Seri Ekonomi Pembangkitan
oleh: Kelompok 3
Arif Budiman, Dedy Rachmansyah, Elif Doska Marliska, Indrawan Nugrahanto
oleh: Kelompok 3
Arif Budiman, Dedy Rachmansyah, Elif Doska Marliska, Indrawan Nugrahanto
Pendahuluan
Pada studi keekonomian pembangkitan, dalam kerangka menerapkan prinsip “provide electricity at the lowest possible cost”, ditemukan beberapa tantangan yang memerlukan solusi dengan menggunakan Total System Analysis.
Analisis tersebut berlaku dari pembangkitan yang sederhana hingga pembangkitan untuk perluasan sistem dari unit-unit yang sudah ada dan retirement suatu unit.
Sistem pembangkitan merupakan suatu sistem yang berkembang;
Sistem pembangkitan merupakan suatu sistem yang berkembang;
artinya bahwa setiap unit pembangkitan yang baru harus dipilih berdasarkan sistem operasinya dan keekonomiannya yang sesuai demi konsistensi penerapan prinsip tersebut di atas.
Kesesuainya bukan hanya pada unit-unit yang sudah ada namun juga harus memperhitungkan unit-unit yang akan direncanakan di kemudian hari.
Oleh karena itu dibutuhkan simulasi sistem jangka panjang untuk pemilihan besarnya unit pembangkit dan tipe unit pembangkit yang akan dibangun.
Pemilihan Tipe Unit Pembangkit
Berdasarkan sumber energinya pembangkit dapat berupa:- pembangkit nuklir
- fosil ataupun hydro.
Akan tetapi secara garis besar tipe pambangkit dapat dikelompokkan berdasarkan model operasinya terhadap beban yaitu :
No.
|
Tipe Pembangkit
|
KARAKTERISTIK
|
Contoh
Jenis Pembangkit
|
1
|
Baseload
|
· Tidak dapat mengikuti perubahan beban
· Proses start lama
· Harga bahan bakar relatif murah
· Dibangkitkan mendekati daya mampunya
· Capacity factor 75-85%
|
PLTU, PLTN
|
2
|
Midrange
|
· Tidak terlalu cepat mengikuti perubahan beban
· Starting relatif lebih singkat dibanding untuk baseload
· Harga bahan bakar relatif lebih mahal dibanding baseload
|
PLTGU
|
3
|
Peakload
|
· Cepat mengikuti perubahan beban
· Proses start cepat
· Harga bahan bakar mahal
· Dibangkitkan sebagai cadangan saat beban puncak
· Capacity factor antara 0-20%
|
PLTG, PLTD
|
Idealnya untuk mendapatkan optimasi
pembangkitan proses pembangkitan dapat dilakukan dengan membagi-bagi permukaan di bawah kurva
lama beban (load duration curve)
menjadi segmen-segmen yang dialokasikan pada setiap pusat manajemen
kelistrikan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini.
![]() |
Gambar 1. Kurva Durasi Beban Memperlihatkan Kapasitas Pembangkitan Di Tahun Ke-0 |
Akan tetapi dalam realitanya pembangkit yang
bekerja pada baseload tidak selamanya bisa terus men-supply dalam satu tahun.
Sehingga kurva lama beban tersebut harus diubah menjadi kurva lama pembangkitan
(generation duration curve). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
![]() |
Gambar 2. Kurva Durasi Pembangkitan Memperlihatkan Kapasitas Pembangkitan Di Tahun Ke-0 |
Dengan adanya kasus seperti itu maka diperlukan sebuah solusi yaitu dengan menambah pembangkit yang memiliki biaya yang lebih rendah seperti pembangkit nuklir (PLTN).
Jika diasumsikan ada pembangkit nuklir yang masuk dan memikul beban dasar (base load) maka pembangkit tersebut dapat mengisi daerah di bawah kurva tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah ini.
