit tersebut dalam persen atau angka desimal
Misalkan apabila sebuah unit pembangkit mempunyai FOR = 0,07 maka kemungkinan unit ini beroperasi adalah sesuai rumus availibility 99,93% atau 1- 0,07 (nilai FOR), sedangkan kemungkinan mengalami gangguan adalah 0,07 sesuai dengan nilai FORnya. 

Dengan demikian maka besarnya cadangan daya tersedia yang bisa diandalkan bergantung juga pada FOR unit-unit pembangkit. 
Makin kecil FOR nya makin tinggi jaminan yang didapat, sebaliknya makin besar FOR makin kecil jaminan yang didapat. 
Apabila sistem tenaga listrik terdiri dari beberapa pusat tenaga listrik maka tingkat jaminan tersedianya daya dalam sistem bergantung pada komposisi unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem.

dengan
FOH : jumlah jam unit terganggu
SH : jumlah jam unit beroperasi


FOR Formula untuk beberapa pembangkit:


dengan
Nh : Jumlah jam dari pembangkit yang beroperasi

Contoh Sistem Dengan 3 Unit Pembangkit

Tabel 1. Data FOR Pembangkit
Menentukan banyak kombinasi yang terjadi dalam operasi sistem tenaga listrik sebagaimana persamaan berikut :
Banyak kombinasi = 2^n
Keterangan : n = banyaknya pembangkit 
Dengan empat unit pembangkit ada 2^3 = 8 kombinasi pembangkit yang bisa terjadi dalam operasi sistem ditinjau dari segi penyediaan daya. 

Setiap kombinasi dapat dihitung kemungkinan terjadinya dengan menggunakan FOR seperti pada tabel berikut;
Tabel 2. Kombinasi 4 Pembangkit

Perhitungan LOLP

Secara sederhana perhitungan LOLP dapat diilustrasikan dengan contoh sederhana berikut. 
Sistem terdiri dari tiga unit pembangkit dengan kapasitas masing-masingnya 10 MW dan laju kegagalan pembangkit ( failure of rate, FOR) masing-masingnya adalah 10%. 
Hasil perhitungan probabilitas kumulatif ditunjukan pada Tabel-3, singkatan Daya IN adalah unit pembangkit masuk sistem, yang mempunyai empat kemungkinan state space: yaitu 30, 20, 10 dan 0 MW. Sedangkan Daya OUT sebaliknya.

Tabel 3. Individual and Cumulative Probability
Kemudian berikut ini dinyatakan Load Duration Curve (LDC) dalam Gambar-3. 

Pada beban puncak
perpotongan dengan sumbu datar adalah t1=0 dengan probabilitas kumulatif P1 untuk state space pertama (daya OUT 0 MW), state space kedua (daya OUT 10 MW) berpotongan pada t2=6 jam dengan probabilitas kumulatif P2state space ketiga (daya OUT 20MW) berpotongan pada t3=21 jam dengan probabilitas kumulatif P3 dan state space keempat (daya OUT 30 MW) berpotongan pada t4=24 jam dengan probabilitas kumulatif P4.
Gambar 3. Kurva Lama Beban
Kemudian harga LOLP dihitung berdasarkan persamaan berikut
dengan
Pi : probabilitas sistem dapat menyediakan daya tertentu (misal: a)
ti : lamanya ketersediaan daya tertentu (a)

Berdasarkan persamaan ini didapat indeks LOLP pada sistem adalah 
LOLP = Px0 + 0,271x6 + 0,028x21 + 0,001x24 = 2,238 jam/hari atau 34,036 hari/tahun

Indek LOLP = 34,036 hari/ tahun ini menyatakan kemungkinan pembangkit gagal melayani beban selama 34,036 hari dalam satu tahun. 

LOLP ini bukan menyatakan kegagalan total atau listrik padam semua, tetapi menyatakan kekurangan pasokan daya sehingga ada beban yang tidak dapat dilayani, yang dalam prakteknya berupa peadaman bergilir.


