oleh: Elok S. Amitayani
Biaya bahan bakar per kWh listrik untuk pembangkit nuklir
hanya sekitar 0,76 sen/kWh (76 rupiah) dengan asumsi nilai tukar Rp 10.000 per
dolar. Rata-rata reaktor PWR (pressurized water reactor) 1.000 MW membutuhkan
~24 ton bahan bakar per tahun. Dengan faktor kapasitas 85% akan dihasilkan
7,446 miliar kWh listrik dalam setahun. Harga bahan bakar nuklir siap pakai
adalah sekitar US$ 2.360/kg.
Gambar dikutip dari: http://www.rsd17.org/TeacherWebPage/HighSchool/HFerrer/Nuclear%20Fuel%20Cycle.htm
Keuntungan operasi pembangkit nuklir terutama sekali disumbang oleh biaya bahan bakarnya yang murah. Artikel ini akan meringkas proses pembuatan bahan bakar nuklir; dari alam ke reaktor. Perhitungan singkat biaya per kWh listrik dari bahan bakar nuklir ini juga akan ditampilkan.
Tidak diketahui secara pasti berapa harga beli bahan-bakar oleh perusahaan pembangkit nuklir. Salah satu cara untuk memverifikasinya mungkin dengan melihat laporan keuangan mereka atau memberikan quesioner. Dalam perhitungan ini pun shipping cost belum ditambahkan karena akan sangat bervariasi. Setidaknya, dari data yang tersedia dapat ditelusuri perkiraan biaya bahan-bakar pembangkit nuklir per kWh listrik.
Terlepas dari pro-kontra seputar penggunaannya, kontribusi energi nuklir dalam pembangkitan listrik dunia hingga saat ini ternyata cukup besar. Di dunia terdapat 434 unit reaktor beroperasi yang tersebar di 30 negara dengan 370.543 MWe total kapasitas terpasang. Selain itu masih ada 68 reaktor dalam proses konstruksi (sumber: PRIS database IAEA).
Energi nuklir memiliki keunikan ekonomi yakni mahal dalam investasi tapi murah dalam operasi. Hal ini berkebalikan dengan jenis pembangkit fosil. Kekhasan ini memberikan daya tarik lebih bagi investor ketika opsi energi lain menjadi lebih mahal dalam jangka panjang dalam beberapa situasi, misalnya:
· ketika permintaan energi meningkat tajam seperti di China dan India, atau
· ketika pengurangan polusi dan gas rumah kaca menjadi visi, atau
· ketika keamanan pasokan energi menjadi keharusan seperti di Perancis, Jepang (sebelum bencana Fukushima), Korea Selatan, dan AS.
Bahan bakar yang dimaksud berbentuk senyawa UO2
(uranium dioksida). Bahan dasarnya tentu saja uranium alam yang telah
diperkaya. Apa yang diperkaya?
Tentu saja kandungan uranium 235 (U-235) nya, yang merupakan material fisil yakni material yang dapat mempertahankan, sustaining, reaksi fisi.
Sebagai informasi, kandungan uranium alam terdiri dari ~99,3% isotop uranium 238 (U-238), menyisakan hanya ~0,7% (7 per mil) isotop U-235. Untuk reaktor daya dengan pendingin air ringan (LWR – light water reactor), kadar U-235 ini perlu ditingkatkan menjadi 3-4%. LWR adalah tipe reaktor yang paling banyak digunakan di dunia.
Berbeda dengan proses pada umumnya, peningkatan kadar U-235 tidak dilakukan dengan menambahkan U-235 dari tempat lain, namun dengan mengurangi jumlah U-238 yang ada hingga kadar U-235 yang diperlukan. Pada proses pengayaan ini banyak diproduksi depleted tail, atau uranium yang telah miskin/terkuras kandungan U-235 nya.
Untuk membuat bahan bakar reaktor, uranium perlu melalui 4 tahapan proses yakni: 1) penambangan itu sendiri 2) konversi 3) pengayaan dan 4) fabrikasi.