![]() |
Gambar 3. Kurva Durasi Pembangkitan Dengan Adanya Pembangkit Baru |
Dengan strategi tersebut setidaknya dapat mengurangi biaya pembangkitan total akan tetapi pemilihan strategi tersebut tetap harus mempertimbangkan hal-hal yang lainnya.
Mixed Pattern Operations : Economics & Optimization
Pada suatu studi kasus pengembangan yang melibatkan pembangkit turbin gas (PLTG), pembangkit combined-cycle dan pembangkit nuklir (PLTN), diperoleh suatu kurva investasi terhadap biaya bahan bakar yang dapat digambarkan pada Gambar 4 di bawah.![]() |
Gambar 4. Karakteristik Biaya Pengembangan Unit Pembangkitan |
Pembangkit tipe lain, apabila digambarkan tidak harus mengikuti kurva tersebut.
Namun disini terlihat prinsip berikut.
Prinsip pertama, “suatu bauran (mixture) dari beberapa tipe pembangkit akan lebih ekonomis bila dibandingkan dengan satu tipe”.
Prinsip kedua, “suatu bauran (mixture) dari beberapa tipe pembangkit akan memberikan fleksibilitas operasi bila dibandingkan dengan satu tipe”.
Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa besar pembangkit nuklir yang dibangun haruslah memperhatikan
mengenai besar base
load yang akan ditanggung.
Apabila pembangkit yang dibangun terlalu besar dibanding dengan energi listrik untuk base load yang digunakan maka akan semakin besar biaya reserve sehingga akan tidak optimal secara biaya.
Apabila suatu simulasi dilakukan mengenai besar PLTN yang harus di bangun ke dalam
sistem maka
akan terlihat hasil pada Gambar 5 di bawah ini.
![]() |
Gambar 5. Grafik Besar Kapasitas PLTN Yang Efektif |
Gambar di atas memperlihatkan kapasitas unit pembangkit yang
paling efektif untuk PLTN sebesar 3.500 MW.
Simulasi ini dapat diterapkan pada jenis pembangkit lainnya dengan memperhatikan besaran net saving yang paling besar. Net saving merupakan pengurangan Fix Charges Saving dengan Production Cost Penalty.
Pemilihan Besar Unit Pembangkit
Plant cost akan mengalami penurunan untuk setiap MWh yang dihasilkan. Dalam batas tertentu, jika unit pembangkit yang dibangun semakin besar seperti terlihat pada Gambar 6 di bawah ini.
![]() |
Gambar 6. Plant Cost Berdasarkan Besar Unit |
![]() |
Gambar 7. Biaya O&M Terhadap Besar Unit |
akan tetapi dalam membangun pembangkit perlu diperhatikan optimalisasi antara pilihan membangun pembangkit dengan hanya satu pembangkit besar atau beberapa pembangkit yang lebih kecil yang setara dengan satu unit pembangkit yang besar.
Pembangunan beberapa pembangkit yang lebih kecil akan memperbesar biaya plant cost dan O&M cost, akan tetapi akan memperkecil reserve cost.
Namun demikian, pada kondisi tertentu pembangunan satu pembangkit besar akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan pembangunan beberapa pembangkit yang lebih kecil, misalnya dari satu pembangkit besar menjadi dua pembangkit dengan besar separuh dari apabila hanya akan dibangun satu pembangkit besar.Apabila simulasi tersebut digambarkan, maka akan terlihat hubungan alternatif tersebut seperti Gambar 8 di bawah ini
![]() |
Gambar 8. Prinsip Dari Optimalisasi Unit |
Jadi penentuan tipe dan besar suatu unit pembangkit dilihat dari :
- Karakteristik beban yang akan disuplai;
Untuk pembangkit tipe beban dasar (base load) jangan sampai terlalu banyak sisa daya mampu yang dijadikan sebagai cadangan (reserve) yang diakibatkan karakteristik beban yang fluktuatif.
Apabila pola beban sangat fluktuatif, maka diperlukan pembangkit yang dapat mengikuti beban sehingga menjadi tidak berguna membangun pembangkit base load dengan kapasitas yang sangat besar karena tidak mampu mengikuti beban. - Memperhitungkan investasi awal (plant cost), biaya O&M dan reserve cost untuk memperoleh besar unit pembangkit yang paling optimal.
