.

Jumat, 16 November 2012

Masih perlukah?


Kebijakan Feed-in Tariff untuk Teknologi Photovoltaic

oleh: Ashadi
   
Salah satu potensi energi terbesar yang dimiliki Indonesia adalah energi sinar matahari, yang dapat dikonversikan menjadi energi listrk melalui teknologi PV (panel surya). Hanya saja, harga perangkat PV system hingga kini dianggap masih mahal dan ada pihak yang beranggapan bahwa teknologi ini memerlukan kebijakan FIT (feed-in tariff) agar dapat eksis di Indonesia.

Apa betul begitu? Mungkin tidak

Kebijakan FIT merupakan kebijakan yang mengatur skema (teknis, tarif, dan umum) penjualan listrik dari masyarakat yang memproduksi listrik (pemilik PV system dalam hal ini) kepada pemilik jaringan listrik (dalam hal ini pemerintah yang diwakili PLN). Pada skema FIT ini, masyarakat diproyeksikan akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus, yaitu dapat memproduksi listrik untuk digunakan sendiri dan kelebihan (excess) produksi listrik dapat dijual untuk memperoleh pendapatan guna mempersingkat jangka waktu pengembalian modal ataupun return on investment (ROI).

Gambar 1. Skema jaringan untuk mekanisme feed-in-tariff

Gambar di atas menunjukkan bagaimana mekanisme FIT ini bekerja. Kebijakan FIT ini sendiri telah diterapkan di lebih dari 50 negara di dunia, termasuk terakhir di Malaysia, dan secara umum terbukti berhasil meningkatkan instalasi PV System di berbagai negara tersebut.

Bagi Indonesia ini merupakan sebuah perubahan besar dalam paradigma ketenagalistrikan nasionalnya. Jika selama ini masyarakat hanya diposisikan sebagai konsumen pasif maka dengan paradigma baru tersebut masyarakat akan bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen aktif pada saat bersamaan (prosumer). Pada posisi ini sebagian masyarakat akan melepas ketergantungan listrik dari PLN yang selama ini bertindak sebagai pemasok tunggal.

Tetapi kebijakan FIT yang diharapkan tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Terlalu banyak pihak yang terkait. Perlu penyesuaian sejumlah undang-undang, peraturan, investasi baru untuk perubahan infrastruktur dan waktu serta tenaga untuk mengatasi pro dan kontra pasti terjadi. Maka dari itu pemikiran ini FIT ini sebaiknya bisa kita kesampingkan terlebih dahulu.

Lalu apa?

Tantangan yang harus dijawab oleh para engineer yang juga mempelajari manajemen di bidang energi adalah menemukan cara untuk menghasilkan listrik dengan biaya pokok produksi (BPP) di bawah harga pasar menggunakan teknologi solar cell atau sel surya. Dengan begitu, energi matahari yang tersedia dapat dimanfaatkan dalam nilai yang ekonomis meski tanpa adanya kebijakan FIT. Untuk kita pikirkan bersama, bahwa potensi energi matahari kita yang begitu melimpah (~5 kWh/m2/day) disamping masih ada sekitar 33% rakyat Indonesia belum memiliki akses listrik.

Mari kita jawab bersama. Bersama kita pasti bisa !!

Artikel Terkait

4 komentar:

  1. Sudah ada yang menawarkan listrik dengan solar cell 4.74c per kilowatt hour . Mari kita cari tahu.

    BalasHapus
  2. ada beberapa poin yg saya amati dalam artikel tsb.
    1. asumsi Efisiensi yg dipakai mencapai 0.9, apa teknologi solar pv mereka sudah semaju itu ya?
    2. Tawaran ini disampaikan di musim panas, utk rumah tangga, dimana peak load rumah tangga disana mungkin bergeser di siang hari dgn hidupnya AC, sehingga sinkron dgn waktu peak solar.
    3. Sistem kelebihan beban di siang hari, shg utk setiap unit energi yg bisa dihemat, akan dibayar 16 sen. 16 sen ini bisa menutup BPP solar pv shg bisa jatuh ke angka 5 sen.
    -eloksa-

    BalasHapus
  3. 90% efisiensi itu luar biasa. Kita harus cek teknologinya. PLN harus belajar dari pengalaman PT PAM, mengenai perubahan kultur bisnis air waktu itu. Bisnis air akhirnya terdistribusi. PLN harus mengantisipasi perubahan bisnis energi yg mulai mengarah ke desentralisasi. Adaptasi2 strategi bisnis harus segera dipikirkan, jika tidak, akan ada potensi kehilangan pendapatan di masa depan.

    BalasHapus
  4. Pak Ashadi, mohon informasinya sebagai berikut:
    1. Dalam perencanaan ingrated PV (PLTS) berapakah standard battery back-up time designnya?
    2. Apakah dalam perencanaan PLTS sudah diperhitungkan mengenai battery back-up time beserta hari hujan di daerah yang dibangun tersebut?
    3. Dalam korelasinya dengan design battery back-up time dan trend hari hujan, apakah dalam sisi design dan perhitungan ekonominya juga diperhitungkan keperluan pembangkitan dari sumber yang sudah ada sebagai back-up kebutuhan akan listrik yang tidak bisa penuhi pada periode hari hujan karena keterbatasan battery back-up timenya

    Terimakasih
    Catur Janhari

    BalasHapus

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajemenenergi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.