Hasil akhir proses ini adalah senyawa UO2 diperkaya, yang telah berbentuk pelet dan disusun vertikal dalam selongsong (fuel rod) dan dirangkai bersama menjadi fuel assembly. Fuel assembly inilah yang dimasukkan ke dalam reaktor. UO2 didalamnya akan dibakar dalam reaksi fisi guna menghasilkan energi untuk menggerakkan generator yang membangkitkan tenaga listrik.
Proses dan gambaran biaya pada setiap proses adalah sebagai berikut ini.
1) Uranium 8,9 kg U3O8 x $130 (US$ 1.160)
2) Konversi 7,5 kg UF6 x $11 (US$ 83)
3) Pengayaan 7,3 SWU x $120 (US$ 880)
4) Fabrikasi per kg UO2 (US$ 240)
Harga-harga per Juni 2013. (sumber: WNA. Data dapat bervariasi)
Pada setiap tahap terjadi kehilangan massa yang cukup berarti sehingga untuk membuat 1 kg bahan bakar reaktor dibutuhkan lebih dari 1 kg uranium alam. World Nuclear Association (WNA) menyebutkan dibutuhkan 8,9 kg uranium alam untuk setiap kg bahan bakar reaktor.
Uranium ditambang dan diproses menjadi uranium oksida(U3O8) yang kemudian diubah menjadi UF6 (gas) untuk keperluan pengayaan. Untuk setiap 8,9 kg U3O8 akan dihasilkan 7,5 kg UF6. Pada proses pengayaan kadar U-235 akan ditingkatkan menjadi 3 – 4% dengan satuan kerja SWU (separative work unit). Setelah 7,3 SWU akan dihasilkan 1 kg UF6 diperkaya. Pada proses fabrikasi, UF6 akan diubah menjadi UO2 yang akan dibentuk menjadi pelet dan disusun dalam selongsong/fuel rod.
Kumpulan selongsong (sekitar 200 atau lebih) membentuk bundel bahan bakar/fuel assembly. Setiap tipe reaktor memiliki konfigurasi fuel assemblynya sendiri. Konfigurasi pada AP1000 dari Westinghouse adalah 264 fuel rod per assembly yang disusun dalam matrik 17x17, dengan total fuel assembly 157 (Reactor AP1000 Design Control Document Ch 4).
Rata-rata reaktor PWR 1.000 MW membutuhkan 24 ton bahan bakar dengan biaya bahan bakar sekitar US$ 56,6 juta untuk operasi 1 tahun. Jika faktor kapasitas reaktor adalah 85%, listrik yang dihasilkan adalah 7,446 miliar kWh. Diperoleh biaya bahan bakar per kWh listrik adalah 0,76 sen/kWh (~76 rupiah). Hasil perhitungan ini dapat bervariasi karena periode bahan bakar dapat mencapai 1,5 tahun dan faktor kapasitas dapat mencapai lebih atau bahkan kurang dari 85%.
Tentu saja kandungan uranium 235 (U-235) nya, yang merupakan material fisil yakni material yang dapat mempertahankan, sustaining, reaksi fisi.
Sebagai informasi, kandungan uranium alam terdiri dari ~99,3% isotop uranium 238 (U-238), menyisakan hanya ~0,7% (7 per mil) isotop U-235. Untuk reaktor daya dengan pendingin air ringan (LWR – light water reactor), kadar U-235 ini perlu ditingkatkan menjadi 3-4%. LWR adalah tipe reaktor yang paling banyak digunakan di dunia.
Berbeda dengan proses pada umumnya, peningkatan kadar U-235 tidak dilakukan dengan menambahkan U-235 dari tempat lain, namun dengan mengurangi jumlah U-238 yang ada hingga kadar U-235 yang diperlukan. Pada proses pengayaan ini banyak diproduksi depleted tail, atau uranium yang telah miskin/terkuras kandungan U-235 nya.
Untuk membuat bahan bakar reaktor, uranium perlu melalui 4 tahapan proses yakni: 1) penambangan itu sendiri 2) konversi 3) pengayaan dan 4) fabrikasi.
Hasil akhir proses ini adalah senyawa UO2 diperkaya, yang telah berbentuk pelet dan disusun vertikal dalam selongsong (fuel rod) dan dirangkai bersama menjadi fuel assembly. Fuel assembly inilah yang dimasukkan ke dalam reaktor. UO2 didalamnya akan dibakar dalam reaksi fisi guna menghasilkan energi untuk menggerakkan generator yang membangkitkan tenaga listrik.