- Mempertimbangkan sistem transmisi yang tersedia;
Apabila ingin membangun pembangkit, ketersediaan infrastruktur sistem transmisi dan kapasitas sistem transmisi yang telah ada perlu dicermati.
Terkadang, biaya untuk transmisi juga harus diperhitungkan
Pemberhentian Operasi (Retirement) Unit Pembangkit
Tujuan pembelajaran dalam hal pembangkitan adalah:untuk memilih jenis keekonomisan dan ukuran dari unit pembangkit dimasa mendatang, yang mana merupakan hasil analisis karakteristik dan pertumbuhan beban, yang digabungkan antara analisis atau perkiraan pemberhentian dari pembangkit, dimana unit pembangkit tersebut akan habis masa pakainya.Jadwal dari unit pembangkit yang habis masa pakai disiapkan berdasarkan studi dari 20 tahun, dan progres dari pembelajaran unit diambil dari LOLP dan model kapasitas produksi.
Hal ini merupakan cerminan dari kebutuhan sistem cadangan dan biaya produksi dan tidak terpengaruh oleh efek biaya kapital jika pemberhentiaan menjadi pilihan kasus yang dipelajari.Perhitngan nilai NPV pada tahun pemberhentiannya, di rumuskan sebagai berikut :
dimana :
A(y) = Annual ad valorem taxe and insurance
T (y) = Anuual income tax
r = discount rate
n1 = early retirement year
n = normal retirement year
Pada kasus tertentu, mempensiunkan beberapa pembangkit lebih awal untuk menghemat biaya pajak bukanlah sesuatu yang memiliki efek besar untuk meningkatkan optimalisasi biaya pembangkitan,
tetapi yang paling penting sebenarnya adalah dengan ketepatan penjadwalan masuknya pembangkit-pembangkit baru agar mencapai biaya pembangkitan yang optimal melalui perhitungan lebih lanjut dengan LOLP.
Nilai fixed charge pembangunan pembangkit baru merupakan sebuah konsekuensi jika melakukan pensiun lebih awal pada suatu pembangkit,
tetapi di sisi lain penggantian pembangkit baru akan menurunkan biaya bahan bakar dan biaya O&M, sehingga akan membuat optimal biaya pembangkitan.
Prosedur untuk menganilisa pemberhentian diawal kemungkinan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Pengembangan pemberhentian unit sesuai dengan schedule nya 20 tahun
- Pengembangan pemberhentian unit disesuaikan dengan kehandalannya
- Untuk jadwal penambahan, memperhitungkan present worth (PW), biaya produksi, PW dari biaya produksi dan tingkat biaya tetap dari investasi baru.
- Mengeluarkan dari PW simpanan pajak di unit pemberhentian dari semua PW di rencana pemberhentian awal.
- Memiliki pilihan perencanaan yang paling rendah dari semua PW.
sehingga diharapkan, dengan mengetahui karakteristik beban maka pembangkit yang dipilih untuk pengembangan merupakan yang optimal, sehingga prinsip “provide electricity at the lowest possible cost” dapat dipenuhi.
Sumber :
Marsh, W. D. Diktat Electric Utility Power Generation Economics. New York: Clarendon Press-Oxford, University Press.
Pak Dedy dan kawan-kawan, migrasi maintenance method menjadi real time base montoring) online predictive maintenance) dapat mengoptimasi operasi pembangkit dan membuat penjadwalan maintenance yang akurat tanpa menimbulkan synthom atau resiko baru.
BalasHapusContoh perhitungan dari benefit partial disharge online monitoring sebagai salah satu metode predictive maintenance adalah menghindari re-winding altenator.
Benefit: Avoided future capital cost of a rewind and interest on borrowed capital.