Sumber atau Daftar Pustaka:
  1. Marsh, W. D. Diktat Electric Utility Power Generation Economics. New York: Clarendon Press-Oxford, University Press.
  2. Goel, Lalit. 2011. Power System Reliability – Concepts & Techniques, IEEE PES Distinguished Lecturer Program. Singapore: Nanyang Technological University.
  3. Keandalan Pembangkit, (Online), (http://dunia-listrik.blogspot.com/2009/05/keandalan-pembangkit.html, diakses 13 Oktober 2013)

Artikel Terkait

20 komentar:

  1. Tulisan yang sangat bagus dari mas Catur, mbak Chairy dan mas Irwan.

    Mau menambahkan sedikit, di awal tulisan Reliability total kan dihitung dari Reliability Total Sistem Pembangkitan x Reliability Total Sistem Transmisi x Reliability Total Sistem Distribusi. Terkadang kita terlalu fokus ke sistem pembangkitan, sehingga Reliability Total Sistem Transmisi dan Distribusi dianggap 1 atau 100%. Padahal beberapa kasus terjadi, pemadaman diakibatkan dari kegagalan sistem distribusi. Sehingga, akan lebih mencerminkan dan lebih predictable apabila dihitung juga pada reliability tiap sistem distribusi pada blok diagram sistem reliability. (pada saat reliability analysis)

    Bahkan kehandalan (reliability) pada IEEE 399 - Recommended Practice for Industrial and Commercial Power Systems Analysis, pada pengertiannya ditambahkan kata-kata "..sesuai dengan fungsi yang diharapkan...". (atau "...its intended function...") Sehingga hal ini diartikan apabila suatu pembangkit yang seharusnya mampu meng-handle beban 300 MW namun kenyataannya dia hanya mampu meng-handle maksimum 250 MW, meskipun beban harian hanya 200 MW, maka reliability pembangkit tersebut turun.

    Bagus W. Wahyuntoro, ME'13.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sependapat dgn pak Bagus bahwa reliability total kesistiman (pembangkit, transmisi dan distribusi) harus dipertimbangkan secara keseluruhan, namun menurut pendapat saya bahwa sistem integrasi dan interkoneksi berbagai pembangkit PLTU, PLTA, PLTG, PLTD dll biasanya GI (gardu induk) masing-masing pembangkit transmisi tegangan tingginya sudah terkoneksi secara sistem ring, sehingga bila terjadi gangguan pada salah satu transmisi maka Supply daya akan tetap terjamin dari gardu induk. Yang menjadi masalah bila sistim distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah yg terjadi kegagalan akibatnya akan terjadi pemadaman pada load Yg terkoneksi pada JTM danJTR namun masih bersifat lokal.

      Lain halnya bila yang mengalami kegagalan atau TRIP adalah salah satu pembangkit dimana pembangkit Yg TRIP itu adalah pembangkit dengan daya Yg lebih besar dari cadangan yang tersedia, kemungkinan akan mengakibatkan TOTAL BLACKOUT.

      jadi menurut saya untuk menjamin kehandalan sistem pada saat terjadi overhaul salah satu pembangkit, maka cadangan daya Yg masih ada harus masih lebih besar dari beban puncak.

      Kalau kasus pembangkit dgn daya terpasang 300 MW dan outputnya hanya 250 MW walaupun beban hanya 200 MW, saya kira ini masalah efisiensi dari pembangkit yang menurun namun masih reliable karena masih bisa menjamin suplai atau daya yang dibangkitkan masih lebih besar dari beban sistem.

      Mohon koreksinya bila saya keliru.

      Salam
      Samuel Parura ME 13

      Hapus
    2. Sedikit masukan untuk tabel kombinasi probability of outage di atas, bila pembangkit Yg sedang OFF maka faktor pengalihnya semestinya Forced outage Hours nya (FOH) bukan Service Hours (SH) yaitu (1-FOH). Hasilnya perkalian ya sih OK, mungkin hanya salah ketik saja.

      Salam

      Hapus
  2. Terimakasih Pak Bagus atau Informasinya. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan reliability salah satunya adalah aging factor. Aging factor menyebabkan kehandalan unit akan menurun dikarenakan efisiensi akan turun.
    Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penjadualan pemiliharaan yang teratur dan dianalisa lebih lanjut sesuai dengan kondisi operasi yang aktual.