Proses dan gambaran biaya pada setiap proses adalah sebagai berikut ini.
1) Uranium 8,9 kg U3O8 x $130 (US$ 1.160)
2) Konversi 7,5 kg UF6 x $11 (US$ 83)
3) Pengayaan 7,3 SWU x $120 (US$ 880)
4) Fabrikasi per kg UO2 (US$ 240)
Harga-harga per Juni 2013. (sumber: WNA. Data dapat bervariasi)
Pada setiap tahap terjadi kehilangan massa yang cukup berarti sehingga untuk membuat 1 kg bahan bakar reaktor dibutuhkan lebih dari 1 kg uranium alam. World Nuclear Association (WNA) menyebutkan dibutuhkan 8,9 kg uranium alam untuk setiap kg bahan bakar reaktor.
Uranium ditambang dan diproses menjadi uranium oksida(U3O8) yang kemudian diubah menjadi UF6 (gas) untuk keperluan pengayaan. Untuk setiap 8,9 kg U3O8 akan dihasilkan 7,5 kg UF6. Pada proses pengayaan kadar U-235 akan ditingkatkan menjadi 3 – 4% dengan satuan kerja SWU (separative work unit). Setelah 7,3 SWU akan dihasilkan 1 kg UF6 diperkaya. Pada proses fabrikasi, UF6 akan diubah menjadi UO2 yang akan dibentuk menjadi pelet dan disusun dalam selongsong/fuel rod.
Kumpulan selongsong (sekitar 200 atau lebih) membentuk bundel bahan bakar/fuel assembly. Setiap tipe reaktor memiliki konfigurasi fuel assemblynya sendiri. Konfigurasi pada AP1000 dari Westinghouse adalah 264 fuel rod per assembly yang disusun dalam matrik 17x17, dengan total fuel assembly 157 (Reactor AP1000 Design Control Document Ch 4).
Rata-rata reaktor PWR 1.000 MW membutuhkan 24 ton bahan bakar dengan biaya bahan bakar sekitar US$ 56,6 juta untuk operasi 1 tahun. Jika faktor kapasitas reaktor adalah 85%, listrik yang dihasilkan adalah 7,446 miliar kWh. Diperoleh biaya bahan bakar per kWh listrik adalah 0,76 sen/kWh (~76 rupiah). Hasil perhitungan ini dapat bervariasi karena periode bahan bakar dapat mencapai 1,5 tahun dan faktor kapasitas dapat mencapai lebih atau bahkan kurang dari 85%.
Sebagai perbandingan berikut adalah data biaya bahan bakar/kWh dari beberapa perusahaan pembangkit di Amerika Serikat yang mengoperasikan pembangkit tenaga nuklir. Perbandingan dengan pembangkit lain yang dikelola perusahaan juga ditampilkan. Data diambil dari Annual Report yang dipublikasi (dalam sen $/kWh).
Alabama Power
Company, US 2012 2011 2010
2009
Coal 3,30 3,16 3,02 -
Nuclear 0,80 0,66 0,60 -
Gas 3,06 3,92 4,47 -
Coal 3,30 3,16 3,02 -
Nuclear 0,80 0,66 0,60 -
Gas 3,06 3,92 4,47 -
Georgia Power
Company, US 2012 2011 2010
2009
Coal - 4 ,70 4 ,53 4 ,12
Nuclear - 0 ,78 0 ,66 0 ,55
Gas - 4 ,92 5 ,75 5 ,30
Coal - 4 ,70 4 ,53 4 ,12
Nuclear - 0 ,78 0 ,66 0 ,55
Gas - 4 ,92 5 ,75 5 ,30
Duke Energy, US 2012 2011 2010
2009
Coal - 3 ,17 3 ,04 2 ,88
Nuclear - 0 ,55 0 ,52 0 ,48
Gas - 5 ,89 6 ,77 7 ,71
Coal - 3 ,17 3 ,04 2 ,88
Nuclear - 0 ,55 0 ,52 0 ,48
Gas - 5 ,89 6 ,77 7 ,71
Sekian.