Remaining Plant Life: estimated 20 years from 1998 (total life cycle of 60 years)
Costs: TGA Instrument, PD sensors and installation = $65 000.00
Periodic testing: 20 years @ $500.00/year = $10,000.00
Total: $75,000.00
Rewind cost:
170 MW Hydrogen-cooled generator, probably at 30 psig
Size would be similar to 230 MW Atikokan machine, ~ 4.5m, ~ 54 slots for rewind
need 120 bars (including spares)
· Cost/bar = $10k to $15k
Material cost: $1.2M to $1.8M
Installation cost: $300,000 to $500,000
Estimated Rewind Capital Cost: $ 1,500,000.00
$ 2,300,000.00
Benefit/Cost Ratio: 1,500,000 / 75,000 = 20
2,300,000 / 75,000 = 30.7
Payback period: 1 year 8 months
untuk detailnya dapat di download dari link ini.
Pemberhentian operasi (retirement) tanpa diikuti dengan replacement seringkali disebut dengan abandonment. Hal ini juga dijelaskan di buku Engineering Economy 13th ed. karya Sullivan, W. G. et al, section 9.8.
BalasHapusBagaimana menurut P.Catur maintenance yang tepat, yang dapat mengoptimalkan lifetime unit lebih dari estimasi lifetime replacementnya tanpa mengurangi target performance avalibilitinya serta realibility tetap terjaga.?
BalasHapusMencoba menjawab pertanyaan p.dedy, untuk maintenance yang tepat untuk dapat mengoptimalkan lifetime unit kita dapat mengikuti schedule maintenance yang berkala dan berkelanjutan serta membuat data historis terhadap mesin tersebut, yang paling penting ialah konsisten akan jadwal tersebut.
BalasHapusApakah ada contoh di indonesia mengenai pemberhentian operasi pembangkit ?
BalasHapusKalo yang dimaksud pak argi ialah pemberhentian secara schedule, berikut contohnya pada link dibawah ini :
Hapusklik disini.
Kelompok 1 ME-2015
BalasHapusUntuk sistem isolated di Indonesia, apa pilihan pembangkit yang tepat sebagai base load, load follower, dan peak load dalam rangka to provide good quality energy at lowest possible cost?
Hybrid System atau Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) merupakan salah satu alternatif sistem pembangkit yang tepat diaplikasikan pada daerah-daerah yang sukar dijangkau oleh sistem pembangkit besar seperti jaringan PLN atau PLTD. PLTH ini memanfaatkan renewable energy sebagai sumber utama (primer) yang dikombinasikan dengan Diesel Generator sebagai sumber energi cadangan (sekunder).
HapusPada PLTH, renewable energy yang digunakan dapat berasal dari energi matahari, angin, dan lain-lain yang dikombinasikan dengan Diesel-Generator Set sehingga menjadi suatu pembangkit yang lebih efisien, efektif dan handal untuk dapat mensuplai kebutuhan energi listrik
Pada umumnya PLTH bekerja sesuai urutan sebagai berikut:
1. Pada kodisi beban rendah, maka beban disuplai 100% dari baterai dan PV module, selama kondisi baterai masih penuh sehingga diesel tidak perlu beroperasi.
2. Untuk beban diatas 75% beban inverter (tergantung setting parameter) atau kondisi baterai sudah kosong sampai level yang disyaratkan, diesel mulai beroperasi untuk mensuplai beban dan sebagian mengisi baterai sampai beban diesel mencapai 70-80% kapasitasnya (tergantung setting parameter). Pada kondisi ini Hybrid Controller bekerja sebagai charger (merubah tegangan AC dari generator menjadi tegangan DC) untuk mengisi baterai.
3. Pada kondisi beban puncak baik diesel maupun inverter akan beroperasi dua-duanya untuk menuju paralel sistem apabila kapasitas terpasang diesel tidak mampu sampai beban puncak. Jika kapasitas genset cukup untuk mensuplai beban puncak, maka inverter tidak akan beroperasi paralel dengan genset.