    Salah satu parameter dalam operasi sebenarnya yang menunjukan kehandalan suatu unit pembangkitkan termasuk didalamnya transmisi dan distribusi adalah SAIDI, SAIFI yang pada setiap kaporan tahunan PLN akan tercantum. Sedangkan CAIDI adalah perbandingan antara SAIDI dengan SAIFI sehingga dari pihak konsumen terutama yang berhubungan produksi dapat memperkirakan kemungkinan jumlah produksi yang turun dan perancangan ekonomisnya untuk emngantisipasi hal tersebut berdasarkan SAIDI, SAIFI dan CAIDI.
    Sedangkan dari pihak pembangkitkan nilai SAIDI, SAIFI dan CAIDI menunjukan indeks kehandalan pembangkitan, transmisi dan pendistribusian listrik.

    Untuk transmisi SOD menunjukan relibility dari sistem transmisi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar pak catur, peralatan didalam sistem apapun harus dipelihara secara periodik sesuai manual book peralatan tersebut yang dibuat Manufacturer. Dengan dijalkannya aktivitas PM dan PDM (preventive maintenance dan predictive maintenance) maka peralatan akan reliable dan nilai ekonominya tidak cepat turun. Namun bila maintenance dilakukan secara breakdown artinya sudah mengalami kerusakan baru diperbaiki maka akan menimbulkan kerugian yang besar seperti loose oportunity, kehandalan turun, kerusakan pada alat dan umur alat akan menurun.

      Salam
      Samuel Parura ME13

      Hapus
  3. Diskusi tambahan:
    1. Apa yang dimaksud dengan SAIDI, SAIFI dan CAIDI?
    2. Apa hubungan LOLP dengan SAIDI, SAIFI dan CAIDI?
    3. Apa pengaruh SAIDI, SAIFI dan CAIDI terhadaap perekonomian makro?

    BalasHapus
  4. SAIDI (System Average Interruption Duration Index) adalah lama durasi pemadaman dibagi jumlah pelanggan yang mengalami pemadaman atau lama pemadaman yang dirasakan setiap pelanggan
    SAIFI (System Average Interruption Frequency Index) adalah jumlah frekuensi pemadaman dibagi jumlah pelanggan yang mengalami pemadaman atau frekuensi pemadaman yang dirasakan setiap pelanggan
    CAIDI (Customer Average Interruption Duration Index) adalah lama durasi padam dibagi frekuensi pemadaman atau lama padam untuk setiap pemadaman yang dirasakan setiap pelanggan
    SAIDI dan SAIFI merupakan indikator kinerja bidang distribusi di seluruh dunia. Nilai ketiga indikator ini hampir tidak mungkin sama dengan 0 (nol) karena metode pemeliharaan yang digunakan masih banyak yang bersifat offline. Walaupun indikator ini menjadi penilaian distribusi, peran dari pembangkit dan transmisi memiliki pengaruh yang cukup besar karena interupt pada kedua sistem ini memiliki dampak yang besar. Oleh karena itu pembebanan feeder/penyulang diusahakan dibawah 100% sehingga manuver jaringan dapat dilakukan dengan mudah untuk meminimalisir pemadaman yang dirasakan pelanggan.

    BalasHapus
  5. Sedikit mengomentari berkatian dengan SAIDI, SAIFI dan CAIDI, menurut saya parameter atau indikator yang digunakan dalam Pembangkitan ini hampir sama dengan parameter dalam pengelolaan pada suatu Alat Berat atau Unit yaitu :
    PA : Physical Availibilty = Kemampuan/kehandalan menyediakan untuk kesiapan operasi dalam suatu periode waktu tertentu
    MTBF : Mean Time Between Failure = Tingkat kepercayaan alat/unit berapa lama mampu beroperasi dalam suatu periode waktu tertentu, hal ini sangat terkait dengan brp kali unit tersebut mengalami shutdown krn Unschedule breakdown.
    MTTR : Mean TIme To Repair = Tingkat Kepercayaan alat/unit dihitung dari rata2 berapa lama atau durasi breakdownya dalam suatu periode waktu tertentu.
    Pertanyaannya bagi Mas Irham, Mas Catur atau semua Kel 4 :
    1. Berapa rata2 angka / persentase nilai dari SAIDI,SAIFI & CAIFI dari suatu pembangkit
    2. Apakah Nilai tersebut berbeda-beda pada setiap pembangkit.?
    3. Apakal hal ini terus dimonitor/direview sebagai paramater indikator KPI.?