Pada 2011, share nuklir dalam pembangkitan listrik global adalah 13,5% dengan total produksi listrik 2.500 miliar kWh.
BalasHapushttp://www.world-nuclear.org/info/Current-and-Future-Generation/Plans-For-New-Reactors-Worldwide/
Tidak kalah menarik untuk diketahui adalah bagaimana reaktor nuklir menghasilkan energi listrik. Gambarannya bisa ditemukan di website resmi World Nuclear Association ini.
BalasHapusPada dasarnya mirip dengan PLTU kecuali unit penghasil uapnya.
Belum dapat berkembangnya PLTN di Indonesia disebabkan karena keekonomian PLTN belum dapat bersaing dengan jenis pembangkit fossil seperti batubara kelas 1.000 MW ultra super-Critical.
BalasHapusKesulitan terbesar dalam merencanakan PLTN adalah tidak jelasnya biaya kapital, biaya radioactive waste management & decommisioning serta biaya terkait nuclear liability. Untuk biaya kapital misalnya, sebuah studi bersama antara PLN dan sebuah perusahaan listrik dari luar negeri pada tahun 2006 mengindikasikan biaya pembangunan PLTN sebesar $ 1.700/kW (EPC saja) atau $ 2.300/kW (setelah memperhitungkan biaya bunga pinjaman selama konstruksi). Angka tersebut kini dipandang terlalu rendah, karena menurut berbagai laporan yang lebih baru, biaya pembangunan PLTN pada beberapa negara telah mencapai angka yang jauh lebih tinggi. belum lagi memperhitungkan aspek politik, kebijakan energi, keselamatan nuklir, penerimaan sosial, budaya, perubahan iklim dan perlindungan lingkungan. yang berdampak bahwa PLTN belum dijadikan pilihan oleh pemerintah.
referensi : RUPTL PLN 2013 - 2022
Alex Fernandes - ME 14
Menanggapi penjelasan mengenai biaya nuklir yang telah dijelaskan diatas, Selain biaya biaya yang telah disebutkan, menurut saya biaya eksternalitas dari suatu Pembangkit nuklir sangat perlu dipertimbangkan. Hal ini tentunya bila menginginkan Pembangkit nuklir mempunyai daya saing ekonomi terhadap pembangkit lainnya, seperti pembangkit gas maupun batubara.
BalasHapusBerdasarkaniaea.org , capital investment untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir saat ini biasanya sekitar 60% dari biaya pembangkitan, biaya bahan bakar sebesar 20% dan 20% sisanya biaya operasi dan pemeliharaan (O & M). Kebutuhan modal untuk membangun pembangkit bahan bakar fosil dapat secara signifikan lebih rendah, dengan komponen biaya pembangkitan utama, bahan bakar sekitar 50% untuk Pembangkit batubara dan 70% untuk Pembangkit gas alam. Apabila Pembangkit nuklir ingin menjadi lebih kompetitif, maka biaya eksternalitas harus turut diperhitungkan seperti biaya tidak langsung untuk pengelolaan limbah dan dekomisioning menjadi biaya pembangkitan.Untuk Pembangkit berbahan bakar fosil, biaya ini belum disertakan sepenuhnya apabila kebijakan lingkungan menjadi lebih ketat.Untuk Pembangkit tenaga nuklir, biaya eksternalitas lingkungan ini pada dasarnya telah terinternalisasi dalam biaya pembangkitan ( yaitu mengenai sistem pencegahan material radioaktif yang dapat mencemari lingkungan), selain itu pembangkit nuklir juga tidak akan terpengaruh oleh nilai karbon ,berbeda dengan Pembangkit bahan bakar fossil. Bila kebijakan lingkungan kedepannya sangat ketat, khususnya terkait kebijakan perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, maka posisi Pembangkit berbahan bakar fosil ini, yang notabene menghasilkan emisi CO2 terbesar maka Pembangkit nuklir merupakan kompetitor yang kuat secara ekonomi, dikarenakan biaya eksternalitas dari pajak karbon atau biaya pengurangan karbon Pembangkit fosil nilainya cukup mahal dibandingkan dengan nuklir.
Salam,
Sinung Dwi Anggraeni
ME 2014