Semua proses kerja tersebut diatas diatur oleh System Command Unit yang terdapat pada Hybrid Controller. Proses kontrol ini bukan sekedar mengaktifkan dan menonaktifkan diesel tetapi yang utama adalah pengaturan energi agar pemakain BBM diesel menjadi efisien.
Indra Ardhanayudha Aditya,ME15
Pengelompokan jenis pembangkit kedalam kelompok base load, load follower, dan peak load sebagai dampak dari beban puncak lyang berbeda pada waktu tertentu sehingga pemenuhan kurva beban dari suatu sistem disesuaikan sesuai dengan karakteristik masing - masing pembangkit tersebut.
HapusUntuk base load -> pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang biaya bahan bakarnya murah dan standby operasinya lama (waktu penyalaan pembangkit sampai dapat memproduksi listrik). Karenanya, pembangkit yang digunakan untuk jenis beban ini adalah PLTU dengan bahan bakar batu bara atau bahkan dapat juga PLTGU ataupun PLTP karena adanya ikatan kontrak take-or-pay pembelian gas
Untuk load follower -> meliputi pembangkit yang lebih fleksibel namun lebih mahal dari pembangkit base load, seperti PLTGU gas dan PLTU minyak.
alam.
Untuk peak load -> pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang standby operasinya cepat. Maksudnya, saat dibutuhkan tambahan pasokan daya, pembangkit dapat langsung menyuplai tambahan daya tersebut. Jenis pembangkit yang sesuai seperti PLTD, PLTG, serta PLTA Waduk.
Sumber :
1) https://watergius.wordpress.com/2011/03/02/kurva-beban-dan-alasan-memiliki-beragam-pembangkit/
2) http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/files_modul/1602-12-960372951918.pdf
Asril Irsadi, ME 2015
Menurut saya, PLTMH merupakan salah satu solusi terbaik yang patut dicoba jika suatu daerah teridentifikasi memiliki potensi air dengan debit yang cukup sebagai sumber daya PLTMH
HapusSuatu contoh, Desa Ampera memiliki potensi air yang berasal dari sebuah mata air yang tidak pernah mengalami kekeringan. Mata air ini telah digunakan sebagai sumber air bagi kebutuhan rumah tangga tiga desa. Selain itu, mengalir pula sebuah sungai yang selama 20 tahun terakhir hanya satu kali mengalami kekeringan, yaitu ketika daerah tersebut dilanda kemarau berkepanjangan selama delapan bulan.
Debit kedua sumber air tersebut diukur. Setelah diambil untuk kebutuhan rumah tangga bagi tiga desa berdekatan, mata air yang dimaksud masih menyisakan aliran yang terbuang dengan debit sekitar 50 liter/detik yang kemudian bergabung dengan aliran sungai dengan debit total sekitar 250 liter/detik. Tinggi head yang dapat diperoleh adalah sekitar 7 m. Dengan demikian, sebuah PLTMH dapat dibangun di Desa Ampera dengan daya sekitar 15 kw. Berdasarkan topografi, tingkat kesulitan pekerjaan bangunan sipil relatif kecil dan jumlah dana yang dibutuhkan diperkirakan Rp 350 juta – Rp 400 juta. Jika dibandingkan dengan investasi untuk PLTS, yaitu satu modul 50 watt peak sebesar Rp 5 juta – Rp 6 juta maka jumlah dana tersebut dapat digunakan untuk memberikan modul 50 watt peak bagi 80 buah rumah . Total daya terpasang hanya berjumlah 4 kw dengan keterbatasan pemanfaatan dari segi waktu pakai dan jenis manfaat.
Sebaliknya daya dari PLTMH, sebesar 15 kw tersebut, selain untuk penerangan sepanjang malam juga akan dapat digunakan untuk pengembangan usaha produktif pada siang harinya, seperti pabrik es curah skala kecil untuk menyuplai kebutuhan es curah para nelayan di Desa Ampera dan dua desa tetangga. Selain itu, pengolahan kelapa dengan mendirikan pabrik minyak kelapa skala kecil, pengolahan jambu mete serta gula aren dapat menjadi pilihan usaha produktif yang bergantung pada manajemen pemanfaatan energi.