    BalasHapus
    Balasan
    1. SAIDI, SAIFI, dan CAIDI berhubungan dengan pelanggan dan bidang kelistrikan yang bersentuhan langsung dengan pelanggan adalah distribusi. Oleh karena itu termasuk KPI bagi distribusi. Sedangkan untuk KPI untuk pembangkit yang saya peroleh dari diskusi dengan temen di pembangkit Sumatra Barat adalah terkait interupt sistem dan penggunaan bahan bakar.
      Mungkin ada yang bisa menjelaskan KPI untuk pembangkit sendiri?

      Hapus
  6. Mencoba menanggapi pertanyaan Mas Dedy, nilai SAIDI, SAIFI dan CAIFI tidak hanya bergantung pada sistem pembangkitan, melainkan bergantung pada keseluruhan sistem tenaga listrik, termasuk sistem transmisi dan distribusinya. Sehingga nilai SAIDI, SAIFI dan CAIDI tidak hanya merepresentasikan kehandalan sistem pembangkitan. Untuk nilai SAIDI, SAIFI dan CAIDI pertahunnya bisa dilihat pada RUPTL.

    Chairy, ME13

    BalasHapus
  7. Setuju dengan mas chairy bahwa sesuai dengan pengertian SAIDI SAIFI dan CAIDI dimana pelanggan yang menjadi objek dari parameter tersebut, maka parameter –parameter tersebut berlaku dari system pembangkitan hingga system jaringan distribusi tegangan rendah 220VAC

    BalasHapus
  8. Kelompok 3 ME-2015

    Dalam pembangunan pembangkit baru, apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pembagian daya yang akan terpasang? Contoh : 600 MW dibagi menjadi 3x200 MW atau 2x300 MW?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertimbangan utama dalam pembagian daya yang terpasang pda suatu wilayah yaitu beban pembangkit, kehandalan (kecukupan dan kemanan pasokan listrik) suatu sistem pembangkit dan nilai ekonomi dari sistem pembangkitan.

      Dari sisi kehandalan pembangkit, perhitungan beban rata-rata dan beban puncak dapat menjadi pertimbangan dalam pembagian daya terpasang. Perhitungan kehandalan suatu sistem pembangkit dari beban suatu wilayah dapat dilakukan dengan Loss of Load Probability (LOLP) dan nilai kinerja unit pembangkit yaitu Forced Outage Rate (FOR).

      Dari sisi keekonomian, pertimbangan pembagian daya terpasang juga tergantung potensi sumber daya energi yang tersedia pada daerah tersebut, sehingga dengan karekteristik pembangkit listrik berdasarkan bahan bakar yang digunakan dan ketersediaan bahan bakar didaerah tersebut dapat menjadi pertimbangan pembagian daya terpasang.

      Mohon pendapat dan koreksi terhadap pendapat saya tersebut .

      Fitria (ME 2015) - Kelompok 1

      Hapus
    2. Dalam perencanaan pembangkitan terdapat sebuah rule of thumb akan ukuran pembangkit maksimal yaitu 10% dari beban sistem. Hal ini untuk meminimalisir dampak goyangan frekuensi saat terjadi forced outage. Bila goyangan frekuensi lebih besar dai nilai tertentu dapat terjadi pemutusan oleh under frekuensi relay terhadap beban-beban tertentu untuk menghindari kerusakan pada sistem dan beban.

      Kerusakan pada sistem adalah pelepasan sistem secara total dan kerusakan beban adalah akibat goyangan frekuensi yang mampu merusak beban (contoh adalah motor listrik daya besar (beberapa MW) dapat rusak/patah porosnya akibat goyangan frekuensi).

      Secara umum ada 3 kriteria yang perlu diperhatikan yaitu keamanan, keandalan dan keekonomian. Ketiganya perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan sistem. Oleh sebab itu perencanaan sebiah sistem tidaklah sebuah proses linier namun merupakan proses umpan balik untuk menentukan kesetimbangan antara kriteria diatas.

      Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah ukuran sumber energi primer itu sendiri. PLTA tentu saja ukurannya akan menyesuaikan dengan besar debit air sepanjang tahun, PLTP akan menyesuaikan dengan besar produksi uap yang ada, dst.

      Selain itu juga ada batasan teknologi, bila sistem sudah besar sekali katakanlah 75.000 MW tetap saja pembangkit terbesar akan mengikuti kapasitas terbesar yang secara ekonomi mampu dibangun (contoh 1400 MW) dan bukannya 7500 MW sesuai rule of thumb.

      Secara umum komposisi pembangkitan dengan kriteria keekonomian tertinggi akan dicari dengan memperhatikan keamanan dan keandalan yang disyaratkan.

      Hapus
    3. Pertimbangan dalam pembagian daya yang akan terpasang ditentukan oleh tingkat keandalan (indeks loss of load probability atau LOLP) yang sudah ditetapkan sebelumnya. Index LOLP dinyatakan dalam jumlah hari dalam periode yang ditentukan ketika beban diperkirakan melebihi kapasitas pembangkit yang tersedia. Konfigurasi penambahan pembangkit ditentukan oleh pertumbuhan bebannya, pola beban harian, jumlah dan kapasitas pembangkit eksisting, dan laju kegagalan unit pembangkit (FOR:failure of rate).

      Indra Ardhanayudha Aditya,ME15

      Hapus
    4. Salah satu yang menjadi alasan dalam pembangunan pembangkit baru untuk pertimbangan dalam pembagian daya yang akan terpasang adalah dengan menggunakan metode perhitungan Forced Outage Probability. Sebagai contoh, jika kita melakukan pembangunan pembangkit dengan kapasitas 600 MW alangkah lebih baik untuk dibagi menjadi 2x300 MW ataupun 3x200 MW. Dengan metode tersebut akan didapat peluang terjadinya beban keluar dari sistem pada unit 600 MW lebih besar jika dibandingkan dengan pembangkit dengan kapasitas 3x200 MW ataupun 2x300MW. Kehilangan daya atau terjadinya pemadaman jika berlangsung terus menerus ini akan sangat merugikan masyarakat dan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi kedepannya. Sehingga perhitungan pembagian daya ini perlu diperhitungkan dengan baik.

      Asril Irsadi, ME 2015

      Hapus
    5. Pada dasarnya, pertimbangan pembangunan pembangkit baru atau penambahan daya dengan ekspansi disebabkan beberapa hal:
      1. Rencana kebutuhan daya dan identifikasi tipe beban yang akan disuplai
      2. Tingkat kehandalan eksisting, handal berarti cukupnya kapasitas terpasang pembangkit untuk memenuhi beban sistem.
      3. Faktor keekonomian sistem pembangkit
      Pertimbangan pemilihan pembagian daya pembangkitpun harus memikirkan 3 faktor di atas.
      Di dalam suatu system, kehandalan menjadi salah satu kriteria untuk penentuan mana pilihan yang optimum. dengan demikian kehandalan menjadi faktor dalam pengambilan keputusan. Analisis kehandalan pertama dilakukan dengan metode Loss of Load Probability, metode yang mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh. Salah satu penentu LOLP adalah Forced Outage Probability yang di dalamnya memperhitungkan Foced Outage Rate (FOR)/Rf yaitu kemungkinan terjadinya gangguan pada unit tersebut.
      Nilai FOR setiap unit pembangkit menjadi dasar berapa kombinasi dan berapa persen kehandalan kombinasi sistem tersebut. dengan demikian dapat dianalisis bagaimana kombinasi pembagian daya dalam satu sistem pembangkit.
      Analisis Lebih lanjut dapat dilakukan dengan konsep effective load-carrying capacity. Dengan konsep ini kita membandingkan kehandalan system dan efek FOR dari alternatif penambahan suatu tipe unit pembangkit ke dalam system pembangkit.
      Dengan metode dan konsep yang disebutkan di atas, kita dapat menganalisis berapa kapasitas dan jumlah unit pembangkit yang efektif ditambahkan ke dalam system dan berapa kehandalannya berdasarkan nilai FORnya.