-Hizkia Sandhi Raharjo- (ME 2015)
Untuk komentar Pak Arsil, Menurut saya, untuk saat ini apakah masih relevan teori yang ada diterapkan. Karena untuk kondisi sekarang ada beberapa faktor yang dilihat untuk menyesuaikan dengan teori yang ada diantaranya:
Hapus1. Letak geografis suatu daerah.
Mempengaruhi kondisi pembangkit yang akan digunakan sebagai base load, load follower dan peak load. Letak geografis mempengaruhi juga dari sumber energi yang ada didaerah tersebut. Dimana potensi sumber energi akan digunakan sebagai sumber yang akan dibangkitkan.. Misalkan: PLTG mayoritas dibangun didaerah dataran tinggi, PLTA dibangun didaerah yang ada sungai / sumber air yang stabil baik di musim hujan maupun kemarau.
2. Jumlah populasi dan aktifitasnya, akan mempengaruhi apakah daerah tersebut akan dibangun sebagai base, peak load atau load follower. Setiap daerah memiliki persebaran populasi yang berbeda dan aktifitas yang diilakukan.
Menurut saya untuk kondisi yang diungkapkan Pak Arsil perlu ada penelitian atau pengkajian lebih lanjut untuk membuktikan masih relevn atau tidak teorinya dalam rangka provide good quality energy at lowest possible cost.
R Hermawan Wibowo ME 15
Untuk sistem isolated di Indonesia umumnya berada di daerah kepulauan dan dengan konsumsi daya yang rendah, sehingga energi baru terbarukan (PLTS, PLTA/PLTMH dan PLTB) merupakan alternatif pilihan yang tepat. PLTS dapat digunakan sebagai Base Load pada siang hari dan PLTD sebagai peakernya. Operasi sebaliknya dapat dilakukan pada malam hari apabila daya tersimpan dari PLTS tidak mencukupi.
HapusMuhamamd Ridwan (ME 2015)
kebutuhan listrik di sistem isolated di indonesia memiliki karakteristik pola beban yang unik di masing masing daerah namun kebanyakan didominasi dengan kebutuhan beban untuk konsumen rumah tangga. kondisi existing saat ini sistem isolated di indonesia masih didominasi oleh PLTD berbahan bakar diesel yang memiliki kekurangan biaya pokok penyediaan tenaga listrik yang tinggi.
BalasHapusMenurut RUPTL PLN 2015 - 2024, Untuk pengembangan kelistrikan di sistem kelistrikan yang isolated dan di pulau-pulau kecil pembangkit berbahan bakar diesel masih
diperlukan sebagai solusi untuk jangka pendek baik sebagai base load maupun peak load.
Namun secara jangka panjang diperlukan sebuah kajian yang mendalam dengan alternatif penggunaan teknologi
yang memungkinkan untuk mengganti bahan bakar minyak menjadi bahan bakar yang lebih
efisien misalnya LNG, biomassa dan batubara dengan PLTU skala kecil
atau juga digantikan dengan teknologi yang potensial untuk mengganti hal tersebut
di atas antara lain pembangkit thermal modular pengganti diesel (PTMPD) dengan bakar bakar
biomassa dan batubara, PLTMG, PLTD dual fuel serta pembangkit energi terbarukan seperti PLT Bayu dan PLT mikrohidro yang di-hybrid
dengan PLTD maupun alternatif penggunaan bahan bakar biofuel untuk PLTD
untuk memasok daya bagi beban dasar (baseload) diperlukan pembangkit yang mampu bekerja secara terus menerus diantaranya PLTG, PLTD berbahan bakar campuran biodiesel, PLTMG Mobile Powerplant yang biasanya dapat dioperasikan dengan bahan bakar gas dan minyak (dual firing). sebaiknya untuk pembangkit baseload, kita memiliki pilihan pembangkit yang memiliki biaya pokok pembangkitan lebih rendah daripada PLTD Konvensional dengan tingkat availability yang tinggi dan kemudahan ketersediaan bahan bakar yang mencukupi sehingga pembangkit base load dapat selalu bekerja sepanjang waktu.
sedangkan untuk load follower, direkomendasikan menggunakan Pembangkit yang menggunakan bahan bakar biomassa seperti cangkang sawit, POME, kayu, bambu yang biasanya mudah didapatkan karena merupakan komoditi yang terdapat di daerah dengan sistem kelistrikan isolated atau PLTBiogas yang cocok diberlakukan pada daerah yang kegiatan ekonominya didominasi oleh sektor peternakan. Pemerintah juga memberikan insentif ekstra kepada pembangkit listrik yang dapat memanfaatkan Bahan Bakar Nabati, Biomassa dan biogas yang dioperasikan sebagai load follower di Indonesia.
untuk beban puncak, sistem isolated direkomendasikan untuk memanfaatkan pembangkit listrik energi terbarukan seperti angin, mikrohidro, surya atau PLTHybrid diantara pembangkit - pembangkit tersebut. Hal ini dikarenakan untuk beban puncak listrik yang dibutuhkan hanya untuk beberapa saat beban puncak sehingga pembangkit EBT yang memiliki karakteristik intermitten (ketersediaan yang terbatas) dan biasanya memiliki kemampuan menyimpan energi melalui penggunaan baterai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan beban puncak. ditambah lagi pembangkit EBT biasanya memiliki biaya pokok pembangkitan yang lebih murah daripada kita mengoperasikan PLTD pada beban puncak.
Fadolly Ardin, ME 2015
Sebelum membahas base load, follower dan peaking, perlu ditentukan dulu jenis pembangkitnya.
BalasHapusStudi kasus isolated power plant di Australia yaitu Ergon Energy.
Definisi pembangkit terisolasi menurut unfcc adalah:
1. Sistem terisolasi adalah sistem yang independen dan tidak terhubung ke jaringan nasional.
2. Daya yang dihasilkan oleh jaringan terisolasi tidak dikelola oleh satu operator jaringan
3. Kapasitas terpasang dari pembangkit kurang dari 100 MW
4. Jarak dari titik terdekat dari grid nasional adalah setidaknya 50 km
5. Terdiri dari generator diesel dan pembangkit energi terbarukan
Ergon Energy memiliki 33 pembangkit listrik mandiri di barat Queensland, Teluk Carpentaria, Cape York, Torres Strait Islands, Palm Islands dan Mornington.
Jumlah : 33 pembangkit listrik
Pegawai : Semua stasiun dimonitor dari jarak jauh dan memiliki karyawan paruh waktu untuk melakukan perawatan ringan pada pembangkit.
Ukuran : Kapasitas pembangkit berkisar antara 165 kW hingga 9.55 MW. Thursday Island adalah pembangkit listrik terbesar berkapasitas 9.55 MW dengan empat site terbesar berikutnya dengan kapasitas terpasang 1-2 MW dan sisanya berkapasitas 300-1000 kW.
Pada dasarnya satu pulau kecil memiliki satu pembangkit. Jika ditinjau dari ukuran pulau, jumlah penduduk, dan kapasitasnya maka pembangkit yang tepat adalah PLTG, atau PLTD. Untuk energi terbarukan dipakai PLTS, atau Geothermal bila tersedia. Semua tipe tersebut tidak memerlukan area plant yang luas, dan tidak memerlukan banyak pegawai.
Dari tipe yang tersedia, PLTS dan Geothermal digunakan sebagai base load sedangkan PLTG, PLTD sebagai peaking.
Referensi :
https://www.ergon.com.au
http://cdm.unfccc.int
Dwi Laksmana (ME 2015)
Rendahnya rasio elektrifikasi salah satunya disebabkan oleh konsep lama dalam pembangkitan listrik. Pembangkitan listrik dipusatkan di satu tempat dan disalurkan ke tempat yang membutuhkan melalui saluran transmisi dan distribusi.