      Arief Murnandityo ME 2015

      Hapus
    6. Selain dari sisi kehandalan sistem, juga harus mepertimbangkan berdasarkan dari sisi ekonomi dari pemilihan unit size pembangkit tersebut, yaitu dengan mencari nilai paling optimal antara nilai ”capital cost” pembangkit yang paling rendah dengan biaya reserve-nya. Semakin besar unit size pembangkit maka “plant cost” dan “operation and maintenance cost”-nya akan semakin kecil. Sebaliknya, semakin besar unit size pembangkit maka “reserve cost” juga akan meningkat.
      Jadi harus dihitung dulu misalnya mana nilai paling optimal secara ekonomis antara 3 unit pembangkit @200 MW dibandingkan dengan 2 unit @300 MW.

      St. Wisnu N (ME 2015) - Kelompok 1

      Hapus
  9. Perencanaan penambahan daya pembangkit adalah suatu proses kegiatan perencanaan yang rumit yang harus dapat memenuhi total biaya pembangkitan yang minimum dengan batasan keandalan, lingkungan dan ketersediaan pendanaan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan ketidakpastian yang ada dalam perencanaan pembangkitan, seperti berapa persen perkiraan pertumbuhan beban per tahun, Perkiraan ketersediaan dan harga bahan bakar, Bentuk kurva beban harian yang ada di wilayah tersebut, analisa aliran daya dan short circuit di dalam sistem.

    Selain itu, perencanaan penambahan daya pembangkit juga mempertimbangkan ketersediaan kelas unit (unit size) pembangkit sesuai dengan ketersediaannya di pasar atau industri peralatan yang mendukung unit size yang ada. Sebagai contoh, PLTU di Kalimantan saat ini memiliki kelas unit yaitu 25 MW , 50-60 MW, dan 100 MW. Hal ini dikarenakan kelas boiler, turbin, generator dan transformer selaku peralatan utama yang tersedia di pasar yang tersedia saat ini hanya dalam unit kelas tersebut. Pembangkit yang dibangun dengan unit kelas yang ada di pasaran akan memiliki biaya yang lebih murah dibandingkan bila pembangkit tersebut memiliki kelas unit yang spesifik.
    Semakin kecil unit kelas yang dipilih tentunya akan meningkatkan kehandalan seperti contoh pembangkit dengan kapasitas 3 x 200 MW akan lebih handal daripada pembangkit dengan kapasitas 2 x 300 MW, namun kita juga harus mempertimbangkan banyaknya pembangkit yang kita bangun jelas akan menambah biaya pembangunan pembangkit dan mengurangi nilai efisiensi pembangkit karena semakin besar pembangkit umumnya efisiensi kerja pembangkit semakin baik.

    Fadolly Ardin, ME 2015

    BalasHapus
  10. Untuk menentukan kapasitas pembangkit baru, pemerintah melihat kebutuhan daya di suatu area dan proyeksi kebutuhan di masa mendatang. Misalnya di Kepulauan Ternate kebutuhan daya adalah 25MW yang disupply oleh PLTD 20MW. Ada defisit 5MW di sini. PLN kemudian membangun PLTU baru 2x7MW. Ini artinya lebih dari 50% dari beban listrik PLTD dapat diambil alih PLTU baru.

    Bila kapasitas total ditentukan oleh kebutuhan, sedang kombinasinya ditentukan standar yang umum dari manufaktur. Misalnya : 10MW, 25MW, 120MW, 300MW, 600MW, 1000MW. Pembangkit kapasitas besar bisa dibuat customized sesuai permintaan customer. Tetapi ada risiko delay dari pengadaan komponen, atau part yang dibuat secara khusus dan tidak tersedia di pasar. Harga yang didapat customer juga harga spesial akibat custom order tersebut.

    Kecuali pembangkit besar di atas 300MW, umumnya pembangkit dibuat berpasangan. Misalnya 2x25MW, 2x120MW, 4x7MW. Ini karena pertimbangan redundancy/back up. Pada PLTU tersebut, balance of plant digunakan bersama (common) seperti Coal conveyor, Water Treatment, Compressed Air, Hidrogen Generator dan sebagainya. Untuk proyek IPP dan pembangkit kapasitas besar seperti Cilacap 1x660MW dan 1x1000MW memang dibangun single tidak berpasangan. Pembangkit 3x200MW sesuai pertanyaan di atas bisa jadi dibangun dalam 2 atau 3 tahap yang terpisah.

    Dwi laksmana (ME 2015)

    BalasHapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.