BalasHapusJika tidak ekonomis, maka saluran transmisi&distribusi ke daerah tersebut cenderung lebih lambat direalisasikan. Hal ini yang menurut saya timbulnya istilah daerah terisolasi.
Di daerah seperti ini, konsep microgrid dengan memanfaatkan potensi energi primer di daerah tersebut dapat menjadi alternatif yang menarik. Umumnya daerah terisolasi ini mempunyai potensi energi terbarukan (seperti angin, air, ombak laut, sinar matahar, dan biomassa).
Selain itu, karakteristik beban di daerah terisolasi berbeda dengan yang telah menggunakan grid system. Umumnya fluktuasi beban saat peak load tidak se-dinamis di kota besar, sehingga pembangkit-pembangkit pada microgrid tersebut tidak terlalu signifikan perbedaan keekonomisannya untuk pemakaian baseload, load following, atau peak load.
Pada komentar sebelumnya:
"Dari tipe yang tersedia, PLTS dan Geothermal digunakan sebagai base load sedangkan PLTG, PLTD sebagai peaking". Namun, pada prakterknya, perlu dilihat pada potansi energi yang ada di microgrid tersebut. Sebagai contoh pada Gabungan mikrohidro dan PLTS yang diaplikasikan di Taratak, pulau Lombok pada tahun 1989. Sistem ini menggunakan baterai untuk menyimpan daya berlebih dan memanfaatkannya saat dibutuhkan
*Walaupun menggunakan energi primer sinar matahari dan air yang umumnya tidak reliable, namun pembangkit hybrid tersebut bisa digunakan untuk baseload karakteristik tersebut yang bisa menyimpan daya saat dibutuhkan sehingga mempunyai reliability sebagai memasok daya untuk baseload di daerah terisolasi tersebut.
Sumber: http://electrifytheworld.blogspot.co.id/2011/04/microgrid-pembangkitan-listrik-untuk.html
Ayudha Nandi
ME' 2015
Perbedaan karateristik teknis pada setiap pembangkit menyebabkan posisi pembangkit dalam mensuplai beban sistem menjadi berbeda, umunya di kelompokkan menjadi 3 yaitu
BalasHapus- Pada base load pembangkit dengan karakteristik yang kurang fleksibel karena tidak dapat dihidupkan atau dimatikan dalam waktu yang singkat serta lambat dalam menaikkan/menurunkan pembebanan mengharuskan pembangkit untuk dioperasikan sepanjang pembangkit siap, pada pembangkit base load ini selain keterbatasan teknis juga adanya keterikatam kontrak take-or-pay pada bahan bakar. Pembangkit base load biasanya berskala besar dan memiliki biaya produksi yang lebih murah dibandingkan kelompok pembangkit lainnya yaitu seperti dalam PLTU dan PLTP ataupun PTMH yang menggunakan air
- Pada kelompok load follower,diperlukan pembangkit yang lebih fleskibel namun biasanya lebih mahal, seperti PLTG Gas dan PLTP MInyak
- Pada Peak load dibutuhkan fleksibel yang baik dalam melakukan perubahan pada pembenanan maupun start-astop pembangkit dan umunya berskala 100 mW, dalam hal ini PLTA yang memiliki respon cepat dapat dijadikan pilihan karene keekonmisannya teatpi pengoperasianny harus tergantung musim
Menurut saya sebelum menentukan jenis pembangkit
BalasHapusSaat base load, load follower, dan peak load untuk sistem isolated di Indonesia kita perlu mengetahui dahulu potensi sumber energi yang ada d masing-masing daerah. Masing2 daerah punya keunikan dan problem masing-masaing terkait sumber energi. Selanjutnya beban (karakteristik konsumen); konsumen rumah tangga atau industri dan juga perlu diketahui kebiasaan (aktifitas) masyarakat di daerah tersebut.
Setelah diperoleh data yang akurat baru kita dapat mebentukan jenis pembangkit yang tepat sebagai base load, load follower, dan peak load.
Charles Abet ME'15